CINTA SEORANG PANGERAN

Amarah Nizam Kepada Pangeran Thalal



Amarah Nizam Kepada Pangeran Thalal

0"Andaikan Aku bisa mencari akal tentu aku sudah kulakukan, tetapi ini berkaitan dengan kesehatan ayah kita" Kata Nizam semakin muram. Mendengar kata ayah keluar dari mulut Nizam, Pangeran Thalal langsung terdiam. Ia sungguh tidak sampai berpikir tentang Raja Walid. Dan dengan lemah Pangeran Thalal langsung berkata,     
0

"Aku tidak ingin Ayahanda meninggal,  Kakak. Aku minta maaf. Aku tidak berpikir ke arah sana. Tapi apa mungkin foto itu tidak sampai ke tangan Ayahanda?" Kata Pangeran Thalal dengan gelisah. Ia kini tahu mengapa kakaknya kebingungan dan mati gaya.     

"Kalau orang itu sampai bisa mengambil foto Ibunda dan Paman Salman, apa mungkin Ia tidak memiliki kekuatan untuk bisa memberikan foto itu ke tangan Ayahanda. Dan kau pasti tahu, Ayahanda kita memang lemah tetapi Ia bukan orang bodoh. Begitu melihat foto - foto itu Ayahanda pasti akan merasa tertekan, Kau tahu bagaimana Ayahanda mencintai ibuku" Kata Nizam semakin depresi.     

"Kau benar Kakak, Ayahanda kita begitu mencintai Ratu Sabrina sampai - sampai Ayahanda tidak memiliki ruang untuk ibundaku" Kata Pangeran Thalal semakin muram. Nizam melirik tajam ke arah adiknya. Ia ingin sekali memukul bagian kepala adiknya itu tetapi Ia takut kalau Pangeran Thalal malah semakin morang - maring. Ketika Nizam mau berkata, Pangeran Thalal malah berkata lagi seakan Ia ingin menumpahkan kekesalannya kepada Nizam atas ketidak adilan ibunya.     

"Sejak Kakak perintahkan, Ibundaku terus berada di samping Ayahanda. Tetapi yang dipanggilnya adalah Ratu Sabrina. Seakan - akan ibundaku tidak ada harganya di mata Ayahanda," Kata Pangeran Thalal bersungut - sungut.     

"Terus Aku harus bagaimana? Apa Aku harus berlutut di depan Ayahanda dan berkata, "Ayahanda tolong berhenti mencintai ibundaku, cintailah Ibundanya Pangeran Thalal agar Ia tidak marah - marah kepadaku" Kata Nizam sambil mengerucutkan bibirnya. Di saat Ia sedang kesal adiknya malah mengungkit hal yang membuat Ia semakin kesal.     

"Benar.. dan Kakak harus bilang, Cintailah ibundaku karena ternyata wanita yang dicintai Ayahanda yaitu ibundamu telah berselingkuh dengan laki - laki lain" Dan selesai Pangeran Thalal berkata seperti itu Nizam langsung menendang adiknya itu sampai terpental menghantam kursi. Suara keributan yang terjadi langsung menarik perhatian penjaga dan pelayan yang sudah berkumpul di luar termasuk Iqbal, Ali dan Fuad.      

Iqbal kaget melihat majikannya terjerembab di atas kursi  yang berukir lapisan emas itu. Ia segera memburu Pangeran Thalal yang tampak berusaha bangun sambil menghapus sudut bibirnya yang berdarah.     

Ali dan Fuad segera menghampiri Nizam berjaga - jaga di sisi Nizam takut kalau Nizam akan lepas kendali atau Pangeran Thalal yang malah lepas kendali. Nizam berdiri tegak sambil mengusap pergelangan tangannya. Matanya tajam menatap adiknya. Ia sangat tersinggung dengan perkataan adiknya yang mengatakan kalau ibunya berselingkuh walaupun itu benar adanya.     

Pangeran Thalal berdiri dengan muka merah padam karena marah. Ia juga sangat marah dengan kondisi yang harus dialami ibunya. Ibunya bertahun - tahun mengabdi kepada Raja Walid. Mengorbankan seluruh jiwa raganya. Bahkan harus rela mengemis waktu kebersamaannya dengan Raja Walid kepada Ratu Sabrina. Tetapi Raja Walid tidak pernah menghargai cintai dari ibunya. Raja Walid memang memberikan kasih sayangnya kepada Ratu Sabrina tetapi tidak hatinya.      

Raja Walid  memang adil di dalam membagi hartanya termasuk istananya tetapi tidak dengan jiwanya. Raja Walid terlampau mencintai Ratu Sabrina sehingga Ratu yang lain hanyalah pelengkap saja. Dan yang membuat Pangeran Thalal kesal adalah Ratu Sabrina yang begitu dicintai oleh ayahnya malah berselingkuh. Secara manusiawi Pangeran Thalal tidak terima ibundanya diperlakukan begitu.     

Demikian juga dengan Nizam, Ia sebenarnya mengakui kebenaran dari Pangeran Thalal tetapi yang membuat Ia kesal adalah Pangeran Thalal tidak perlu mengatakan hal itu dengan seterang itu. Walau bagaimanapun Ratu Sabrina adalah ibu kandungnya yang melahirkan dia. Jadi Ia merasa layak untuk menghajar Pangeran Thalal. Ketika Nizam  mau maju lagi untuk menghajar adiknya itu tiba - tiba dari arah depan muncul Alena di ikuti oleh Cynthia.     

Rupanya Ali sebelum masuk ke dalam Ia segera mengangkat telepon dan menelpon Alena. Ketika Nizam menendang Pangeran Thalal ini berarti persoalan yang serius dan yang bisa menenangkan Nizam hanyalah Alena.     

Alena  langsung berdiri di depan Nizam yang akan menghajar Pangeran Thalal lagi. Pukulan Nizam langsung terhenti ketika melihat mata Alena yang menatapnya garang. Nizam langsung menurunkan tangannya, emosinya sedikit berkurang melihat wajah cantik yang tampak sangat marah karena Nizam akan memukul Pangerang Thalal.      

Cynthia segera berlari ke arah suaminya dan mengusap sudut bibir Pangeran Thalal yang berdarah. Ia sangat sedih melihat Nizam dan Pangeran Thalal berkelahi. Mereka adalah dua orang saudara yang saling menyayangi. Lalu apa yang menyebabkan mereka sampai bertengkar. Pasti ini persoalan serius.     

"Ada apa?" Bisik Cynthia sambil mengusap luka Pangeran Thalal. Ada memar yang berwarna hijau kebiruan di pipi Pangeran Thalal yang halus dan putih itu. Pangeran Thalal menggelengkan kepalanya. Seperti halnya Nizam, emosinya langsung menurun setelah melihat Cynthia.     

Alena kemudian berkata, " Silahkan keluar semuanya ! Biarkan kami menyelesaikan permasalahan keluarga ini! " Kata Alena dengan penuh wibawa. Membuat Ali, Fuad, Iqbal dan yang lainnya keluar dari ruangan.     

Alena mengusap punggung Nizam dengan lembut dan memintanya duduk. Nizam tadinya bersikeras untuk tetap berdiri tapi Alena berbisik, "Kalau kau marah dalam keadaan berdiri maka duduklah untuk mengurangi tingkat kemarahanmu" Kata Alena membuat Nizam segera duduk.     

Melihat Nizam duduk, Pangeran Thalal dan Cynthia masih berdiri, bukan berarti mereka akan menantang Nizam tetapi secara etika memang mereka tidak boleh duduk sebelum dipersilahkan oleh Nizam.      

Nizam duduk dengan muka  membeku, lagi - lagi Alena berbisik, "Mereka bukan orang lain, mereka adalah saudara dan adikmu. Mengapa Kau berlaku seakan mereka tidak sederajat denganmu" Kata Alena lagi - lagi berkata dengan lembut.     

"Aku sedang marah, sangat marah" Kata Nizam masih dengan muka kelam.     

"Aku tahu sayang, Kalau tidak marah maka kau tidak akan sampai memukul adik kesayanganmu itu" Kata Alena sambil tersenyum. Ia sengaja menyebut adik kesayangan agar Nizam sadar bahwa semarah - marahnya Ia, tetap saja yang di depannya itu adalah adiknya.     

"Saudara itu ibarat anggota tubuhmu. Jika salah satu anggota tubuhmu terluka maka seluruh tubuhmu yang akan merasa sakit. Alloh memberikan takdir yang baik untukmu dengan memberikan banyak saudara sedarah satu ayah. Sedangkan Aku tidak memiliki saudara satupun kecuali adik angkat. Anugrah sebesar ini mengapa tidak kau syukuri.     

Keributan antar saudara itu biasa, tetapi kalau sampai baku hantam seperti ini maka akan jadi hal yang kurang baik untuk diketahui banyak orang." Kata Alena berkata dengan lembut. Sangat lembut hingga kemarahan Nizam bagaikan bara api yang tersiram air. Nizam menghela nafas. Tatapannya melunak, warna hitam dimukanya berangsur pudar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.