CINTA SEORANG PANGERAN

Hati Yang Terluka



Hati Yang Terluka

0Tapi Nizam masih bisa menahannya.Ia malah memegang kedua ujung jacketnya dan menarik resluitingnya ke atas. " Tutupi tubuhmu kalau kau belum siap" Kata Nizam sambil memegang kedua tangannya putri Rheina dan menyuruhnya untuk duduk. Putri Rheina terbelalak mendengar perkataan Nizam.     
0

"Kata siapa hamba belum siap ? Hamba sudah siap hanya saja ini begitu mengejutkan. pakaian hamba tidak senonoh, hamba merasa sangat tidak sopan" Kata Putri Rheina. Nizam tertawa sambil mengambil gelas minumannya dan meminumnya dengan sekali teguk.     

"Tidak apa - apa. lagi pula Aku sendiri belum siap" Kata Nizam akhirnya berterus terang.     

"Apakah Yang Mulia memang tidak pernah berniat untuk menyentuh hamba? Hamba akan mati dalam keadaan suci" Kata Putri Rheina dengan mata berkaca - kaca. Nizam merasakan hatinya sangat sakit mendengarnya.     

"Aku tidak mencintaimu, Rheina. Aku harap kau memahami hal itu" Kata Nizam dengan suara lirih. Putri Rheina langsung tertunduk.     

"Dulu Yang Mulia tidak pernah mempermasalahkan tentang cinta dan Yang Mulia juga tidak pernah mengatakan tidak kepada hamba sebagai calon istri Yang Mulia. Hamba tahu sejak Yang Mulia mencintai Alena maka Yang Mulia melupakan hamba." Kata Putri Rheina dengan wajah sedih. Nizam terdiam karena memang kenyataannya seperti itu.     

"Rheina.. apakah kau mau Aku lepaskan? " Kata Nizam dengan hati - hati,. Putri Rheina terbelalak menatap Nizam.     

"Apa Yang Mulia hendak menceraikan hamba? Mengapa Yang Mulia begitu tega. Mengapa Hamba harus hidup kalau hanya untuk menderita. Apakah Alena tidak merelakan Yang Mulia untuk menyentuh hamba? Hamba ini istri Yang Mulia. Istri Yang sah. Yang Mulia tidak boleh lupa tentang hal itu.     

Yang Mulia.. jika Yang Mulia sampai menceraikan hamba padahal hamba tidak besalah. Maka Yang Mulia akan berdosa." Putri Rheina jadi morang - maring dengan air mata berhamburan. Kali ini Ia benar - benar sakit hati dengan kata - kata Nizam. Ia lebih suka Nizam membohonginya, membodohinya atau kadang - kadang berkata sinis daripada harus mendengar Nizam akan menceraikannya.     

Nizam langsung terdiam. Ia bisa saja menceraikan semua wanita di harem dengan tidak berperasaan karena tidak ada ikatan batin diantara dirinya dengan wanita lain termasuk Putri Mira. Tidak ada niatan tulus dalam hatinya untuk menikahi Putri mira. Kalaupun Ia berniat menikahi hanya karena ingin menyelamatkan Cynthia dan berusaha mencari celah kesalahan dari Putri Mira.      

Tapi Putri Rheina ? , Ia masih punya jiwa kemanusiaan dan takut menanggung dosa. Apalagi benar kata Putri Rheina kalau Putri Rheina memang tidak berdosa dan memiliki kesalahan untuk tiba - tiba diceraikan. Nizam menjadi gemetar. Ia lalu memegang tangan Putri Rheina dan menariknya untuk duduk dipangkuannya.     

Di belainya rambut Putri Rheina yang berwarna kemerahan itu. "Aku minta maaf. Kau memang tidak salah. Yang salah adalah Aku karena mencintai wanita lain. Aku yang berdosa tidak bisa memperlakukanmu sebagai seorang istri. Kalau kau mau memukulku. Pukullah Aku.. Aku bukan suami yang adil dan baik" Kata Nizam dengan wajah memelas.     

Putri Rheina menangis terisak - isak. Dipeluknya leher Nizam dan Ia menyembunyikan mukanya di leher Nizam, "Apakah karena hamba terlalu egois dengan memaksakan cinta hamba kepada Yang Mulia.      

Tetapi Yang Mulia, hidup terpisah dengan Yang Mulia adalah suatu siksaan bagi hamba. Hamba tidak mengenal laki - laki manapun di dunia ini selain Yang Mulia dan Ayahanda. Jika Yang Mulia menceraikan hamba mungkin hamba akan merana sepanjang hayat" Kata Putri Rheina sambil menangis. Air matanya mengalir dan membasahi leher Nizam.     

Nizam mengelus punggung Putri Rheina dengan perasaan campur aduk. Tetapi yang terbesar adalah perasaan sedih karena rasa bersalah akibat ketidak adilan yang Ia miliki.     

"Rheina, katakanlah ? " Kata Nizam akhirnya berkata perlahan. Putri Rheina mengangkat wajahnya dan matanya yang begitu bulat dan bening itu menatap Nizam. Air matanya masih meleleh membasahi pipinya. Nizam balas menatap Putri Rheina.     

"Seandainya Aku bukanlah calon raja, apakah kau masih mencintaiku. Jikalau yang menjadi raja adalah adikku Pangeran Thalal dan kau diberikan pilihan apakah akan memilih Aku atau Pangeran Thalal maka apa yang akan kau lakukan ?" Kata Nizam kepada Putri Rheina seakan meyakinkan dia untuk yakin kalau cinta Putri Rheina kepadanya adalah cinta karena keinginan menjadi ratu.     

Tetapi Putri Rheina menggelengkan kepalanya. Ia lalu memegang pipi Nizam dengan lembut dan berkata, "Yang Mulia adalah calon suami hamba sejak hamba berada dalam kandungan. Hamba sudah ditakdirkan menjadi istri Yang Mulia. Orang - orang selalu mengatakan bahwa hamba adalah calon istri Yang Mulia.      

Sejak kecil hamba sudah mencintai Yang Mulia tanpa mengerti apakah dan siapakah Yang Mulia. Hamba tidak pernah memahami bahwa suatu hari nanti Yang Mulia akan menjadi Raja. Yang ada dalam benak hamba adalah hamba akan menikah dengan Yang Mulia dan akan menua bersama serta memiliki anak yang banyak. Yang Mulia hamba mohon, Hamba rela Yang Mulia bersikap tidak adil kepada hamba.      

Hamba tidak akan pernah bermimpi untuk mendapatkan cinta yang sama dengan Alena bahkan jikalau hamba sama sekali tidak mendapatkan cinta Yang Mulia, hamba Ikhlas. Hamba hanya meminta satu hal yang Mulia. Tolong jangan singkirkan hamba dari sisi Yang Mulia.     

Biarlah hamba mati sebagai istri Yang Mulia. Jangan pernah melepaskan hamba ketika nyawa hamba masih berada di dalam tubuh hamba. Tapi lepaskanlah hamba jika hamba sudah mati.     

Apakah Yang Mulia tahu, mengapa Hamba sangat membenci Alena. Hamba merasa bahwa dia sudah merampas seluruh Yang Mulia untuk dirinya sendiri. Ia tidak memperbolehkan Yang Mulia untuk membagi yang mulia. Biarlah tidak secara cinta karena Hamba memahami kalau cinta tidak dapat dipaksa.     

Tetapi tidak dapatkah Alena merelakan suaminya untuk bertindak adil kepada kami. Hamba tahu bahwa yang Mulia dipaksa untuk menikahi kami. Hamba memahami bagaimana Yang Mulia tersiksa karena terpaksa harus bersama kami. Tapi bermurah hatilah kepada kami sedikit saja. Yang Mulia tolong jangan biarkan hamba pergi dari hidup Yang Mulia" Kata Putr Rheina dengan tangisnya yang menyayat hati.     

Nizam menjadi tidak tahan, Ia lalu menegarkan hatinya sendiri. Ia kemudian memegang dagu Putri Rhiena. Kemudian mengusap air matanya. dengan Perlahan Ia mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Putri Rheina yang bergetar karena menahan tangis. Putri Rheina sangat terkejut ketika bibir Nizam menyentuh bibirnya apalagi ketika lidah Nizam mendorong bibirnya untuk terbuka.     

Putri Rheina tidak pernah dicium sebelumnya dan ini adalah ciuman pertamanya. Tubuhnya bergetar, ketika merasakan betapa lembutnya ciuman suaminya itu. Air mata Putri Rheina semakin meleleh ketika Nizam semakin memperdalam ciumannya. "Maafkan Aku, Alena ..." Kata Nizam dalam hati dengan penuh luka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.