CINTA SEORANG PANGERAN

Bisa - bisa Nizam Muntah Darah



Bisa - bisa Nizam Muntah Darah

0"Bagaimana mungkin Yang Mulia ingin hamba memata - matai Ayanda sendiri ? Apakah Yang Mulia ingin hamba mengkhianati Ayah sendiri?" Kata Putri Rheina sambil bangkit berdiri dan hendak pergi dengan muka marah. Nizam malah ikut berdiri lalu merangkul pinggangnya dan berkata dengan lembut,     
0

"Apa yang kau takutkan? Pengkhianatan apa? Bukankah Ayahandamu adalah Ayahandaku juga ? Kami berada di satu pihak. Jadi walaupun Kau melaporkan Ayandamu pastinya tidak akan membahayakan apa - apa" Kata Nizam.     

"Lalu kalau tidak membahayakan untuk apa Yang Mulia menyuruh hamba memata - matai Ayahana" Kata Putri Rheina. Nizam menyimpan dagunya di pundak Putri Rheina sambil berkata lagi,     

"Aku takut Ayahanda melakukan pekerjaan yang membahayakan dirinya sendiri dan bukan membahayakan diriku" Kata Nizam. Putri Rheina menjadi terkejut, Ia lalu membalikkan tubuhnya menghadap ke Nizam.     

"Memangnya apa yang terjadi? Apakah yang Ayahanda sedang lakukan hingga akan membahayakan dirinya sendiri" Kata Putri Rheina sambil berdebar - debar.      

"Itulah yang sedang ingin kuselidiki. Kau tahu ketika dalam penjara kau hampir mati karena pelayanan yang buruk. Ketika kau sakit harusnya kau mendapatkan perawatan medis yang memadai tetapi kau malah dibiarkan. Ini seperti kelalaian yang disengaja" Kata Nizam kepada Putri Rheina.     

Putri Rheina termenung, Ia berpikir keras dan mengingat kembali ketika Ia dipenjara. dan memang seingatnya Ia tidak mendapatkan perlakuan yang istimewa saat dipenjara. Ia mendapatkan makanan dengan rasa yang mengerikan sehingga Ia berberapa kali terkena sakit perut. Tetapi karena sewaktu di penjara Putri Rheina sedang sangat galau dan sedih sehingga Ia tidak memperhatikan itu semua.     

Ia hanya ingin mati saja saat itu. Sewaktu Ia sakitpun tidak ada yang merawatnya. Ia hanya diberikan obat seadanya. Tapi lagi - lagi Ia tidak perduli karena Ia hanya memikirkan Nizam saja dan ketakutan karena telah mencelakakan Putri Kumari. Dan Putri Rheina sekarang merasa curiga sehingga kemudian Ia berkata kepada Nizam,     

"Memang benar Yng Mulia, hamba merasa dibiarkan mati di dalam penjara. Kalau saja Yang Mulia tidak cepat mengeluarkan hamba di penjara itu maka Hamba pasti telah benar - benar mati sekarang."     

"Bagus kalau kau sudah menyadarinya sekarang. Nah seharusnya kalau kau mendapatkan pelayanan buruk, Ayahmu sudah bergerak untuk menyelamatkanmu. Aku tahu waktu itu ada pengawal kerajaan Rajna yang menjadikan Ayahmu tidak dapat menengokmu dengan leluasa.      

Tetapi walaupun begitu seharusnya dengan kekuatan yang Ia miliki, Ayahandamu bisa mengatur segalanya. Tetapi Ia tampak tidak berdaya untuk menolongmu. Aku menduga ada keterkaitan antara ayahmu dengan kepala penjara. Aku sengaja memberitahukan kepadamu karena Aku khawatir dengan keselamatan Ayahmu. Tidak mungkin Ia membiarkan anaknya mati dalam penjara" Kata Nizam kepada Putri Rheina panjang lebar.     

"Aku mengerti, Aku tidak ingin kehilangan Ayahandaku. Hanya dia satu - satunya pria dalam hidupku jika kelak Yang Mulia benar - benar akan menendang hamba keluar dari harem." Kata Putri Rheina sekali lagi dengan hati retak seperti serpihan kaca retak yang tidak dapat disatukan kembali.     

"Jangan berkata seperti itu, berdoalah agar Alloh memberikan yang terbaik untuk kita. Sekarang kemasi barang - barangmu yang perlu saja. Dan mari Aku antar ke rumahmu" Kata Nizam sambil mendorong Putri Rhiena dengan lembut.     

"Yang Mulia.. hamba akan melakukan apa saja untuk yang Mulia" Kata Putri Rheina sambil tersenyum.     

"Aku percaya. Sekarang Aku minta izin untuk keluar dulu. Besok baru kau akan pulang" Kata Nizam sambil berpamitan. Putri Rheina hanya mencium tangannya dan segera pergi menuju ruangannya.     

Nizam keluar dari tempat berlatih menari Putri Rheina tetapi baru saja dia melangkah dua langkah dia melihat Nayla sudah berdiri bersender di sebuah pohon yang berada tepat di depan ruangan menari Putri Rheina. Nizam mengerutkan keningnya melihat Nayla yang bersender denga muka datar dan dingin. Tidak biasanya asistennya itu memasang wajah seperti itu. Bukankah biasanya dia berwajah polos dan menyebalkan.     

"Ada apa dengan wajahmu? Apa kau habis tercebur di kolam cuka? Atau kau gagal melaksanakan tugas yang Aku berikan?" kata Nizam sambil melirik sedikit.     

"Sewaktu di ruangan Putri Mira, Yang Mulia jelas mengatakan cukup Tuan Putri Alena sajalah yang akan menjadi istri Yang Mulia. Tapi melihat Yang Mulia dan Putri Rheina tadi, hamba jadi meragukan itikad Yang Mulia" Kata Nayla sambil melengos.     

Mata Nizam hampir mencelat keluar karena marah, beraninya Nayla berkata seperti itu kepadanya. "Berani benar kau berkata seperti itu kepadaku?" Kata Nizam dengan kesal. Bahkan Arani saja tidak pernah mempertanyakan hal apapun yang dia lakukan. Bocah kemarin sore ini benar - benar keterlaluan.     

"Ampuni Hamba Yang Mulia, tapi ini tidak adil untuk Yang Mulia Putri Alena. Putri Alena sudah banyak menderita."     

"Tahu apa Kau tentang penderitaan seseorang? Dia adalah calon Ratu Azura, dia harus siap menghadapi semua permasalahan yang terburuk. Kalau dia mudah putus asa karena penderitaan yang tidak seberapa maka Ia tidak pantas menjadi Ratu Azura. Dan Kau harus ingat. kalau Aku berkata seperti itu bukan berarti bahwa itu akan dapat terlaksana dengan semudah membalikkan telapak tangan.     

Aku sedang berusaha berjalan lurus dan berbuat seadil mungkin untuk seluruh pihak. Sekarang jangan menuduhku yang bukan - bukan. Dan tutup mulutmu dari Alena" Kata Nizam langsung uring - uringan.     

Nayla langsung merubah wajahnya jadi lebih lembut dan segera berlutut kepada Nizam sambil berkata, "Ma..afkan hamba. Hamba sudah lancang. Tetapi seperti Yang Mulia ketahui kalau di Azura ini banyak dinding bertelinga. Keberadaan Yang Mulia di ruangan Putri Rheina pasti sudah sampai ke telinga Putri Alena." Kata Nayla kepada Nizam. Nizam mendengus,     

"Mereka tahu Aku datang ke ruangan Putri Rheina dan bukan apa yang Aku lakukan di dalamnya. jadi kalau sampai Alena tahu kalau Aku bermesraan dengan Putri Rheina, Aku akan memotong lidahmu" Kata Nizam mengancam Nayla. Nayla langsung menutup mulutnya.     

"Jangan Yang Mulia, hamba belum pernah melakukan seperti yang dilakukan oleh Yang Mulia dan Putri Rheina tadi. Kalau lidah hamba dipotong bagaimana nanti hamba melakukannya" kata Nayla dengan polos. Nizam langsung beristighfar.     

Keningnya mendadak berkerut dan otaknya hampir meledak karena asistennya itu. Ia benar - benar tidak mengerti mengapa Ia sampai mempertahankan Nayla di sisinya. Dia sama sekali tidak kompeten dengan Nizam. Dari Arani turun ke Nayla ini seperti membandingkan Berlian dengan batu koral.     

"Astaghfirullohaladziim.. Kau ini lama - lama, benar - benar akan membuatku muntah darah. Cepat keluar dari tempat ini!" Kata Nizam sambil melangkah keluar di ikuti oleh Nayla yang berjalan sambil mengatur langkahnya agar tidak mendahului Nizam.                   


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.