CINTA SEORANG PANGERAN

Kegugupan Maya dan Amar



Kegugupan Maya dan Amar

0Maya pergi meninggalkan Putri Elisa yang sedang morang - maring. Ia tersenyum membayangkan hidup Pangeran Husen akan penuh warna sekarang. Di temani seorang istri dewasa dan dua orang istri yang manja. Serta sebuah kerajaan yang harus Ia urus. Pangeran Husen tidak akan memiliki kesempatan untuk berbuat aneh - aneh lagi. Dalam hal ini Maya mengakui kalau strategi Nizam sangat baik.     
0

Sesampainya ditempat para prajurit, Maya tampak sedikit ragu. Ia gelisah berdiri di depan pintu gerbang untuk masuk ke dalamnya sehingga Maya hanya bisa berdiri saja.      

"Kau mau bertemu Amarkah?" Tiba - tiba terdengar suara dari belakangnya. Maya hampir saja semaput pingsan saking kagetnya. Apalagi ketika kemudian Ia menoleh ke belakang, Wajah datar Arani menyambutnya. Duh.. mengapa wanita besi itu harus berada di depannya sekarang.     

Tapi Maya tidak berani berkata tidak, akan sia - sia kalau Ia berbohong kepada Arani. Apalagi tidak ada Nizam yang akan membelanya jika tiba - tiba Arani naik darah dan memukulnya. Jadi dengan sedikit tersipu mallu. Maya menganggukan kepalanya.      

Untungnya Arani bukan tipe manusia pengobral kata - kata, setiap huruf yang keluar dari mulutnya seakan batangan emas yang sangat berharga sehingga kalau tidak terlalu penting, Arani tidak akan membuka suaranya.     

"Masuklah.. Jam segini kemungkinan dia sudah selesai melatih para penjaga. Karena jam ini adalah waktuku untuk melatih mereka" Kata Arani sambil melangkah masuk ke dalam gerbang. Para pejaga pintu gerbang tampak menggangguk dan memberikan hormat kepada Maya. Maya jadi merasa lega, Ia bisa ikut masuk ke dalam bersama Arani jadi tidak harus adu debat dulu dengan para penjaga.     

Maya juga lega karena Arani tidak banyak bertanya. Arani hanya berjalan sambil menutup mulutnya. Maya jadi menebak - nebak kalau bersama Jonathan. Arani itu bicara banyak atau tidak. Mengingat Jonathan adalah seorang pengacara pasti Ia bukan orang yang pelit dengan kata - kata.      

Maya juga jadi penasaran, bagaimana Arani bisa bercinta dengan Jonathan karena Maya melihat Arani adalah sosok manusia dingin seperti es dan keras seperti baja, tajam seperti ujung pedang, kaku bagaikan batu tugu. Tidak ada senyum, tidak ada kata - kata, apalagi bercanda manis yang romantis. Sungguh manusia langka.      

Setelah melewati beberapa pohon besar dan bangunan - bangunan yang berjajar seperti barak - barak para penjaga. Maya melihat sosok tubuh yang masih berkeringat, " Oh Shit.." Maya seketika memalingkan mukanya karena sosok tubuh itu tampak topless, dadanya yang bidang langsung membuat Maya jadi pedih. Amar sendiri sebenarnya sudah mati rasa dengan Arani karena mereka sering berlatih bersama.     

Tapi ketika Ia melihat sosok tubuh yang berjalan di belakang Arani, mendadak mukanya jadi merah padam. Ia langsung berbalik untuk menyembunyikan dadanya tetapi apa daya ketika berbalik Ia malah memamerkan punggunya yang berotot juga. Maya semakin pucat.     

'Lemparkan pakaianku ! " Amar berteriak ke arah seorang penjaga yang sedang membereskan senjata di sisi lapangan. Kaos Amar berada di senderan kursi di dekat penyimpanan senjata. Penjaga itu segera mengambilnya dan berlari ke arah Amar. Ia tidak mau melemparkannya kepada Amar karena takut tidak sopan.     

Amar segera mengambil kaos putih lalu memakainya segera. Tapi kaos itu adalah kaos ketat sehingga hanya menyembunyikan kulit tubuhnya saja tetapi tidak bentuk dan lekuk tubuhnya. Maya masih merona dan sedikit menyembunyikan tubuhnya di belakang tubuh Arani persis seperti anak kecil yang bersembunyi di belakang tubuh ibunya ketika Ia bertemu orang asing.     

Arani sedikit mengerutkan keningnya melihat tingkah Maya yang malu - malu kucing itu tetapi sekali lagi Ia hanya mengatupkan mulutnya.      

"Assalamualaikum, Arani, Mmm.. Nona Maya" Kata Amar sambil bersiap menerima cacian, sumpah serapah atau pukulan tiba - tiba dari makhluk cantik yang ada di depan matanya ini.      

Arani menjawab salam dari Amar demikian juga Maya. Arani menggeser tubuhnya ke kanan sehingga sekarang Maya terlihat jelas oleh Amar. Maya menjadi tambah gugup. Tiba - tiba saja Ia ingin melarikan diri dari hadapan Amar. Tetapi kemudian Ia teringat air mata Alena yang berhamburan dan membasahi pundaknya. Ia juga melihat bagaima Alena begitu memelas karena tidak berdaya. Maka Maya menjadi menegarkan hatinya. Ia harus kuat.      

Majikannya sekarang adalah Alena, dan mengorbankan diri untuk Alena adalah setimpal dengan pengakuan atas dirinya. Alena sangat baik kepadanya.      

Amar juga masih berdiam diri dan berdiri di depan Maya. Jadilah mereka hanya saling berdiri dan mengalihkan pandangan satu sama lain. Arani menggelengkan kepalanya.     

"Pergillah ke dekat kolam, dan berbincanglah. Jaga sikap. Dari lapangan, Aku masih jelas bisa melihat kalian jadi kalau kalian bertingkah macam - macam, Aku masih bisa melempar kalian dengan tombak itu" Kata Arani sedikit panjang lebar.     

'Iish... apaan sih Nyonya. Aku tidak akan berbuat aneh - aneh' Kata Maya akhirnya tidak bisa menahan diri untuk berkata pembantahan. Arani mendengus dan melangkah ke arah para pengawal yang sudah berdiri berderet untuk berlatih dengannya.      

Amar kemudian merilekskan tubuhnya, melihat badan Maya yang tidak melakukan suatu gerakan yang mencurigakan membuat dia yakin kalau Maya hanya ingin berbicara dengannya. Amar kemudian menganggukan kepalanya dengan sopan dan mendahului Maya untuk berjalan ke tepi kolam tempat para prajurit berlatih renang.     

Maya mengikuti Amar berjalan di belakangnya, Maya dan Amar merasakan kecanggungan yang membuat perjalanan ke tepi kolam menjadi sangat jauh padahal hanya beberapa meter dari tempat mereka berdiri.     

Ketika mereka sampai di bawah pohon yang rindang dan ada kursi serta meja yang memang disediakan tempat untuk berbincang - bincang pelatih atau bahkan para penjaga sambil melihat kegiatan para penjaga yang berenang.     

Amar mempersilahkan Maya untuk duduk dan Maya segera duduk, Ia tidak berani memperlihatkan wajah masamnya karena Ia sedang membutuhkan Amar. Kemudian mereka terdiam dan hanya bergerak ketika seorang pelayan laki - laki menghidangkan minuman untuk mereka.     

"Silahkan, Maya " Kata Amar sambil mempersilahkan Maya untuk minum. Kerongkongan Maya memang sangat kering tetapi bukan karena haus ini lebih karena akibat kegugupannya. Tangan Maya sedikit gemetar mengambil gelas itu dan segera meminum isinya untuk menghilangkan kegugupannya.     

Demikian juga Amar. Jangankan bicara, bernafaspun seakan jangan sampai kedengaran saking takutnya menyulut emosi Maya. Ia sudah merasa cukup dicaci maki oleh Maya dan Ia tidak sanggup kalau harus menerimanya lagi. Dengan hati - hati Amar juga mengambil minumannya dan meminumnya. Ketika Ia mengangkat lengannya Amar baru menyadari kalau Ia habis melatih dan badannya penuh keringat, " Oh..shit! " Amar mengomel dalam hati berharap keteknya tidak bau keringat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.