CINTA SEORANG PANGERAN

Menunggu Kehancuran



Menunggu Kehancuran

0Putri Rheina meringkuk di atas tempat tidur. Ia tidak pulang ke istana Nizam tetapi Ia memilih pulang ke ruangannya di dalam harem. Para pelayan yang tadinya senang melihat kedatangan Putri Rheina menjadi tertegun melihat Putri Rheina berwajah murung.      
0

Mereka bertanya - tanya, mengapa Putri Rheina berwajah murung bukankah seharusnya Putri Rheina berwajah bahagia. Selama ini putri Rheina dan putri Alena menjadi perbincangan di dalam harem. Mereka dianggap dua putri yang paling beruntung karena tinggal langsung di dalam istana Nizam.     

Bukankah selama ini putri mereka terobsesi oleh Nizam. Tadinya mereka berpikir kalau Putri Rheina terobsesi dengan kedudukan sebagai Ratu tetapi ternyata mereka menyadari kalau Putri Rheina terlalu mencintai Nizam. Cinta yang terpupuk sejak dia masih dalam kandungan. Semua orang menyatakan kalau dia adalah calon istri Nizam. Dan begitu dia lahir, dia sudah didudukan dipangkuan Nizam yang saat itu baru berumur lima tahun.     

Para pelayan melihat Putri Rheina meringkuk di atas tempat tidur sambil menangis. Tidak ada satupun dari mereka yang berani bersuara. Mereka hanya berdiri di dekat pintu ruangan sambil menunggu kalau-kalau putri Rheina memerlukan mereka.     

Makanan ringan sudah terhidang di atas meja. Semua buah kering, manisan, kue kering dan minuman yang menyegarkan belum tersentuh oleh tangan putri Rheina. Padahal dalam bayangan mereka sudah terbayang kalau putri Rheina akan memakan semua makanan kesukaannya itu. Apalagi kalau putri Rheina sehabis menari.     

Putri Rheina masih membayangkan gerakan menari Nizam. Bertahun-tahun Ia mengenal Nizam dan sering menghadiri pesta yang khusus diadakan untuk mereka tidak pernah sedikitpun Dia mengetahui kalau Nizam bisa menari. Bukankah kalau dia menari Nizam hanya memandangnya dengan tatapan mata yang kagum atau terkadang tidak perduli.     

Nizam tidak pernah sedikitpun memperlihatkan kalau Ia tertarik dengan menari apalagi menari bukanlah keterampilan yang populer di kalangan para pangeran. Para pangeran kerajaan Aliansi hanya suka menonton tarian tetapi tidak pernah suka menari sendiri. Para penari laki - laki biasanya hanya dari pelayan laki - laki yang memang memiliki keterampilan dan suka menari.     

Malam ini Putri Rheina merasakan kesedihan mendalam karena apa yang menjadi impiannya benar - benar lenyap bagaikan jerami kering yang terbakar api. Semua menjadi abu dan akan hilang tertiup angin.     

Tiba - tiba hilang sudah keinginannya untuk memiliki laki - laki lain pengganti Nizam. Ia menjadi sangat trauma dan sekarang Ia merasa menyesal mengapa yang mati harus Putri Kumari mengapa bukan dia saja. Dada Putri Rheina terasa sesak dan sangat sakit. Seandainya saja Ia tidak pernah terlahir ke dunia ini. Seandainya saja Ia bukanlah Putri Rheina yang dijodohkan dengan Nizam. Seandainya saja Ia kemarin mati.     

Putri Rhiena kemudian terlelap dalam tangisnya bersamaan dengan itu para pelayan lalu keluar secara teratur karena takut mereka mengganggu tidur sang putri.      

Malam semakin larut ketika Putri Mira menelpon kakaknya Pangeran Barry. Ia ingin bercerita tentang kejadian malam ini dimana Putri Nadia dicambuk sampai parah oleh Ratu Sabrina. Tetapi baru saja Putri Mira membuka mulut dengan panggilan Kakak. Pangeran Barry sudah mendahului berkata, " Kau tentu tidak lupa dengan janjimu."      

Putri Mira mengerutkan keningnya. Janji apa? Dia bahkan merasa tidak pernah menjanjikan apapun pada kakaknya.     

"Janji apa? Kakak, Aku mau bercerita kejadian yang mengerikan," ujar Putri Mira kepada Kakaknya.     

"Tidak... tidak! Kau harus mengirimiku dulu video Putri Alena sedang menari. Aku sudah menunggu semalaman dengan tidak sabar. Mendidih darahku ketika mengingat bagaimana seksinya dia dalam balutan pakaian menari," khayal Pangeran Barry dengan mata berbinar - binar.     

Pangeran Barry seperti sedang menunggu durian runtuh karena adiknya berjanji akan mengirimkan video pada saat Alena menari. Putri Mira menjadi pucat pasi mendengar kakaknya menagih janji karena Ia lupa dengan janji itu. Ia lupa karena Ia sibuk dengan rencana Putri Nadia agar Alena gagal menari.     

Putri Mira seketika terdiam sebelum kemudian Ia berkata dengan hati - hati.     

"Kakak, bukannya Aku tidak ingat dengan janjiku, tetapi masalahnya adalah Putri Alena menari dengan Pangeran Nizam. Aku yakin Kakak tidak akan ingin melihatnya. Tarian itu sangat romantis dan membuat hatiku terbakar. Aku yakin Kakak akan menjadi marah karena tarian itu," ujar Putri Mira setelah Ia mendapatkan akal untuk menutupi kebohongannya.     

"Tapi... bagaimana bisa, Pangeran Nizam menari? Mana mungkin si wajah tembok itu bisa menari? Ini sangat sulit untuk dipercaya," ungkap Pangeran Barry dengan wajah keheranan. Pangeran Nizam sangat jarang menghadiri pertemuan yang sifanya pesta. Ia dijuluki si kutu buku dari gunung es. Pembawaannya tenang dan bicaranya datar.     

Tidak pernah sekalipun Ia tertarik dengan nyanyian dan tarian. Jadi bagaimana bisa dia menari dengan istrinya. Dan mengapa harus dengan Putri Alena mengapa tidak dengan Putri Rheina saja.     

"Benar Kakak. Aku bersumpah kalau yang Aku katakan itu benar. Putri Alena tidak bisa menari. Walaupun Ia sudah berlatih dengan Putri Rheina tetapi Ia malah terdiam di tengah - tengah Aula dengan muka kebingungan. Hingga kemudian Yang Mulia mendatanginya dan membimbingnya menari dengan tarian yang sangat romantis. Tarian indahku langsung kalah bersaing dengan tarian mereka. Pokoknya Kak, Kau akan langsung panas hati kalau melihatnya, " ucap Putri Mira masih menampakkan kekesalannya.     

Pangeran Barry jadi morang - maring karena kesal dan marah.  Benar kata adiknya, Pangeran Barry tidak akan sudi menonton Alena menari dalam  pelukan Pangeran Nizam. Akhirnya Pangeran Barry membelokkan pembicaraan kepada hal lain. Ia tidak ingin mempertanyakan lagi tentang tarian Nizam dan Alena.     

"Sudahlah! Aku tidak mau mendengarnya lagi. Nah kejadian mengerikan apa yang terjadi? Apakah ada pembunuhan lagi di dalam harem? Mengapa Pangeran Nizam itu sangat bodoh. Ada banyak wanita cantik di dalam harem tetapi dia malah mengabaikan yang lainnya. Dasar pria bodoh!" Pangeran Barry bersungut - sungut.     

Putri Mira mendelik mendengar omelan kakaknya. Sebenarnya siapa yang lebih bodoh. Kakaknya atau Pangeran Nizam. Setidaknya Pangeran Nizam mencintai istrinya sendiri. Nah... bagaimana dengan kakaknya? Ada banyak wanita cantik di dalam harem tetapi mengapa Ia harus mencintai istri orang? Bahkan sampai bermusuhan dengan adiknya sendiri.     

Walaupun dalam hati Putri Mira mempertanyakan itu tetapi  Ia tidak ingin bicara langsung tentang siapa yang lebih bodoh kepada kakaknya. Ia takut kakaknya akan murka dan menggagalkan bantuan yang akan diberikan kepadanya untuk mendapatkan Pangeran Nizam.     

"Hal itu Aku akui, Kakak. Seandainya saja Yang Mulia mau bersikap adil dengan menyentuh kami semua. Aku yakin kalau Harem akan lebih aman suasananya dibandingkan sekarang. Istana Azura tinggal menunggu kehancuran dari orang tua para putri yang ada di dalam harem Yang Mulia Pangeran Nizam," ucap Putri Mira kepada kakaknya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.