CINTA SEORANG PANGERAN

Aku Tidak Ingin Menjadi Ratu



Aku Tidak Ingin Menjadi Ratu

0"Tidak ! tidak Alena, jangan sampai kau dan Nizam pergi meninggalkan Azura" Kata Cynthia dengan wajah sangat panik.     
0

"Memangnya kenapa? Aku tidak masalah, terkadang Aku bosan dan jenuh berada di dalam istana ini." Kata Alena lagi sambil menghela nafas. Ia merasa kalau kehidupannya yang bebas sudah terampas oleh kehidupan kerajaan. Alena tidak bisa bebas keluar rumah, berjalan - jalan, dan berbicara dengan siapa saja. Ia juga tidak suka dengan segala macam aturan dan etika kerajaan.     

"Kau tidak masalah, tetapi Aku yang bermasalah. Kalau Nizam pergi maka suamiku yang akan menggantikan Nizam dan Aku yang akan jadi Ratu. Tidak.. tidak ! Aku sama sekali tidak ingin jadi Ratu. Aku bersumpah, Aku sudah muak dengan semua ini" Kata Cynthia sambil menggerak - gerakan tangannya. Ia benar - benar tidak ingin semua ini terajadi.     

"Heran..  jadi ratu kho menolak, Aneh. Padalah Kau cocok jadi Ratu, Kau sangat pintar" Kata alena lagi membuat Cynthia melotot lebar. Ia tahu kalau Cynthia tidak ingin menjadi Ratu tetapi Ia malah ingin menggodanya.     

"Kau sialan ! berani benar kau berkata seperti itu. Sumpah demi Tuhan, Aku tidak ingin menjadi Ratu. Jadi Alena kau harus bertahan di istana ini. Mari kita melawan apapun yang harus kita lawan. Kita akan singkirkan apapun yang akan menghalangi kau menjadi Ratu" Kata Cynthia dengan penuh semangat.     

Tetapi Alena bukanlah Alena yang dulu, begitu polos dan lugu. Kecerdasannya sekarang sudah mulai bangkit. Melihat Cynthia begitu berapi - api  maka Alena malah menggelengkan kepala,     

"Dulu mungkin Aku mengira kau begitu sayang kepadaku hingga tidak ingin menjadi Ratu. Aku akan mengira kau begitu mendukungku menjadi Ratu." Alena lalu mengangkat bahunya,     

"Sekarang Aku tahu kalau kau tidak ingin menjadi Ratu karena kedudukan itu sangat beresiko tinggi dengan keselamatan nyawa, kedamaian dan ketemtraman. Kau tidak ingin mengambil resiko itu semua sehingga kau akan terus mendukungku jadi ratu. Kau hanya ingin Pangeran Thalal tetapi tidak mau menanggung resikonya" Kata Alena sambil melotot membuat Cynthia terbahak - bahak.     

"Kau benar - benar pintar sekarang Alena. Tidak sia - sia aku mendidikmu selama ini. Kau tahu Alena, dari semau wanita di Azura berdasarkan analisaku selama ini hanya kau yang layak mendampingi Nizam untuk meluruskan semua kekacauan dan kerumitan ini.     

Kau juga sangat baik kepada siapapun termasuk kepada Putri Rheina sehingga di sekarang menjadi temanmu. Aku yakin kau akan tetap bertahan jadi bersemangatlah Alena." Kata Cynthia sambil mengepalkan tangannya.     

Tetapi kemudian Alena malah kembali jadi murung, dan berkata kepada Cynthia dengan nada perlahan,     

"Aku masih sangat tegang dengan sidang para tetua. Sekarang ini pasti sedang berlangsung sidangnya. Semoga semua lancar" Alena tampak berdoa memohon perlindungan.     

***     

Ruangan tempat pertemuan para tetua ada di istana utama dengan nuansa hijau dan emas. Lampu kristal kuno tampak menggantung di atas ruangan. Lampu itu dulunya adalah tempat lilin yang berjumlah puluhan. Sehingga ketika listrik belum ditemukan lampu itu akan menyala dengan nyala lilinnya. Mereka sengaja mengguankan lilin dan bukan minyak tanah sebagai bahan bakar karena lilin tidak mengeluarkan asap yang akan membuat hitam ruangan indah ini.     

Sekarang tidak ada lagi lilin tetapi lampu kristal itu sudah dipasangi lampu bohlam biasa yang sinarnya bisa diatur dari tingkat teredup sampai sangat terang. Ada banyak hiasan dinding berupa ukiran perak dan emas yang menghiasi ruangan itu.  Para tetua adalah para anggota keluarga kerajaan yang selalu memantau perkembangan istana. Mereka memiliki darah yang sama dengan Nizam.     

Tidak ada pihak luar yang diperkenankan untuk hadir. Semua yang hadir adalah satu garis keturunan dari dinasti Al-Walid. Bahkan tidak ada keturunan dari Ratu Sabrina. Ada sekitar dua puluh orang tetua yang dipilih berdasarkan urutan usia. Mereka akan memimpin pertemuan khusus untuk membahas keadaan istana. Jadi memang benar kata Perdana Mentri Salman kalau dia tidak bisa turut campur masuk ke dalamnya karena Ia tidak memiliki darah Al- Walid. Jadi Ia hanya bisa menunggu di luar ruangan dan menerima hasil pertemuan.     

Pertemuan itu rutin di adakan seminggu sekali dan terkadang jika tidak ada masalah penting mereka hanya saling bertemu, berbicara dan menyantap makan siang. Nizam sendiri terkadang hadir atau pun tidak karena biasanya Ia juga harus melakukan kunjungan ke tempat lain.     

Tetapi kali ini Nizam tentu saja harus datang karena masalah yang akan di bahas adalah tentang berita hilangnya kalung warisan Kerajaan Azura. Nizam baru mau melangkah masuk ketika di lihatnya Perdana Menteri Salman tampak membungkuk memberikan hormat.      

Nizam tidak bisa meniadakan etika yang harus Ia ikuti walaupun Ia sangat membenci perdana menteri itu. Ia segera menghampirinya dan memberikan salam.     

"Apa kabar, Yang Mulia? Semoga baik - baik saja" Kata Perdana Menteri Salman. Nizam menganggukkan kepalanya dan bertanya lagi,     

"Apakah istriku masih ada di dalam rumahmu? Apakah Ibunda Ratu Kulsum masih sakit? Mengapa Putri Rheina tidak segera kembali pulang ke istana? Apakah harus Aku yang menjemputnya?" kata Nizam dengan nada dingin.      

Terus terang saja Ia tidak mengerti mengapa Putri Rheina masih belum pulang ke istananya. Bahkan setiap kali dihubungi, nomor handphonenya tidak aktif. Walau bagaimanapun pihak luar masih mengira kalau Putri Rheina masih menjadi istrinya. Ia belum menceraikan secara hukum negara. Ia baru mentalaknya melalui perkataan saja.     

Perdana Mentri jadi terkejut mendengar pertanyaan Nizam. Terus terang saja Ia tidak mengira kalau Nizam akan perduli kepada anaknya. Bukankah selama ini berdasarkan laporan putrinya, Nizam membencinya dan ingin menceraikannya. Jadi benarkah  laporan dari putrinya yang mengatakan kalau Nizam sudah berubah sekarang.      

Perdana mentri masih meragukan itikad Nizam ketika Nizam membawa putrinya ke istananya bersama putri Alena. Sekarang tanpa di duga Nizam bertanya hal itu.     

"Hamba sangat bahagia Yang Mulia begitu memperhatikan putri Hamba. Saat ini Putri Hamba masih merawat ibundanya. Kesehatan istri Hamba masih belum pulih."     

"Hmm.. mungkin setelah persoalan Putri Alena selesai, Aku akan menengok ibunda Ratu Kulsum " Kata Nizam. Tetapi Perdana Mentri salman tampak mengerutkan kening mendengar Nizam akan menengok istrinya.     

"Hamba sangat berterima kasih atas kesediaan Yang Mulia menengok istri Hamba. Tetapi semoga itu tidak merepotkan Yang Mulia."     

"Baiklah kalau paman tidak bersedia Aku menengok Ibunda Ratu Kulsum..."     

"Ti.. tidak ! Bukan seperti itu maksud Hamba.."     

Nizam tidak menlanjutkan perbincangan itu ketika pintu ruangan di buka dari dalam dan Nizam dipersilahkan untuk masuk ke dalamnya. Begitu melihat Nizam masuk maka para tetua dan hadirin yang lainnya segera berdiri dan memberikan hormat kepada Nizam.     

Nizam membalas dengan menganggukkan kepalanya. Ia lalu duduk di kursi utama  karena jabatannya adalah yang tertinggi. Saat ini Ayahnya masih tidak bisa menghadiri pertemuan ini. Ayahnya masih terbaring lemah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.