CINTA SEORANG PANGERAN

Nizam Bisa Mati Dicambuk Ibunya



Nizam Bisa Mati Dicambuk Ibunya

0Nizam mendengar ibunya yang berkata dengan penuh penekanan kepada Nizam. " Ananda tahu, Ibunda. Ibunda bermaksud baik tetapi Ananda tidak bisa menutup mata dengan buruknya keamanan Harem dan istana akhir - akhir ini. " Kata Nizam dengan sedikit terengah ketika ujung cambuk itu kembali mengenai kulit punggungnya.     
0

"Kau meragukan keamanan istana ? Sejak kapan ? Kau bertahun - tahun tinggal di luar istana dan belum genap satu tahun kembali ke dalam istana. Kau dan Alenamu itulah yang menciptakan banyak masalah.      

Cintamu terlalu mencolok. Cintamu terlalu tidak masuk diakal. Kau terlalu kelihatan mencintai Alena. dan itulah yang menyebabkan kondisi istana jadi kacau. Seandainya kau menjalankan kewajibanmu sebagaimana mestinya tentu semua ini tidak akan terjadi. Jadi sumber permasalahannya adalah Ananda. Yang Mulia Pangeran Nizam Al - Walid" Kata Ratu Sabrina dengan muka merah padam.     

Semua orang mendadak hening mendengar perkataan Ratu Sabrina. Apa yang dikatakan oleh Ratu Sabrina sangat masuk di akal menurut masyarakat kerajaan Azura. Adat dan istiadat mereka sudah terbangun berabad - abad. Dan istana ini sudah berdiri sejak lama. Semuanya berjalan sebagai mana mestinya.     

Nizamlah yang membawa banyak perubahan di dalamnya terutama di dalam harem. Rusaknya tatanan di dalam harem membuat kekacauan yang tiada akhir padahal masih banyak yang harus diurus selain mengurusi harem.     

"Ananda harus tahu, rusaknya harem akan membawa kehancuran kepada sistem kerajaan. Ada banyak kepentingan selain hanya menyentuh seorang wanita. Pratik pernikahan adalah jalan yang ampuh untuk menghilangkan terjadinya sengketa di dua kerajaan. Mengapa Anada begitu egois dengan cinta Ananda.      

Ibunda dulu sudah berkata kalau Harem harus diutamakan. Kekuatan seorang raja adalah koalisi dengan orang yang ada di belakang harem. Kau mengerti atau tidak. Ketika kita berbicara tentang Putri Rheina maka kita akan berbicara tentang Perdana Mentri Salman dan koalisinya. Ketika kita berbicara Putri Mira maka kita akna berbicara tentang kerajaan Zamron, Ketika kita berbicara tentang Putri Alycia maka kita Akan berbicara tentan Jendral Ghozali dengan seluruh kekuatan pasukan kerajaan." Apakah itu jelas ? Mengapa kau tidak mengerti juga?" Ratu Sabrina berbicara dengan suara keras.     

Hilang sudah kelembutannya yang ada adalah kemarahan dan sifat kerasnya. Nizam hanya terdiam. Orang yang ada diruangan itu hanyalah beberapa orang termasuk Alena dan Maya yang datang mengendap - ngendap dari belakang. Sebenarnya Latifa tahu kalau di belakang ada Maya yang datang mengendap - ngendap tetapi dia pura - pura tidak melihat. Ia takut Ratu Sabrina semakin gelap mata dan akan mencelakakan Nizam. Jadi siapapun yang datang dan ada dipihak Nizam, Latifa hanya diam.     

Sayangnya setiap orang yang datang tidak memiliki wewenang dan keberanian untuk melawan Ratu Sabrina. Siapa yang berani melawan wanita yang paling berkuasa di Azura. Jangankan orang - orang yang derajatnya ada di bawah Ratu Sabrina sedangkan suaminya sendiri tidak berdaya menghadapi kekerasan hati Ratu Sabrina.     

Nizam hanya menghembuskan nafasnya sambil menguatkan dirinya agar Ia tidak jatuh pingsan karena kesakitan yang terus menderanya. Ia malah teringat ketika Ia menyakiti Alena dengan cambuknya. Ia seperti mendapatkan balasan yang setimpal karen sering menyakiti Alena.     

"Yang Mulia... apa sebaiknya tidak dihentikan.." Kata Latifa sambil berdiri dengan wajah gelisah di sisi Ratu Sabrina. Ia takut Nizam tidak akan tahan. Ini sudah lebih dari dua puluh cambukan dan bagi manusia biasa pasti sudah mati. Tapi Nizam masih bertahan dengan tubuh gemetar. Mengapa kedua orang didepannya ini begitu sama keras kepalanya. Apa mereka tidak ada yang mau mengalah salah satunya.     

Ratu Sabrina malah mengerling dengan tajam kepada asistennya itu,     

"Kau ingin kerajaan Azura hancur ditangannya? Kau ingin dinasti Al-Walid berakhir di tangannya?" Teriak Ratu Sabrina.     

"Tentu tidak Yang Mulia.." Kata Latifa dengan muka pucat pasi     

"Kalau begitu biarkan Aku mengajarinya. Bagaimana menjadi Putra Mahkota yang benar dulu sebelum dia menjadi Raja. Dia terlalu lemah untuk menjadi Raja. Kelemahan dia akan membuat dia dimanfaatkan orang lain. Dia harus tahu kalau menjadi seorang raja yang kuat itu tidak boleh terlalu banyak menggunakan perasaannya. Apalagi perasaan terhadap wanita" Kata Ratu Sabrina.     

Latifa langsung bungkam seribu bahasa. Ia tidak berani mengatakan apapun lagi. Ratu Sabrina sedang sangat emosi karena penentangan Nizam terhadap perintahnya     

Alena menatap Nizam yang dicambuk hanya untuk mempertahankan dirinya di dalam istananya. Ini sudah keterlaluan. Alena jadi gemas dengan kebodohan Nizam. Tapi ketika didengarnya Ratu Sabrina berkata seperti itu, Alena baru menyadari mengapa Nizam bersikukuh ingin mempertahankannya di dalam istana.     

Nizam selalu ingin melindunginya walaupun harus merusak tatanan harem dan istana. Alena menyadari bahwa cinta Nizam memang hanya untuknya. Air mata Alena kemudian meleleh dan kemudian Ia menoleh ketika ada seseorang yang menariknya. Dilihatnya di belakang ternyata itu adalah Maya.      

Mata Maya begitu nanar melihat Nizam yang dicambuk sambil berdarah - darah. Walaupun Nizam tidak merintih sedikitpun tetapi dari wajahnya yang pucat, Maya tahu kalau Nizam sedang merasakan sangat kesakitan. Maya hampir meneteskan air matanya kalau saja Ia tidak menahannya sekuat tenaga. Cinta Nizam kepada Alena begitu besar hingga membiarkan dirinya dicambuk seperti itu.      

Nizam yang terlihat lemah karena berusaha mengorbankan dirinya untuk orang - orang yang dicintainya. Nizam berusaha melindungi seluruh orang - orang yang ada disekelilingnya. Nizam mengupayakan segalanya tetapi orang - orang terkadang salah menafsirkan tingkahnya. Nizam terlalu lemah, lemah apanya? Dia hanya tidak sanggup harus melihat orang - orangnya disakiti.      

Maya melihat betapa tabahnya Nizam dicambuk Darbah, Padahal cambukan itu sangat menyakitkan. Setiap kali ujung cambuk itu mengenai kulit punggung Nizam maka kulit itu langsung terkelupas. Maya kemudian menatap Alena yang berpaling kepadanya dengan mata yang berlinang.     

"Ma..Maya.." Alena memanggil Maya dengan hati pedih seakan meminta tolong. Alena takut kalau Ia bersuara Ia akan menambah marah Ratu Sabrina. Apalagi dilihatnya Ratu Sabrina begitu murka kepada Nizam. Maya menggelengkan kepalanya kepada Alena.     

"Yang Mulia tidak boleh diam saja. Yang Mulia Pangeran bisa mati. Sepuluh cambukan lagi maka nyawanya akan melayang" Kata Maya sambil berharap Darbah akan melambatkan cambukannya. Dan Maya memang benar, Darbah terkadang melambatkan cambukannya dan menunggu kalau - kalau Ratu Sabrina akan segera menghentikannya. Setiap kali Darbah mencambuk, mulutnya komat kamit berdoa agar Pangeran Nizam kuat menahannya.     

Alena langsung bercucuran air mata mendengar perkataan Maya. Ia sangat mencintai Nizam tapi bingung harus berbuat apa. Karena Ia masih ketakutan menghadapi Ratu Sabrina yang sedang marah ini. Maya lalu berbisik kepada Alena dan mata Alena langsung membesar mendengar yagn dibisikkan oleh Maya. Alena segera menyingkir ke belakang dan mengangkat handphonenya. Mulai menelpon.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.