CINTA SEORANG PANGERAN

Pasangan Normal



Pasangan Normal

0Amar kemudian berdehem dan sebagai laki - laki, mungkin Ia harus bicara terlebih dahulu kepada Maya. Jadi dengan muka sedikit pucat saking takutnya Ia kena omelan Maya, Amar berkata perlahan,     
0

"Tentunya, Nona tidak akan sampai datang kemari kalau tidak ada yang penting" Kata Amar sambil terus komat kamit berdoa memohon perlindungan dari Yang Kuasa agar Maya tidak memarahinya.     

Maya malah menundukkan kepalanya, Ia bingung harus bicara apa. Tapi Ia memang butuh Amar agar Ia bisa melakukan sesuatu. Karena bingung, Maya jadinya hanya diam saja. Mulutnya mendadak kaku dan lidahnya kelu.     

"Saya akan menunggumu, sampai Kau bisa berbicara" Kata Amar dengan sabar. Ia cukup lega dan senang karena Maya tampak sangat jinak. Apalagi kemudian tiba - tiba Maya berkata,     

"Aku minta maaf kepadamu. Aku sering memarahimu tanpa alasan" Kata Maya sambil menghela nafas panjang. Sangat sulit baginya untuk bicara lembut kalau biasanya Ia hanya bisa memarahi orang.     

"Tidak apa - apa. Mungkin Wajahku memang membuatmu muak" Kata Amar sambil tersenyum. Maya menjadi pucat,     

"Tidak ! Tidak ! Bukan seperti itu. Wajahmu tidak membuatku muak. Aku hanya sedang kesal saja waktu itu" Kata Maya memerah.     

"Oh ya ? Kalau begitu, wajahku memang ngeselin ya?" kata Amar lagi.     

"Aah.. bukan seperti itu. Tolong Amar, jangan membuatku serba salah" Maya akhirnya merengut.     

"Oh baiklah.. baiklah. Aku akan diam" Kata Amar sambil mengangkat tangannya.     

"Aku akan berkata sesuatu tetapi Aku harap Kau tidak mentertawakan Aku" Kata Maya dengan wajah serius.     

"Tertawa ? memangnya Kau pernah membuatku ingin tertawa?" kata Amar kebingungan. Ia berkata serius dengan mengatakan hal ini. Sepanjang Ia bertemu dengan Maya belum pernah sekalipun Maya membuatnya tertawa. Maya selalu memarahi Amar tanpa alasan. Tapi Maya malah mencibirkan bibirnya yang tipis dan mungil itu dengan kesal.     

"Mengapa kau malah mengolok - ngolok Aku?" kata Maya     

Amar menampar mulutnya sendiri, "Duh ini bibir.. malah membuat Nona Maya jadi kesal" Kata Amar dengan menyesal. Melihat Amar menampar bibirnya sendiri, Maya jadi tersenyum dan itu membuat Amar takjub melihat senyum Maya. ternyata senyum Maya sangat indah sekali. Mengapa Maya begitu jarang mempertontonkan kecantikan senyumnya.     

Tapi kemudian Amar segera memalingkan mukanya dari wajah Maya. Sungguh tidak sopan tatapan matanya kepada Maya. Maya sendiri tidak sadar kalau Amar sedang merasa menyesal karena telah berani mencuri pandang ke arah senyumnya.      

"Aku sebenarnya sangat malu mengatakan ini tetapi ini sifatnya sangat mendesak" Maya terdiam, menghela nafas dulu. Amar hanya melirik sekilas sebelum kemudian Ia menganggukkan kepalanya.     

"Aku tahu itu, ini pasti sifatnya sangat mendesak. katakanlah ! Apapun yang kau katakan maka Aku mendengarkan"     

'Tapi pembicaraan ini bukan tentang bicara dan mendengarkan, tetapi butuh persetujuan darimu." Kata Maya.     

"Oh ya ? Apakah itu ? Kau membuatkan jadi ketakutan sekaligus penasaran " Kata Amar.     

Maya menggigit bibirnya sendiri dengan muka merona,      

"Aku ingin pergi ke Jepang " Kata Maya kepada Amar. Amar terkejut, pergi ke Jepang? lha, mengapa pula harus berkata padanya. Sejak kapan Maya harus meminta izin kepadanya. Amar memalingkan wajahnya ke arah wajah Maya dengan kening berkerut. Maya jadi semakin gugup.     

"Kalau Aku pergi sendiri, Yang Mulia pasti tidak akan mengizinkan " Kata Maya cepat - cepat untuk mengusir kebingungan Amar.     

"Tapi apa hubungannya denganku?" Kata Amar masih kebingungan. Maya langsung menghela nafas. Amar ini kurang peka terhadap apa yang Ia katakan.      

"Bukankah Kau dan Aku mmmm... sedang dalam ikatan perjodohan" Muka Maya benar - benar merah dan badannya jadi panas. Ingin rasanya Ia menenggelamkan dirinya ke air kolam yang ada di depannya dan tidak akan muncul kembali.     

"Oh.. ya, Aku mengerti sekarang" Kata Amar.     

"Baguslah kalau kau mengerti" kata Maya dengan bahagia.     

"Kau ingin meminta tolong padaku untuk meminta izin kepada Yang Mulia Pangeran Nizam kan?" Kata Amar. Mendengar itu Maya jadi merengut kembali, ternyata pria ini benar - benar tidak tahu atau sedang mempermainkannya. Jendral besar ini sedang bermain - main dengannya. Kalau cuma meminta izin mengapa pula harus meminta tolong kepada Amar. Bukankah secara kedekatan, Ia sekarang lebih dekat dengan Nizam dibandingkan Amar.      

Amar ini jendral Nizam dan Ia adalah asisten Alena, dan kebersamaan Nizam dengan Alena menjadikan Ia akan lebih dekat dengan Nizam sekarang. Bahkan dibandingkan Arani. Karena semakin sering Nizam bersama Alena maka Ia akan semakin sering juga Maya berdekatan dengan Nizam.     

Tetapi memang Amar ini sedang kacau saat ini sehingga Ia tidak tahu apa yang ada dalam pikirannya.     

"Tentu saja bukan seperti itu. Ini bukan tentang meminta izin tapi ini tentang kesempatan untuk mendapatkan izin itu. Aku dulu pernah meminta Pangeran izin Pangeran Husen tentang ini dan waktu itu Pangeran Husen mengizinkan. Tapi Aku belum memiliki kesempatan untuk pergi ke Jepang hingga statusku sudah berubah sekarang. Aku sekarang berada di bawah wewenang Yang Mulia Pangeran Nizam.      

Pangeran Husen itu berbeda dengan Pangeran Nizam. Apa kau pikir Yang Mulia Pangeran Nizam akan membiarkan Aku pergi sendiri tanpa ditemani?" Kata Mya kepada Amar dan Amar langsung mengerti maksud dari Maya.     

"Aku paham sekarang, Jadi kau ingin ada teman untuk bisa ke Negara Jepang?" Kata Amar. Maya menganggukan kepalanya.     

"Kau bicara kepadaku, berarti kau ingin meminta Aku untuk menemanimu?" Kata Amar dengan perlahan. Wajah Maya kini menjadi merah sekali.     

Amar juga tak kalah merahnya ketika Ia menyadari apa yang diminta Maya,     

"Kau ingin Aku menikahimu segera ? " Amar berkata perlahan, Ia mengerti sekarang mengapa Maya berkata agar Ia tidak tertawa, dan mengapa Maya begitu tertekan.     

"Maafkan Aku, Amar.. tapi ini demi Yang Mulia Putri Alena"     

"Oh.. Aku mengerti. tentu saja seperti itu" Kata Amar sambil menganggukan kepalanya. Tidak usah dikatakan sejelas itu karena tidak ada hal yang melatarbelakangi tidak mungkin tiba - tiba Maya ingin agar Ia menikahinya.     

Maya memerlukan seorang teman untuk menemaninya ke negera Jepang dan teman itu haruslah muhrimnya di mata Nizam yang sedikit kaku tentang hal protektif kepada semua orang - orang yang ada didekatnya. Amar tahu itu dengan jelas, Ia sudah lama mengenal siapa Nizam.     

"Bulan madu akan jadi alasan yang tepat untuk kita pergi ke Jepang ? Bukankah begitu Nona Maya ?" Kata Amar lagi kepada Maya. Dan itu malah membuat Maya jadi gugup karena takut Amar salah mengerti. Ia menggerak - gerakkan tangannya menolak perkataan Amar.     

"Tidak! Tidak seperti itu maksudnya. Ini bukan tentang bulan madu. Eh maksudnya adalah alasannya jangan itu? Itu terlalu vulgar" Kata Maya dengan merah padam.     

"Vulgar ? Vulgar bagaimana? itukan hal biasa bagi pasangan yang baru menikah? "     

"Iya kalau pasangannya normal." Kata Maya perlahan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.