CINTA SEORANG PANGERAN

Menikahlah Jonathan dan Arani (9)



Menikahlah Jonathan dan Arani (9)

0Para tetua tampak sangat tidak menyetujui tingkah laku Nizam tetapi mereka juga jelas tidak akan bisa mengambil tindakan frontal Mengingat bahwa Nizam masih putra Mahkota dan suami anak-anak Mereka.     
0

Walaupun para tetua tampak sangat geram dengan peristiwa ini, tetapi Nizam tetap melangkah penuh percaya diri menuju ke kursi tempat disediakan. Nizam menarik kursi untuk duduk Alena, lalu Nizam duduk setelah Alena duduk. Lagi - lagi para tetua tampak tidak menyukai tindakan Nizam. Itu adalah budaya Amerika dan bukan budaya Indonesia apalagi Azura.     

Di Indonesia para pria jarang melakukan kesopanan yang serupa dengan itu seperti menarik kursi untuk si wanita duduk, membukakan pintu untuk keluar atau masuk bagi wanita, membuatkan sarapan. Apalagi di Azura. Jelas-jelas Nizam adalah putra Mahkota. Ketika Ia berdiri maka semua orang harusnya ikut berdiri sampai kemudian dipersilahkan untuk duduk kembali oleh Nizam. Tetapi ini malah Alena yang duduk duluan.     

Nizam melirik ke arah sudut kanan, di mana Pangeran Thalal dan Cynthia sedang duduk memperhatikan mereka. Lalu Nizam menyuruhnya untuk duduk di sampingnya. Pangeran Thalal membungkuk lalu berjalan menghampiri Nizam. Nizam berbisik di telinga adiknya     

"Kau urus penginapan untuk para tetua bersama Mr. Arescha di hotel Gardenia. Jumlah mereka sangat banyak karena masing-masing tamu membawa para pendamping mereka seperti pelayan, para pengawal dan penasehat lainnya. Jangan sampai mereka merasa tidak puas atas pelayanan kita. Aku tidak bisa menyuruh Arani, karena Ia pernikahannya akan Aku umumkan hari ini"     

"Siap Kakak" Pangeran Thalal menjawab dengan patuh. Dia baru akan berlalu ketika dia tiba-tiba teringat perkataan Cynthia tadi saat Cynthia melihat situasi yang sedikit geting. Cynthia mempelajari raut muka para tetua Kerajaan yang tampak tidak suka dengan perlakuan Nizam terhadap Alena. Dan tentu saja yang akan menjadi sasaran kebencian adalah Alena. Mereka jelas tidak akan berani mendakwa menantunya sendiri, apalagi menantunya adalah seorang Pangeran Putra Mahkota.     

"Oh ya Kakak, kata Cynthia kakak hendaknya jangan terlalu keras dulu karena Kedudukan kakak masih belum kuat" Pangeran Thalal berkata setengah berbisik pada kakaknya. Seakan takut suaranya akan terdengar para tetua Kerajaan.     

Nizam sedikit terperanjat mendengar kata-kata itu. Ia lalu melirik Cynthia, Ia melihat Cynthia menggelengkan kepalanya meminta Nizam untuk berhati-hati. Nizam menganggukkan kepalanya. Ia sendiri sependapat sepenuhnya pada Cynthia. Ibarat harimau, kukunya masih tumpul sehingga Ia belum bisa mencakar. Ia juga belum bertaring sehingga Ia tidak bisa menggigit musuh- musuhnya.     

Nizam mulai berkata-kata di depan para tetua Kerajaan. Nizam memulai pidatonya dengan mengucapkan salam serta shalawat kepada Nabi Muhammad Saw. Serta Doa untuk Ayahnya yang terbaring sakit. Ia juga mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih kepada para tetua atas kehadiran mereka dalam memberikan doa keberkahan dan ucapan selamat datang kepada anak-anaknya.     

Kemudian Nizam memperkenalkan anak-anaknya kepada para tetua.     

Para pelayan berdiri sambil memangku Alexa dan Axel yang masing-masing mengenakan pakaian bayi berenda berwarna putih seperti orang tuanya. Alexa bahkan membuka matanya dan tersenyum manis seakan ingin mempertontonkan keelokan parasnya kepada para tetua. Sedangkan Axel hanya sesekali membuka matanya. Ia tampak sedikit terganggu karena dibawa ke tempat yang ramai. Matanya berputar-putar dengan sedikit gelisah. Ia seakan mencium aura kebencian dan permusuhan yang ditujukan kepadanya dan kepada adik kembarnya.     

Para Tetua itu kemudian berdiri dan berbaris sambil membawa hadiah ucapan selamat yand sudah mereka siapkan sejak dari Azura. Hadiah yang diberikan biasanya melambangkan seberapa besar kekayaan dan kemampuan yang mereka miliki.     

Para Tetua berbaris lalu satu persatu datang mengucapkan sholawat kepada bayi-bayi mungil itu. Tampak Seorang lelaki tua tetapi berpenampilan gagah dan berkulit sangat putih untuk ukuran masyarakat mereka. Lelaki itu walaupun sudah tua tetapi masih terlihat sangat tampan. Ia melangkah sambil membawa sebuah kotak sebesar buku kamus. Pakaiannya berwarna coklat disulam benang keperakan. Nizam segera tahu siapa pria yang ada di depannya. Yang Perkasa Sultan Mahmud, Raja Agung dari kerajaan Zamron. Mertuanya dari Putri Mira. Walaupun Nizam tidak menyukai Pangeran Barry dan Pangeran Abbash tetapi terhadap ayahnya Nizam memiliki perasaan yang berbeda.     

Nizam segera membungkukkan badannya mengambil tangannya dan menyentuhkan pipi-pipinya pada lelaki tua berkarisma. Dari semua kerajaan Aliansi memang Kerajaan Zamron yang paling besar dan bepengaruh. Kedudukannya hampir sama dengan kerajaan Azura. Bahkan beberapa tahun ini kekayaan kerajaan itu seakan mulai melebihi kekayaan dari Azura.     

Sultan Mahmud menepuk bahu Nizam sambil mengucapkan selamat, " Selamat anakku Yang Mulia Nizam. Aku berharap Yang Mulia juga segera akan memberiku cucu. Istriku sangat menantikan kelahiran cucu pertamanya dari Putri Mira"     

Nizam sedikit tergagap kebingungan tidak tahu Ia harus berkata apa, Sejenius apapun seseorang ketika ditanyakan tentang hal ini, tak urung Nizam kebingungan juga. Apakah Ia harus berkata bahwa Ia tidak pernah berniat untuk memiliki anak dari putrinya. Mungkin itu akan sangat melukai pria yang Ia kagumi. Dan masalahnya ini di depan orang banyak sungguh amat tidak sopan berkata jujur terhadap mereka. Tetapi mau berbohong juga terhadap Sultan yang begitu Agung dan Mulia Nizam juga merasa tidak layak. Melihat Nizam hanya terpaku, Alena yang ada disampingnya segera menyadari kebingungan suaminya.     

Alena melirik sedikit kepada Nizam sambil kemudian tersenyum kepada Sultan Mahmud. Alena tidak mengenal siapa laki-laki tua yang ada di depannya. Tetapi ketika para tamu yang lain mengucapkan salam sambil mencium tangan Nizam tetapi pada laki-laki tua ini Nizam malah memberikan salam menyentuhkan pipinya. Alena dengan cepat tahu bahwa pria ini pasti memiliki jabatan yang lebih tinggi dari Nizam. Dan jabatan yang lebih tinggi dari Nizam adalah pasti Raja. Alena segera berkata dengan manisnya.     

"Yang Mulia, Mohon ampuni suami hamba. Yang Mulia Nizam hari ini terlalu bergembira dengan kedatangan para tetua semua sehingga membuat Yang Mulia tampak sedikit kebingungan. Yang Mulia jangan khawatir, Pangeran Nizam pasti tahu apa yang seharusnya dilakukan." Kata Alena sambil tersenyum lalu mencium tangan pria tua itu.     

Nizam memandang istrinya dengan penuh takjub. Ia benar-benar kagum dengan otak istrinya yang tidak stabil itu. Kadang Ia polos, kadang Ia pintar, kadang Ia jenius melebihi dirinya dan Cynthia. Dengan penuh rasa terima kasih pada Alena Ia menganggukan kepalanya kepada Sultan Mahmud.     

"Semoga Yang Mulia Sultan tidak berkeberatan atas kelancangan istri Hamba" Kata Nizam sambil tersenyum kepada Alena.     

Sultan Mahmud tertawa sambil memandang Alena dengan perasaan suka. "Kau adalah wanita yang luar biasa. Kau sangat berbeda dengan semua wanita yang pernah Aku kenal. Terus terang selama ini Aku selalu bertanya-tanya apa yang membuat menantuku sampai melupakan anakku. Ternyata melihat dari wajah dan karaktermu, Kau terlihat memang sangat layak untuk menjadi ratu Azura yang baru. Selamat Tuan Putri Alena atas kelahiran anak-anakmu"     

"Terima kasih Yang Mulia" Kata Alena sambil membungkukkan badannya dengan penuh rasa hormat.     

"Ini adalah hadiah untuk Pangeran dan Putri kecil" Sultan Mahmud memberikan sebuah kotak yang terbuat dari gading yang sangat indah. Kotaknya saja sudah pasti sangat mahal apalagi di dalamnya.     

"Bukalah!!" Kata Sultan Mahmud. Alena segera membukanya dan Ia melihat dengan mata terbelalak melihat dua buah bola emas sebesar bola tenis yang berhiaskan berlian dan permata. Bola itu berongga di dalamnya dan didalamnya ada sebuah kerincing dari perak sehingga kalau diangkat dan digoncangkan maka akan terdengar bunyi kerincing. Dua bola itu memiliki hiasan batu permata yang berbeda yaitu warna biru dan warna merah. Yang berwarna biru pasti untuk Axel dan yang berwarna merah pasti untuk Alexa.     

"Yang Mulia ini sangat indah sekali dan pasti sangat mahal" Alena berseru dengan penuh kekagetan tingkah polosnya tanpa bisa ditahan langsung muncul lagi kepermukaan. Apalagi ditambah dengan muka takjub, mata melotot dan mulut ternganga. Tetapi memang bukan hanya Alena yang kagum tetapi hampir semua tetua menatap hadiah itu dengan mulut terbuka lebar.     

Melihat keindahan dan kemewahan hadiah itu membuat para tetua yang sedang memegang hadiahnya sendiri langsung merasa minder dan ingin melemparkan hadiah dari mereka jauh-jauh. Karena hadiah mereka tidak akan sebanding dari setengahnya hadiah Sultan Zamron.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.