CINTA SEORANG PANGERAN

Karma Kepada Anaknya



Karma Kepada Anaknya

0Para pelayan itu segera membungkukkan badannya memberikan hormat kepada Nizam. Nizam menganggukan kepalanya dengan wajah penuh wibawa membalas hormat mereka. Para pelayan itu tampak menahan tawa melihat Alena yang mengelus bokongnya yang terkena tabokan Nizam.     
0

"Kau memalukan." bisik Nizam ke telinga Alena sambil melirik tajam ke arah para pelayan yang berlalu sambil tetap menahan tawa. Hilang sudah wibawa Nizam di depan para pelayan tingkat rendahan itu.     

"Kau yang memalukan, pake nabok bokong segala. Ini sakit tahu. Tanganmu itu begitu besar dan keras. Sekarang pasti berbekas merah dikulitku" Alena bersungut - sungut. Ia memajukan bibirnya beberapa cm ke depan.     

"Kalau Kau tidak mau berlatih kuda maka Aku akan benar - benar menjadikan kamu  sebagai kudaku. Aku akan menaikimu sambil memukul bokongmu terus menerus." Nizam berbisik tajam di telinga Alena.     

Alena langsung menjauh dan lalu melakukan gerakan seperti sedang pemanasan mau berolah raga.     

"Satu.. dua... satu... dua... Ayo kita berlatih berkuda. Jangankan kuda buat para putri, Kuda buat para raksasa juga akan kutunggangi." kata Alena dengan penuh semangat. Nizam membuang muka ke samping sambil menyembunyikan tawa yang tertahan.     

Begitu sampai di istal kuda, sudah banyak para putri yang akan berlatih. Bukan saja para putri dari harem tetapi juga para putri dari istana lain ikut berlatih. Karena acara berburu tahunan ini diikuti oleh semua penghuni istana. para adik sepupu Nizam, para putri pejabat yang tinggal di istana, dan  adik tiri Nizam. Mereka memiliki pelatih masing - masing.     

Jadi ketika Alena datang bersama Nizam mereka segera berlutut dan menyentuhkan keningnya ke lantai memberikan hormat kepada Nizam. Nizam memberikan isyarat agar mereka bangun.      

Nizam melirik ke arah pelayan utama istal dan berkata, "Aku sudah menyuruhmu menyiapkan pakaian berkuda untuk kami. Apakah kau sudah menyiapkannya?"     

"Tentu Yang Mulia, semua sudah tersedia di dalam. Mari Yang Mulia, hamba antar." kata si kepala pelayan bagian istal kepada Nizam.     

"Baiklah, oh ya buat yang lainnya. Silahkan dilanjutkan berkudanya." kata Nizam sambil mengangkat tangannya mempersilahkan mereka untuk kembali melanjutkan latihannya.     

Alena yang berada di sisi Nizam tampak ngeri menatap kuda - kuda yang begitu tinggi besar, gagah dan kuat. Alena melihat para putri sudah mahir berkuda. Mereka naik ke atas kuda dengan mudah dan kuda - kuda itu tampak meringkik.     

Tanpa sadar Alena menggenggam erat tangan Nizam. Ketika Ia berlatih menari, Alena berpikir kalau menari itu sangat sulit sekarang ternyata ada yang lebih sulit lagi yaitu berkuda. Alena jadi nelangsa, ternyata tidak mudah untuk menjadi seorang putri.     

Alena melihat ke arah kaki kuda yang panjang - panjang dengan sepatu besinya. Alena mengusap kuduknya yang tiba - tiba meremang. Ia sudah membayangkan kalau sampai Ia terjatuh dari kuda kemudian ditendang atau diinjak. Maka tulang - tulangnya pasti akan langsung patah.     

Alena meringis sambil menutup matanya. Mulutnya komat - kamit meminta do'a keselamatan.     

Nizam membawa Alena masuk ke dalam suatu ruangan dimana para pelayan sudah menanti mereka. Nizam menyuruh kepala pelayan istal keluar karena dia laki - laki.     

Alena membiarkan para pelayang mengenakannya pakaian berkuda. Ia mengenakan celana panjang yang tidak terlalu ketat kemudian Ia juga mengenakan rok lebar untuk menutupi lekuk kakinya. Ke atasan lengan panjang berbalut rompi kulit. Ia juga mengenakan kerudung pendek yang ditutupi kembali oleh helm berkuda. Alena tampak sangat cantik dalam pakaian berkuda yang berwarna hijau tosca.     

Para pelayan langsung memberikan pujian kepada Alena dengan tulus. Nizam yang sudah berganti pakaian juga tampak terpesona oleh istrinya sendiri. Ia bahkan langsung tidak tahan ingin mencium istrinya.     

Tangan Nizam lalu bergerak memberikan isyarat agar para pelayan meninggalkan dia dan Alena berada di ruangan. Alena masih berdebar - debar karena tegang. Ia takut di suruh naik kuda sendirian.     

Nizam mendekati Alena yang sedang berdiri dengan tegang. Kedua tangannya saling meremas. Nizam tahu Alena sangat ketakutan. Ia segera merangkul pinggang Alena yang begitu ramping menggunakan tangan kirinya. Sedangkan tangan kananya mengusap muka Alena yang terlihat sedikit pucat.     

"Kau takut?" kata Nizam sambil mengusapkan jempolnya di bibir Alena. Mata Alena tampak berkaca - kaca. Ia menganggukan kepalanya.     

"Mari sini, Aku cium. Aku akan membuat takutmu jadi hilang," kata Nizam sambil menundukkan mukanya dan menyentuhkan bibirnya ke bibir Alena. Alena yang sangat ketakutan memejamkan matanya. Ia menantikan Nizam menyeruakkan bibirnya yang lembut. Lidah Nizam memasuki mulut Alena secara perlahan lalu membelitkan ke lidah Alena.     

Ada aliran dingin yang menyentuh ujung syaraf Alena ketika Nizam semakin  membenamkan bibirnya semakin dalam. Aliran dingin itu berputar dan berubah menjadi energi panas yang membangkitkan gairah Alena. NIzam mengetatkan pelukkannya. Ciumannya semakin menuntut balasan dari Alena.     

Alena yang hanya berdiri kaku karena takut secara berlahan menjadi lebih tenang dan Ia lalu membalas ciuman Nizam dengan kuat. Nizam menyambutnya dan mereka terus berciuman hingga nafas mereka hampir habis.     

"Apa sekarang kau masih takut?" tanya Nizam sambil mengelus punggung Alena. Alena terdiam, Ia mempermainkan kancing pakaian berkuda Nizam.     

"Kalau Aku jatuh bagaimana?"     

"Aku tidak akan membiarkanmu jatuh."     

"Umm... kalau Aku ditendang kuda bagaimana?"     

"Aku akan melindungimu dengan punggungku sehingga biar kuda yang menginjak punggungku."     

"Kau sangat baik, Nizam. Aku tidak ingin berpisah denganmu." kata Alena sambil membenamkan mukanya ke dada Nizam.     

"Semoga Alloh selalu menyatukan kita." suara Nizam terdengar begitu lirih.      

"Ayo kita berkuda Alena. Nanti keburu sore. Aku juga harus menelpon Amar dan Maya."     

"Mereka masih berada di Jepangkah?" Alena bertanya kepada Nizam. Ia tahu kalau Amar dan Maya di suruh Nizam pergi ke Jepang untuk menyelidiki sesuatu. Tetapi Nizam tidak memberitahukannya, menyelidiki apa.      

"Benar. Aku ingin mendengar kemajuan pergerakan mereka di Jepang."     

"Untung kau menikahkan mereka dulu sebelum pergi ke Jepang."     

"Tentu saja, karena jika belum menikah, tidak akan kuizinkan mereka pergi berdua."     

"Nizam..."     

"Hmmm..."     

"Jika Putri Nadia sudah mati. Apakah harem sekarang aman?" tanya Alena seraya melangkah di sisi Nizam.     

Nizam menghela nafas, "Tidak Alena."     

"Tapi mengapa?"     

"Kau kan tahu kalau otaknya adalah Perdana Mentri Salman. Sepanjang orang itu masih ada, kita tidak akan pernah tenang."     

"Kasihan Putri Rheina," Alena berkata hampir tak terdengar.     

"Yang harus dikasihani itu kita, bukan Putri Rheina. Mengapa kau malah mengatakan kasihan kepada Putri Rheina"     

"Kau ini memang tidak tahu apa - apa. Apa kau pernah mendengar tentang karma?"     

"Hmmm..." Nizam hanya mengeluarkan suara hmm.     

"Aku takut perbuatan dosa ayahnya akan terkena karma kepada anaknya."     

"Kau jangan membuat pernyataan yang tidak pasti, Alena. Putri Rheina tidak bersalah."     

"Benar... tetapi..."     

"Sst.. sudahlah. Kita berdoa saja semoga Putri Rheina tidak akan seperti ayahnya."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.