CINTA SEORANG PANGERAN

Ingin Ratu Sabrina Mati



Ingin Ratu Sabrina Mati

0Hati Nizam semakin kalut mendengar perkatan dokter pribadi ayahnya, Ia tidak dapat  membayangkan bagaimana seandainya ayahnya yang sedang lemah ini melihat foto - foto yang disebar oleh orang yang sedang mengancamnya itu. Nizam kemudian melirik ke arah Ratu Zenita yang sedang sibuk menghapus air matanya. Melihat Nizam menatapnya tangisan Ratu Zenita semakin keras hingga suaranya terdengar dengan jelas. Takut mengganggu Raja Walid yang sedang terbaring tidur, Ratu Zenita berlari keluar. Nizam lalu berlari mengejarnya.     
0

"Ibunda..." bisik Nizam dengan lembut. Ia meraih tangan Ratu Zenita dan mengusapnya lalu mengajaknya untuk duduk di kursi di sebuah ruangan yang tidak terlalu jauh dari ruangan tempat tidur ayahnya.     

Ratu Zenita malah memeluk Nizam dengan erat dan menangis di bahunya. Ia berusaha menahan tangisannya tetapi rasa sedih di hatinya membuat Ratu Zenita tidak berdaya. Nizam tidak berani mengatakan apapun, Ia hanya mengelus kepala Ratu Zenita. Ia sendiri begitu kalut dan merasa sangat bingung dengan semua masalah yang menimpanya.     

Setelah beberapa lama, tangisan Ratu Zenita kemudian reda dan Ia sudah sedikit merasa tenang. Nizam menuntunnya untuk duduk di atas kursi lalu menoleh ke arah pelayan dan meminta air putih untuk menenangkan Ratu Zenita. Pelayan itu segera mendorong meja beroda tempat makanan yang sudah dipersiapkan.     

Nizam melihat ibu tirinya minum air dan itu membuat Ratu Zenita semakin tenang, Ia lalu menyimpan gelas minumannya di meja.      

"Yang Mulia, Maafkan Ibundamu yang tidak berguna ini. Yang Mulia meminta hamba untuk menghibur Yang Mulia Baginda Raja Walid tetapi kenyataannya, Hamba tidak sedikitpun dapat  menghiburnya. Di depan hamba Yang Mulia Raja memang dapat berbincang - bincang dan mencoba menyembunyikan perasaannya tetapi setiap kali hamba tidak berada di sisinya maka Yang Mulia langsung menjadi  murung.     

Yang membuat hamba semakin bersedih adalah setiap kali tidur Yang Mulia sering kali gelisah dan menyebut nama Kakak Ratu Sabrina, Yang Mulia tampak sangat menyesal membuat Kakak Ratu Sabrina marah karena sudah menamparnya. Yang Mulia semakin murung dan lemah.     

Hingga kemudian Yang Mulia pingsan dan sadar lalu pingsan lagi. Hamba sungguh tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan. Perkataan hamba tidak membuat Yang Mulia merasa terhibur. Pandangannya begitu kosong dan penuh rasa penyesalan. Cintanya kepada Kakak Ratu Sabrina begitu besar," Ratu Zenita kembali menangis sedih.     

Ratu Zenita adalah saingan terberat dari Ratu Sabrina. Ia selalu dapat menggantikan peran Ratu Sabrina ketika Ratu Sabrina tidak berada disisinya tentunya atas seizin dari Ratu Sabrina. Tetapi upayanya kali ini sungguh tidak berhasil. Setiap kali Ia berbicara, Raja Walid hanya menghela nafas dan mengangguk atau menggelengkan kepala. Terlihat sekali kalau Raja Walid sangat terpaksa mendengarkan ceritanya.     

"Ibunda Ratu, jangan bersedih. Ananda sangat berterima kasih karena Ibunda sudah bersedia menemani Ayahanda. Setidaknya ada yang menjaganya. Ibunda.. apakah Ibunda tahu hubungan antara Ibunda Ratu Sabrina dengan Paman Salman?" Nizam tiba - tiba bertanya hal yang membuat wajah Ratu Zenita pucat pasi.     

"Hubungan apa?" Katanya dengan nada bergetar, matanya langsung beriak gelisah. Hubungan antara Ratu Sabrina  dengan Perdana Menteri Salman memang tidak banyak yang tahu tetapi seringnya Perdana Menteri Salman mengunjungi Ratu Sabrina memang sudah bukan rahasia umum. Tetapi mereka memang berada dalam klan yang sama. Walaupun saudara jauh tetapi dalam tubuh mereka mengalir darah yang sama. Sehingga tidak ada yang mencurigai kalau mereka ada kedekatan  selain hubungan kekerabatan dan hubungan antara Ratu dan perdana menterinya.     

Ratu Sabrina sendiri tidak akan mengasah kecurigaannya kalau saja Ia tidak memergoki sendiri hubungan mereka. Saat itu ketika Ia akan ke istana Ratu Sabrina karena ingin memberikan gaun yang sengaja Ia beli ketika Ia ke luar negeri untuk menengok Pangeran Thalal. Ia melihat Perdana Menteri Salman sedang menggenggam tangan Ratu Sabrina dengan mesra dan itu langsung membuat Ratu Zenita sangat shock.      

Dengan tubuh gemetar Ia langsung memutar balik dan tidak jadi mengunjungi Ratu Sabrina di istananya. Ratu Zenita sampai tidak bisa tidur berminggu - minggu akibat kejadian itu dan Ia berupaya untuk melupakan penglihatannya itu.  Ratu Zenita tidak ingin mengingat adegan yang akan membuat nyawa dirinya dan seluruh anak - anaknya terancam. Siapa yang berani melawan Perdana Menteri Salman yang kekuasaannya di atas kekukasaan raja Walid.      

Tetapi sekarang Nizam bertanya hal yang membuat Ia sangat ketakutan dan Ia selalu mengeluh mengapa Ia harus melihat adegan itu. Adegan mengerikan itu membuat Ia selalu merasa berdosa terhadap suaminya dan seluruh rakyat Azura.     

Walaupun hanya sekedar berpegangan tangan tetapi ini sangat tidak boleh. Perdana Mentri tidak seharusnya memegang tangan dari Ratu Sabrina. Ia harusnya menjaga jarak dengan ratunya, Jangankan memegang tangannya seharusnya jarak antara mereka pun harus diatur bahkan berbicarapun harus sambil menundukkan kepalanya.     

Nizam menjadi semakin curiga kepada Ratu Zenita karena melihat ketakutan di wajah ibu tirinya itu. Nizam segera mengambil tangan Ratu Zenita dan menyimpannya di kepalanya. Ratu Zenita terpaku.     

"Ibunda demi nyawa ananda, tolong katakan dengan sebenarnya. Apakah ibunda mengetahui hubungan antara Ibunda Ratu Sabrina dengan Paman Salman?" Kata Nizam dengan tatapan tajam.      

"I..i.. ti.. tidak - tidak ! tidak seperti itu. Mereka hanya sebatas Ratu dan Perdana Menteri" Kata Ratu Zenita semakin ketakutan. Nizam menatapnya dengan tajam. Ia semakin penasaran dengan tingkah Ratu Zenita.     

"Melihat tingkah Ibunda seperti itu, Ananda semakin yakin kalau Ibunda tahu tentang sesuatu hal" Kata Nizam sambil memegang tangan Ratu Zenita dengan erat. Sungguh Nizam tadinya sangat berharap kalau foto - foto itu hanya hasil editan untuk menekannya agar menikahi Putri Mira. Nizam sangat berharap kalau ibunya akan setia kepada ayahnya walaupun Nizam tahu kalau ibunya tidak pernah mencintai ayahnya.     

"Yang Mulia, Hamba mohon. saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk membahas hal yang tidak pantas seperti itu. Ada Baginda yang sedang terbaring lemah. Dan hamba tidak ingin Baginda sampai tahu hal seperti ini yang belum jelas kebenarannya. Jagi hamba mohon tolong untuk diam" Kata Ratu Zenita sambil menundukkan kepalanya.     

"Jika Ayahanda sampai tahu.. apakah ?" Nizam tidak meneruskan perkataannya ketika Ratu Zenita tiba - tiba berlutut.     

"Yang Mulia harus tahu kalau selama ini Hamba begitu iri dengan Kakak Ratu Sabrina. Kakak Ratu Sabrina begitu dicintai yang Mulia sementara semua wanita yang ada didalam harem harus mengemis cintanya. Bahkan kami tidak berdaya ketika ratu Sabrina mendominasi Yang Mulia untuk kepentingannya.     

Kakak sangat takut ada diantara kami yang akan membuat Baginda jatuh cinta dan merubah perasaannya kepada Kakak Ratu Sabrina. Kakak Ratu tidak mencintai Yang Mulia Baginda Raja tetapi Kakak tidak ingin kehilangan cinta Yang Mulia Baginda.     

Waktu itu Hamba malah ingin Ratu Sabrina mati, maafkan Hamba yang mulia, " Sampai disini Nizam tampak mendelik ke arah Ratu Zenita tetapi memang itu kenyataannya. Jadi Nizam kemudian hanya bisa diam.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.