CINTA SEORANG PANGERAN

Kekalutan Ratu Sabrina



Kekalutan Ratu Sabrina

0Nizam mengikuti langkah ibunya dari belakang, dan Ia masih mendengar ketika ibunya bertanya tentang lukanya, "Apakah lukamu sudah benar - benar sembuh ?" tanya Ratu Sabrina kepada Nizam. Nizam segera menjawabnya,     
0

"Sudah hampir pulih, Ibunda. " Kata Nizam pendek.     

"Syukurlah kalau begitu. Aku sudah yakin kalau kau akan pulih dengan cepat"      

"Ibunda, apakah Ayahanda tahu tentang lukaku ?" Kata Nizam bertanya kepada ibunya. Ratu Sabrina terdiam, Ia sudah lama tidak tinggal di istana suaminya dan memilih tinggal di istananya. Ini karena Ia harus berdiskusi dengan Perdana Menteri Salman tentang kenegaraan dan mereka berdua selalu bekerja sampai larut malam walaupun memang bersama para pejabat lainnya.     

Melihat ibunya terdiam lalu Nizam berkata lagi, " Apakah Ibunda tidak pergi ke istana Ayahanda ? Atau tidak menanyakan beritanya? Ataukah Ibunda tidak perduli dengan kondisi Ayahanda?" Kata Nizam sambil mengerutkan keningnya. Kondisi ayahnya sedang tidak baik seharusnya Ratu Sabrina dan para istri yang lainnya berjaga di istana ayahnya.     

"Ibunda sibuk" Kata Ratu Sabrina sambil menatap lurus ke depan. Ia tampak tidak suka diinterogasi anaknya tentang suaminya sendiri. Ia memang merasa bersalah sudah lama tidak pergi ke istana suaminya bahkan Ia juga tidak meminta istri suaminya yang lain untuk menemaninya karena Ia tidak ingin suaminya di kuasai oleh orang lain selain dirinya.     

Biasanya Ratu Sabrina memerintahkan istrinya yang lain untuk menemani Raja Alwalid. Dan mereka tidak akan berani masuk ke dalam istana Baginda jika memang tidak ada perintah untuk itu. Tidak ada siapapun yang berani melawan kekuasaan Ratu Sabrina.     

Hati Nizam begitu teriris mendengar ibunya mengatakan sibuk. "Ibunda, sesibuk apapun seorang istri, harusnya tidak boleh sampai melupakan suaminya sendiri. Terlebih ketika Ayahanda sedang sakit dan membutuhkan perhatian Ibunda."     

"Mengapa Kau seperti menyalahkan ibunda?" Kata Ratu Sabrina dengan kesal. Ia tiba - tiba berbalik menghadap anaknya. Mukanya merah padam karena kesal. Nizam menghela nafasnya.     

"Maafkan Ananda jika Ananda salah. Jikalau Ibunda mengizinkan, bolehkan Ayahanda tinggal di sini, di istanaku atau di istana Pangeran Thalal ? Agar bisa kami perhatikan." Kata Nizam menawarkan solusi kepada Ibunya.     

"Apakah kau hendak mengatakan kalau selama ini kami kurang memperhatikan Baginda Raja. Yang Mulia memiliki banyak istri mengapa Ananda hanya menyalahkan Ibunda. Ada Ratu Zenita, Ratu Aura dan Ratu Iklima. Mereka semuanya istri dari Ayahmu. Apakah kau sudah berkata kepada mereka?" Kata Ratu Sabrina semakin murka.     

"Ananda tidak menyalahkan Ibunda, Hanya saja, mereka tidak akan berani mengurus Ayahanda tanpa seizin Ibunda. Apakah Ibunda sudah mendelagasikan kepada mereka? " Kata Nizam kepada Ibunya dengan hati - hati. Ratu Sabrina semakin marah dikatakan seperti itu. Ia tahu kalau Ia memang tidak mengizinkan siapapun terlalu dekat dengan suaminya. Ia takut kalau - kalau Raja Alwalid akan memberikan tahta kepada anaknya yang lain dan bukan kepada Nizam.     

"Kau tidak akan mengerti tentang perjuangan seorang ibu. Kau tidak usah terlalu mengatur urusanku. Kau cukup fokus dengan satu hal yaitu menjadi Raja Azura"     

"Ibunda.. tahukah Ibunda ? Kalau Ananda lama - lama bisa muak dengan keinginan Ibunda. Ananda tidak ingin demi tahta maka kebahagiaan semua orang terampas"     

"Kalau kau berpikiran seperti itu, maka bahagiakanlah semua wanita yang ada di dalam harem Ananda dan berikan Kami dinasti Alwalid yang kuat dengan keturunanmu. Kemudian tebarkanlah kekuasaanmu di seluruh kerajaan Aliansi dibawah kepemerintahan kerajaan Azura"     

Nizam menghembuskan nafas. Ibunya sungguh bukan orang bodoh. Ia selalu mendapatkan kata - kata untuk memukul balik perkataannya. Apa yang dikatakannya kembali mengarah kepadanya. Ibunya sering membuat Ia mati kutu. Tetapi Nizam juga tidak berani membantah lagi. Apalagi Ia teringat kata - kata Alena yang mengatakan kalau Nizam harus tahu batasan dan tidak berkonfrontasi dengan ibunya karena itu akan menyebabkan Ratu Sabrina akan semakin membenci Alena.     

"Ibunda benar, Ananda yang salah. Ampuni Ananda " Kata Nizam sambil membungkukan badannya. Ratu Sabrina hanya mengambil tangan Nizam dan mengusapnya.     

"Ibunda sudah banyak berkorban untuk tahta Ananda. Tolong hargai itu. Ananda tidak boleh mengecewakan Ibunda" Kata Ratu Sabrina dengan lembut.     

"Ananda mengerti" Kata Nizam perlahan.     

"Ibunda sangat senang mendengar Kau menyimpan Putri Rheina di istana ini. Bagi Ibunda kau maju selangkah lebih baik. Jika Putri Rheina segera mengandung maka semua Rakyat Azura akan menyambut dengan gembira dan semua tetua akan semakin mempercayai kemampuanmu dalam mengurus kerajaan.     

Ibunda juga yakin kalau kau bisa membuat beberapa putri di dalam harem juga mengandung maka Ayahandamu akan semakin mempercepat kenaikanmu menjadi Raja. Ibunda sudah tidak sabar melihat kau naik tahta. Dan Ibunda sudah ingin beristirahat. Demikian juga dengan perdana mentri Salman. Dia juga sudah lelah dan ingin beristirahat. Kalau kau naik tahta dan anaknya menjadi Ratu maka dia juga akan pensiun dengan hati lega dan tenang"     

Nizam mengerutkan keningnya mendengar perkataan ibunya. Mengapa di telinganya Nizam seperti menyadari kalau ternyata ibunya lebih memahami perasaan mertuanya dibandingkan dengan ayahnya sendiri.     

Melihat muka Nizam yang tertegun dengan kening berkerut, Ratu Sabrina segera menyadari kesalahannya. Ia langsung berkata lagi untuk menutupi kesalahannya,     

"Maksud Ibunda adalah waktu Ibunda sedang rapat membahas keamanan daerah perbatasan bersama yang lainnya, Dia pernah mengeluh tentang lelahnya menjadi perdana menteri dan ingin segera beristirahat tetapi masih belum bisa kalau anaknya yaitu putri Rheina belum menjadi Ratu" kata Ratu Sabrina. Nizam menganggukkan kepalanya.     

"Tidak apa - apa Ibunda, Ananda mengerti kalau kedekatan Ibunda dengan Paman Salman hanyalah kedekatan politik dan bukan kedekatan yang luar biasa. Ananda sangat mempercayai Ibunda" Kata Nizam sambil mengangkat tangan ibunya dan menciumnya dengan lembut dan tulus.      

Walau bagaimanapun Ibunya adalah orang yang telah melahirkannya dan Ia tidak ingin berprasangka buruk terhadap orang yang sudah melahirkannya itu. Baginya berkah dan restu seorang ibu lebih dari segalanya. Ia tidak akan pernah berpikiran begitu keji kepada ibunya sendiri.      

Tetapi bagi Ratu Sabrina sendiri tindakan Nizam yang begitu tulus malah seperti sebilah pedang yang menyayat hatinya. Ia sangat sakit bagaikan teriris sembilu. Sudah jelas - jelas Ia dan Perdana Menteri Salman mendustai semua orang. Dan mereka tidak tahu kalau diantara mereka terjalin cinta yang begitu erat.     

Ia mencintai besannya sendiri. Ratu Sabrina akan meminta cerai dari Raja Alwalid begitu Nizam naik tahta dan Ia akan menikah dengan Perdana mentri Salman kemudian mereka akan menyingkir jauh dari kerajaan Azura.     

Ratu Sabrina tidak ingin semuanya tahu sampai saatnya tiba. Setelah Nizam naik tahta tidak akan ada seorangpun yang akan menghalangi cinta mereka. Mata Ratu Sabrina berkaca - kaca dengan hati ketakutan. Ia sangat takut kalau hubungannya akan terbongkar, terungkap dan Nizam akan mengetahuinya. Nizam pasti tidak akan menerima kalau Ia sudah mengkhianati ayahandanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.