CINTA SEORANG PANGERAN

Aku adalah Suamimu yang Terbaik



Aku adalah Suamimu yang Terbaik

0"Katakan kepadaku, apa yang sebenarnya yang terjadi?" Kata Ratu Sabrina lagi. Ia menjadi tidak sabaran kepada Putri Nadia.     
0

Putri Nadia tampak berpura - pura ketakutan ketika mengatakan, "Hamba tidak berani berbicara" Kata Putri Nadia sambil menundukkan wajahnya. Ia sekilas menatap kobaran api di mata Nizam dan itu lebih menakutkan daripada ancaman Ratu Sabrina. Ia sebenarnya tidak ingin melakukan ini kalau seandainya Ia tidak ingin melihat Alena tersingkir dari istana.     

Putri Nadia sangat membenci Alena ketika Ia tahu kalau Nizam tidak mau  menyentuh dirinya karena terlalu mencintai Alena. Putri Nadia selalu berpikir kalau Alena tidak ada di kerajaan Azura maka Nizam akan berlaku adil dan Ia memiliki kesempatan untuk menjadi salah satu Ratu.     

Putri Nadia tidak keberatan kalau harus berbagi suami karena baginya itu adalah hal yang biasa di kerajaan aliansi. Yang membuat Putri Nadia jadi sangat kesal adalah Ia sudah lama di dalam harem Nizam tetapi Nizam tidak mau menyentuhnya sedikitpun. Bahkan jangankan menyentuhnya, Nizam tidak pernah meliriknya sedikitpun.     

Putri Nadia lupa kalau hidup Nizam lebih modern dibandingkan dengan pangeran lainnya. Diperbolehkan memiliki empat ratu dan istri selir bagi adat kerajaan Aliansi tidak menjadikan Nizam ingin melaksanakan itu.  Bagi Nizam di dalam agama sendiri beristri lebih dari satu itu tidak wajib karena jika Ia sudah merasa cukup dengan satu istri maka Ia tidak ingin menyentuh yang lainnya.     

"Hamba tahu Kalau Yang Mulia Putri Alena..umm.." Putri Nadia tidak melanjutkan perkataannya,  Ia melirik ke arah Alena dan Alena malah maju dan bertanya,     

"Aku apa? Katakan! " Kata Alena sambil melotot, Ia jadi gemas kepada Putri Nadia  nalurinya mengatakan kalau Putri Nadia sedang ingin memfitnahnya. Tapi Nizam menahan tangannya. Situasinya sudah mulai panas dan Ratu Sabrina terlihat sangat marah. Nizam yang hapal betul dengan sifat ibunya tidak ingin Alena terkena percikan amarahnya. Jadi Ia memegang tangan Alena dan menahannya. Alena menoleh ke arah Nizam dan Nizam menggelengkan kepalanya.     

"Aku takut..." Bisik Alena kepada Nizam. Nizam mengusap puncak kepala Alena. "Percayalah, Kau tidak akan apa - apa." Nizam berkata lembut menenangkan hati Alena.     

"Tapi Putri Nadia? Dan kalung itu?" Kata Alena sambil memegang kalungnya. Ia benar - benar sangat ketakutan.     

Ratu Sabrina menunjuk dada Putri Nadia dan mendorongnya tapi Putri Nadia malah mundur sambil tetap menundukkan kepalanya. Ratu Sabrina tampak sangat marah kepada Putri Nadia yang dianggapnya terlalu bertele - tele sehingga Ia mengangkat tangannya dan "PLAK ! " Suara tamparan itu sangat keras hingga pipi Putri Nadia langsung memerah.     

"Tidak sopan! Aku suruh kau untuk mengatakan yang sebenarnya, kau malah bicara berbelit - belit" Kata Ratu Sabrina sambil gemetar. Putri Nadia merasakan pipinya sangat sakit tetapi hatinya jelas lebih sakit. Tetapi Ia menahan diri untuk tidak histeris. Ia hanya ingin melihat Alena dipermalukan dan di usir dari istana ini.     

"Mengapa Kau masih diam? Apa tamparanku belum cukup? Atau kau ingin Aku membunuhmu?" Kata Ratu Sabrina sambil menarik pisau yang ada di pinggang pengawal pribadinya. Putri Nadia terkesiap, Ia tidak mengira kalau Ratu Sabrina semarah itu. Sehingga kemudian Putri Nadia menjatuhkan diri dan berlutut.     

"Ampuni hamba.. ampuni hamba! Hamba akan mengatakan yang sebenarnya. Tetapi ampuni hamba jika hamba bersalah karena hamba juga mendengar dari orang lain. Jika Yang Mulia bersedia mengampuni nyawa hamba maka Hamba akan mengatakan yang sebenarnya. Tetapi jika tidak ada jaminan hidup untuk hamba, Hamba tidak berani" Kata Putri Nadia sambil menyentuhkan keningnya ke lantai.     

"Memangnya berita apa yang kau bawa itu? Apa kau tidak takut mati sekarang"     

"Hamba sebenarnya tidak keberatan untuk mati sekarang dengan membawa berita yang hamba dengar tetapi yang hamba sesalkan adalah jika harus mati setelah hamba mengatakan kebenaran yang hamba dengar.     

Kebenaran yang hamba maksud adalah kebenaran karena hamba mendengarkan berita itu bukan kebenaran dari berita itu. Jadi kalau seandainya berita yang hamba dengar salah, hamba tidak ingin disalahkan" Kata Putri Nadia mulai bersiasat kepada Ratu Sabrina.     

Nizam menghela nafas, Putri Nadia ternyata tidak bisa dianggap remeh, dari awal dia memang pandai memutar balikkan fakta. Putri Nadia sangat cerdik dengan mengatakan hal itu karena itu membuat ibunya  akan mengampuni nyawa Putri Nadia walaupun nanti ucapannya tidak terbukti.     

Selain itu juga ibunya tidak akan membunuh Putri Nadia sebelum Ratu Sabrina mengetahui kebenarannya. Walau bagaimanapun Ratu Sabrina pasti ingin mengetahui kebenarannya.     

Dan apa yang Nizam perkirankan terbukti, Ratu Sabrina dengan gemetar karena marah berkata, "Aku mengampuni nyawamu apapun yang akan kau katakan baik benar ataupun salah" Kata Ratu Sabrina kepada Putri Nadia.     

"Terima kasih Yang Mulia. Kemarin sore hamba mendengar seseorang berbicara kepada pelayan kalau kakaknya yaitu Pangeran Abbash ingin memberikan hadiah ulang tahun untuk adiknya yang terlewat. Yang Mulia Pangeran Abbash mengatakan kalau ulang tahun Ratu Sabrina mengingatkan akan kealpa-annya pada hari ulang tahun adiknya." Kata Putri Nadia setelah Ia menarik nafas terlebih dahulu. Lalu Ia melanjutkan perkataannya.     

"Hamba tidak tahu isinya apa tetapi Pesuruh dari pangeran Abbash itu mengatakan kalau Ia ingin pelayan itu memberikan hadiahnya tepat di akhir acara ulang tahun adiknya. Hamba sebenarnya tidak  curiga mengapa seperti itu. Mungkin Pangeran abbash ingin adiknya mendapatkan perhatian dari putri yang lain"      

Ratu Sabrina mengerutkan keningnya, pikirannya mulai mengaitkan masalah yang terjadi selama ini. Ia sudah mulai menduga - duga apa yang mungkin terjadi.     

"Hamba baru mengetahuinya kalau ternyata itu isinya kalung yang sama persis dengan yang dipakai Putri Alena" Kata Putri Nadia berhenti berbicara, Ia seakan memberikan kesempatan kepada orang - orang untuk menafsirkan kelanjutan dari ceritanya.     

Bisik - bisik mulai terdengar, para putri yang tadi begitu kagum kepada Alena mulai memandang Alena dengan pandangan marah dan jijik. Alena menoleh ke arah kiri dan kanan. Air matanya mulai  menetes tetapi Nizam malah memeluk bahunya. "Jangan menangis! Kalau kau menangis itu menunjukkan kau salah. Tegakkan badanmu!" Kata Nizam kepada Alena.     

"Tapi Aku takut" Kata Alena     

"Bagaimana bisa kau takut kalau ada suamimu yang akan membelamu karena Aku tahu kau tidak bersalah" Kata Nizam.     

"Kau sungguh baik Nizam" Kata Alena sambil menghapus air matanya.      

"Tentu saja, Sayangku. Aku memang sangat baik. Kau sekarang harus mengakui kalau suamimu adalah yang terbaik" Kata Nizam sambil terus menenangkan Alena dan terbukti mendengar perkataan Nizam, Alena mendelik  tertawa sambil air mata yang masih berjejak di pipinya. Ia tahu kalau kehidupannya tidak akan pernah tenang sejak Ia menerima lamaran Nizam untuk menikahinya. Tetapi sikap Nizam yang selalu melindunginya membuat Alena yakin kalau dia akan kuat menghadapi semua masalah yang akan Ia hadapi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.