CINTA SEORANG PANGERAN

Perasaan Iri Sisca yang menghanguskan



Perasaan Iri Sisca yang menghanguskan

Mata Edward yang hijau itu melihat menyelidik ke semua ruangan yang Ia lalui hingga akhirnya Ia berada di sebuah ruangan tengah. Edward terbatuk mencium bau ruangan yang lama tidak digunakan. Debu berada di mana-mana. Tangan Edward begitu putih dan halus. Tubuhnya bersih dari ujung kaki sampai rambut. Ia adalah seorang artis tentu saja tubuhnya full dengan perawatan. Tubuh sterill itu sekarang berada di ruangan berdebu dan sedikit kotor. Seperti sebuah berlian terdampar di atas tumpukan sampah. Edward merasakan hidungnya gatal sehingga kemudian Ia bersin berkali-kali.     

"Ha..ha..ha.. rupanya Anda alergi debu Tuan Edward. Anak orang kaya tentu saja tidak akan pernah berada di tempat seperti ini. Maafkan Aku, kalau Aku tidak bisa memberikan pelayanan yang terbaik" Terdengar suara wanita menggunakan bahasa Indonesia. Edward mengangkat wajahnya memperhatikan wanita yang mengajaknya berbicara. Matanya melebar dengan maksimal, pemandangan di depan matanya sulit Ia percayai.     

" Kau Sisca???How could be???" Edward terkejut luar biasa. Ia tidak pernah membayangkan kalau yang menculik Lila dan Alena adalah Sisca.     

"Bukankah Kau ada dipenjara?? Dan Kakimu?? Bukankah Nizam menembak kakimu??" Edward melihat kaki Sisca lalu menatap wajahnya. Keningnya berkerut-kerut keheranan. Matanya semaki lebar bahkan sekarang terbelalak seakan ingin meyakinkan sekali lagi bahwa orang yang di depannya adalah Sisca.     

" Kenapa?? Kau berharap aku cacat lalu mati membusuk di penjara? Anda pasti sangat kecewa Tuan Edward. Kau begitu mencintai Alena hingga mencelakakan Aku. Padahal kita tidak pernah kenal sebelumnya. Luar biasa pesona wanita itu." Mulut Sisca tampak geram.     

"Mengapa Kau begitu membenci Alena. Dia adalah orang yang sangat baik. Mengapa Kau selalu menyakitinya. Kau ingin apa sebenarnya. Aku akan berikan apapun asalkan Kau bebaskan dia. Dia sedang mengandung. Apa Kau tidak memiliki rasa iba kepadanya. Kalau Kau membenciku karena Aku membantu Alena kau boleh melampiaskannya kepadaku. Dimana Alena sekarang ?? tolonglah..bebaskan Alena" Wajah Edward tampak memelas. Matanya berkaca-kaca perasaannya cemas luar biasa.     

Sisca bertepuk tangan dengan gegap gempita sambil menggelengkan kepalanya."Luar biasa Tuan Edward.. Anda benar-benar luar biasa. Aku menahan istrimu dan Alena, tapi tidak sepatah katapun kau menanyakan keadaan istrimu. Bahkan Namanyapun tidak terucap dari bibirmu. Bagaimana bisa kau berlaku seperti itu? Kau tahu semakin banyak pria yang menyukainya Aku semakin membencinya" Mata Sisca berkilat-kilat.     

Edward langsung tertohok. Ia seperti tersadar dari mimpi buruknya. Bukankah Ia keluar dari Hotel seperti orang gila karena ingin mencari Lila tetapi kemudian Dia mendengar Alena ikut diculik maka hilanglah nama Lila dalam otaknya berubah menjadi nama Alena yang langsung mendominasi semua pikirannya. " Mengapa Kau begitu menyiksaku Sisca.." Suara Edward langsung terdengar lemas.     

"Karena Aku memang ingin menyiksamu..." Sisca berkata dengan dingin tersenyum licik, sadis dan menakutkan.     

"Nizam yang menembak kakimu, mengapa hanya Aku yang kau siksa?? Kau juga melarangku untuk berbicara dengan Nizam. Apa maksudmu??" Mata Zamrud Edward yang sangat indah itu menatap Sisca.     

Tangan Sisca yang runcing-runcing itu menunjuk ke muka Edward. Matanya berkilat-kilat bagaikan mata seekor harimau yang akan menelan mangsanya. Mulutnya mendesis, suaranya sangat tajam setajam silet. " Kau..yang melemparkan pistol itu ke tangan Nizam. Kau mendatangkan Lila untuk melawanku. Kau penyebab Nizam menembak diriku dan menghalangiku untuk membunuhnya. Apa itu tidak cukup alasan untuk membencimu"     

Edward menelan ludahnya yang terasa kering, Ia lalu bertanya lagi dengan suara parau, " Lalu Nizam??" Edward seakan masih mempertanyakan ketidakadilan yang dibuat Sisca.     

"Nizam..Nizam...Aku tidak bisa menyentuhnya. Aku dilarang menyentuhnya. Dia dilindungi oleh kekuasaan yang tidak bisa kusentuh. Jadi Aku hanya akan membunuhmu, Lila dan Alena.." Kata Sisca.     

Muka Edward pucat pasi. Ia tiba-tiba berlutut, " Aku memiliki kekayaan yang cukup banyak. Aku adalah CEO dari beberapa perusahaan besar di Amerika. Aku juga memiliki royalti dari lagu-lagu yang Aku ciptakan. Demi Tuhan, Sisca Kau boleh mengambil apa saja. Bahkan bila kau ingin membuatku menjadi gelandangan Aku tidak perduli. Tolong lepaskan mereka. Bila Kau sangat membenciku dan ingin membunuhku. Aku tidak keberatan. Bunuhlah Aku.."     

Sisca malah tertawa terbahak-bahak hingga air matanya keluar, hingga kemudian badannya gemetar karena amarah yang sangat meluap-luap dalam hatinya. Tangannya lalu mengepal, perkataan Edward malah membuat rasa irinya kepada Alena semakin membakar semua emosinya. Mengapa selalu Alena, Alena..lagi-lagi Alena. Apa yang dimiliki dia sehingga semua pria ingin memilikinya. Wanita bodoh yang otaknya ada didengkul. Ia lalu mendekati Edward dan dengan Kakinya Ia mendorong bahu Edward hingga Edward terjengkang ke belakang.     

"Melihat Kau begitu memelas, Aku jadi merasa kasihan." Lalu Ia bepaling pada seorang pria bule dan pria kulit hitam yang berjajar di belakangnya. "Bawa dia ke tempat Lila dan Alena. Pastikan Ia tidak membawa apapun"     

Sisca lalu berjalan masuk lebih dalam lagi. Edward yang sedang terjatuh dilantai ditarik berdiri oleh seorang pria bule. Badan Edward sedikit gemetar hingga seluruh persendiannya lemas. Ia setengah ditarik oleh dua orang pria agar Ia bisa berjalan. Hati Edward begitu merasa tertekan. Ia tahu kalau Sisca pasti sudah menyiapkan sesuatu yang akan membuatnya semakin tersiksa.     

Edward merasa kepalanya sangat sakit, nafasnya tidak beraturan, dan denyut nadinya melambat. Ia merasa ruangan yang berdebu dan kotor ini membuat nafasnya semakin terasa sesak. Dadanya bagaikan dihimpit ribuan batu. Edward adalah anak pengusaha Kaya, seorang pejabat yang hidup terbiasa dengan segala kemudahan. Ia juga tidak pernah mendapatkan tindakan kekerasan apapun sejak kecil. Hidupnya berjalan lancar penuh kebahagian. Apapun yang Ia inginkan selalu ada dalam sekejap mata. Bahkan Ayahnya pernah mendatangkan pemain sepak bola terkenal idolanya untuk sekedar menyuapinya ketika Edward mogok makan.     

Satu-satunya hal yang Ia sangat inginkan tetapi tidak Ia miliki adalah Alena. Karena Ia terlalu terbiasa mendapatkan apapun yang Ia inginkan maka Ia menjadi terobsesi dengan Alena. Tetapi bukan hanya sekedar ingin memiliki. Edward lebih menginginkan Alena hidup berbahagia. Ia rela terbakar api dan hancur jadi abu asalkan hidup Alena berbahagia. Itulah sebabnya Ia tidak bisa memalingkan matanya dari Alena. Ia juga tidak pernah bisa melepaskan Alena ke pelukan Nizam sepenuhnya karena Ia selalu beranggapan bahwa Nizam akan menyakiti Alena suatu hari nanti.     

Tubuh Edward sedikit limbung ketika Ia di dorong masuk ke dalam suatu ruangan. Ruangan itu serupa aula. Mungkin itu dulunya bekas ruangan untuk menyelenggarakan pesta dansa. Tapi ruangan itu sekarang sangat kotor dan berdebu. Didalamnya terdapat Alena dan Lila yang sedang di ikat di dua kursi yang berbeda. Kursi itu diletakkan agak berjauhan. Disamping mereka berdiri masing-masing seorang pria dengan pistol yang menempel di kepala mereka masing-masing. Tangan Mereka diikat ke belakang, tali pengikatnya di satukan ke sandaran belakang kursi. Mulut mereka dilakban.     

Ya Tuhan..Nyawa Edward serasa terbang melayang melihat istrinya dan Alena begitu menyedihkan. Apalagi Alena dengan perut besarnya. Mata Lila dan Alena terbelalak melihat Edward. Tangan Edward terhulur tapi kemudian dari belakang Sisca menendang punggungnya hingga Edward tersungkur dihadapan keduanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.