CINTA SEORANG PANGERAN

Kemarahan yang Kalah oleh Rasa Mengantuk



Kemarahan yang Kalah oleh Rasa Mengantuk

0Alena berjalan dengan gontai. Tubuhnya sangat lemas dengan kejadian ini. Tangannya berulang kali meraba kalung yang masih menempel di lehernya. Ia tidak tahu mengapa kalung yang ada dilehernya berubah menjadi kalung asli sementara itu yang Ia tahu kalau kalung yang ada pada dirinya adalah palsu. Bukankah Nizam membuatkan yang palsu untuk sesuai dengan idenya.     
0

Alena sama sekali tidak ingin berkata apa - apa, selain dia sangat lelah, dia juga masih trauma dengan kejadian yang ada di depan matanya. Dan yang membuat Alena shock adalah diamnya Nizam. Sebodoh - bodohnya Alena, tentu Ia tahu Nizam pasti menukarkan kalung palsunya dengan yang asli tanpa sepengetahuannya.      

Mengapa Nizam tega tidak mengatakan yang sebenarnya kepada dirinya padahal Alena sudah sangat ketakutan tadi. Seandainya Nizam memberitahukan kepada Alena yang sebenarnya mungkin Ia tidak akan terlalu tegang.     

Nizam melihat Alena terdiam dengan wajah berkerut dan Nizam tahu dengan pasti kalau Alena marah kepadanya. Tetapi Nizam memiliki alasan untuk tidak mengatakan yang sebenarnya. Arani yang berjalan di belakang Nizam bersama Ali da Fuad juga sama diamnya dengan Nizam. Aura ketegangan yang timbul diantara kedua majikannya membuat Arani tidak berani mengatakan apapun.     

Walaupun dalam hati Nizam dan Arani timbul kepuasan melihat pancingan mereka berhasil. Seperti yang mereka duga kalau kasus kalung itu tidak akan pernah berakhir sampai semuanya teruangkap di depan Ratu Sabrina. Nizam yakin kalau Perdana Menteri yang ada dibalik semua ini. Ia sudah sangat mencurigakan sejak dari hilangnya kalung sampai munculnya si pembuat kalung palsu untuk memberitahukan yang sebenarnya.     

Nizam tidak ingin hanya memiliki kalung yang asli tetapi Ia ingin persoalan ini tuntas sampai semua orang tahu kalau Alena tidak bersalah dan kasus selingkuh itu hanya perbuatan orang yang ingin menjatuhkan Alena. Nizam tadinya berharap ketika Putri Nadia dicambuk, Ia akan memberitahukan kejadian yang sebenarnya kepada ibundanya sehingga kejahatan Perdana Menteri Salman diketahui oleh Ratu Sabrina. Hanya saja ternyata Putri Nadia memang putri yang tabah. Ia tidak sedikikitpun mengatakan kalau Ia disuruh oleh perdana mentri Salman. Entah apa yang menjadikan Putri Nadia diam seribu bahasa.     

Alena terus berjalan dengan cepat seakan Ia ingin segera sampai ke istana Nizam dan Nizam hanya mengikutinya dari belakang. Tangannya terhulur ingin memegang tangan Nizam tetapi Alena menepiskannya, membuat Nizam menarik kembali tangannya. Nizam kembali menoleh ke arah Arani tetapi Arani hanya mengangkat bahunya. Bahkan Nizam melihat seringai kejam di bibir Arani yang mengatakan kalau Nizam harus bersiap menghadapi kemarahan Alena.     

Sebagai wanita tentu saja Ia merasakan kekesalan Alena. Siapa yang tidak kesal kalau suaminya menyembunyikan rahasia besar seperti itu kepada istrinya. Arani pasti tahu kalau selama ini Alena tidak tenang dengan kalung palsunya itu tetapi Nizam malah menyembunyikan dari Alena kalung kalung yang asli sudah ada.     

Tetapi Nizam memang bersikeras tidak memberitahukan Alena karena Ia tidak ingin rencananya menjebak perdana menteri Salman gagal. Walaupun memang belum bisa dikatakan berhasil tetapi setidaknya semua orang sekarang tahu kalau Alena benar - benar jadi fitnahan orang jahat dan dengan adanya kalung asli di leher Alena menunjukkan kalau kalung itu tidak pernah hilang.     

Dan satu hal lagi, Nizam tidak ingin Alena tahu kalau yang berbuat ulang sebenarnya Lila. Teman Alena sendiri terlepas dari apapun masalahnya. Alena tidak layak mendapat pengkhianatan dari teman yang sudah dianggapnya saudara sendiri.      

Hingga kemudian mereka sampai di istana Nizam dan Arani kemudian pamit untuk tidur di kamarnya. Wajah Alena benar - benar terlihat sangat letih. Ia seperti robot ketika masuk ke dalam kamar mereka. Nizam masih diam dan menunggu Alena berbicara. Tetapi Alena tampak tidak memliki tenaga untuk berbicara. Ia bahkan langsung merebahkan diri ke tempat tidur masih dalam keadaan memakai pakaian menarinya.     

Nizam perlahan duduk mendekatinya. Ia duduk di tepi tempat tidur dan memandang Alena yang berbaring terlentang dengan mata terpejam. Alena tampak memejamkan mata seakan Ia tidak menyadari kehadiran Nizam. Nizam lalu memegang kaki Alena yang masih mengenakan gelang kaki.     

"Alena...," bisik Nizam perlahan, tetapi Alena tidak menjawab. Nizam menghelan nafas. Nizam mengira Alena benar - benar marah sehingga Ia tidak mengatakan apapun tetapi kemudian Ia mendengar suara dengkur yang halus. Mata Nizam terbelalak. Ya Tuhan... Alena benar - benar sudah tidur. Nizam langsung mengusap keningnya. Ternyata walaupun Alena terlihat sangat marah tetapi rasa kantuknya mengalahkan kemarahan Alena.     

Sambil menggelengkan kepala, Nizam melepaskan gelang kaki Alena. Kemudian gelang dan kalung yang dipakai Alena. Sebelum Nizam menyimpan kalung dari neneknya itu. Ia mengamati kalung itu lalu menghela nafas. Keindahan kalung itu ternyata menimbulkan banyak masalah kepada Alena. Ia tidak akan pernah membiarkan kalung itu dipakai oleh Alena lagi. Ia juga tidak akan pernah mengizinkan siapapun keturunannya memiliki dan mengenakan kalung itu. Baik itu Axel ataupun Alexa ataupun mungkin anaknya yang lain.     

Nizam akan memberikan kalung itu ke museum kerajaan agar semua orang bisa menikmati keindahan dan keunikan dari kalung itu. Dengan ada di museum maka keluarganya akan aman dari kejahatan orang yang menginginkan kalung itu.     

Nizam lalu berpaling ke arah pelayan yang sedang menunggu perintahnya di dekat pintu. Para pelayan itu berdiri berjajar menunggu perintah Nizam. Mereka akan tetap berada di kamar sampai Nizam menyuruh mereka keluar.     

"Berikan Aku air hangat untuk melap istriku," Ujar Nizam sambil kembali menuju Alena. Ia mulai melepaskan pakaian menari Alena. Para pelayan itu mengerti kalau Nizam akan membersihkan tubuh istrinya. Seorang pelayang segera mengambil beberapa pakaian tidur Alena. Para pelayan segera berjajar di samping Nizam sambil membawa pakaian - pakaian tidur Alena.     

Nizam melirik ke arah gaun - gaun itu. Ia lalu menunjuk pakaian tidur berwarna merah muda yang begitu halus dan indah. Para pelayan pembawa gaun yang tidak terpilih segera berbalik pergi setelah membungkuk untuk mengembalikan gaun itu ke dalam ruangan wardrobe.     

Pelayan yang membawakan air segera datang di iring pelayan yang membawakan handuk kecil di atas baki yang indah. Bahkan ada peralatan mandi yang mereka bawa seperti sabun dan spon. Nizam mengambil handuk kecil dan mencelupkannya ke dalam tempat air hangat. Lalu memerasnya.      

Dengan lembut Nizam membersihkan wajah Alena, leher dan seluruh tubuh Alena yang memang berkeringat. Para pelayan hanya menundukkan wajahnya dan tidak berani memandang apapun yang dilakukan Nizam. Bahkan ketika Nizam melepaskan pakaian Alena dan menggantinya dengan gaun tidur. Para pelayan tidak berani mengangkat wajah sedikitpun. Nizam sangat marah jika mereka mengangkat wajah saat Alena sedang berganti pakaian kecuali memang di saat mereka sedang membantu Alena berganti pakaian. Para pelayan tidak boleh melihat tubuh para anggota kerajaan kecuali jika diminta untuk membantu berpakaian.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.