CINTA SEORANG PANGERAN

Sedikit Saja Cinta Suamiku



Sedikit Saja Cinta Suamiku

0"Oh.. Aku mengerti, Aku tahu kalau Aku tidak memiliki hubungan yang baik dengan Alena, Aku juga tahu kalau Yang Mulia Pangeran Nizam sedang sakit. Aku tidak ingin menambah kesakitan dari Yang Mulia jika kedatanganku hanya akan menciptakan keributan diantara Aku dan Alena.     
0

Aku akan pergi, tapi tolong beritahukan kepadaku, Apakah Yang Mulia baik - baik saja? Aku benar - benar sangat khawatir" Kata Putri Rheina kepada Pangeran Thalal. Ia sama sekali tidak ingin melihat siapapun selain adik iparnya. Di antara semua orang yang ada di ruangan ini dan Putri Rheina yakini kalau mereka sangat membencinya maka hanya Pangeran Thalal yang bersikap netral.     

Sama halnya dengan Nizam, sewaktu kecil Ia beberapa kali pernah bertemu Pangeran Thalal jadi bandingkan dengan yang lain, Putri Rheina menganggap kalau Pangeran Thalal tidak akan terlalu membencinya.     

"Alhamdulillah, Kakak Nizam sudah di obati dengan baik dan pengobatan sepenuhnya diawasi oleh Arani. Tetapi Kakak Nizam belum siuman" Kata Pangeran Thalal kepada Putri Rheina.     

"Belum siuman ? Seingatku Yang Mulia Nizam seorang petarung yang sangat kuat. Yang Mulia pasti mendapat cambukan yang hebat sehingga sampai pingsan seperti itu. Ibunda Ratu Sabrina sungguh sangat keterlaluan kali ini. Aku tidak mengerti mengapa Ibunda Ratu begitu tega mencambuk anaknya sendiri" Kata Putri Rheina dengan sedih. Ia kemudian menghela nafas,     

"Aku bersyukur, Yang Mulia masih bertahan. Aku akan pergi saja kembali ke dalam harem." Kata Putri Rheina sambil memutar balik tubuhnya. Tetapi kemudian Pangeran Thalal berkata lagi.     

"Tidak Kakak Putri. Tolong tunggu ! Aku akan meminta izin kepada Kakak Putri Alena agar mengizinkan Kakak menengok Kakak Nizam. Aku tahu ini tidak adil bagi kakak Putri tetapi Aku yakin Kakak Putri Alena bukan orang yang kejam. " Kata Pangeran Thalal kepada Putri Rheina.     

Putri Rheina membalikkan tubuhnya dan tersenyum bahagia.     

"Terima kasih Adikku pangeran Thalal, tetapi tidak. Aku tahu Alena pasti saat ini sedang sangat terguncang. Mungkin kesedihannya jauh melampaui kesedihanku. Apalah aku ini ? Hanya batu sandungan di antara cinta Alena dan Yang Mulia Pangeran Nizam" Kata Putri Rheina sambil lagi - lagi tersesnyum miris.     

Tapi ketika lagi - lagi Putri Rheina melangkah pergi, Ia mendengar suara di belakangnya.     

"Kau boleh masuk untuk melihatnya" Kata suara itu terdengar sangat dingin tetapi bagi orang yang mendengarnya malah terasa seperti ledakan api yang akan menghanguskan perasaan mereka.     

Cynthia segera berlari ke arah suara itu dan berkata,     

"Alena.. Apa kau sadar apa yang kau ucapkan?" Kata Cynthia sambil memegang tangan Alena.     

"Dia istri dari Nizam. Ia berhak melihat suaminya. Aku bukan batu yang tidak memiliki perasaan." Kata Alena kepada Cynthia.     

"Ya Tuhan, Alena. Alangkah malangnya nasibmu" Kata Cynthia sambil berkaca - kaca.     

"Tidak Cynthia. Aku pikir nasib Putri Rheina lebih malang dariku. Dia sudah sangat menderita selama ini. Aku tahu kalau Aku sangat membencinya dan masih membencinya. Tapi Aku juga tidak ingin mengingkari haknya" Kata Alena.     

Putri Rheina berdiri terpaku mendengar perkataan Alena. Ia menatap Alena dengan perasaan campur aduk. Bertahun - tahun Ia sangat membenci Alena. Rasa benci sampai ke ubun - ubun. Wanita yang di hadapannya ini adalah wanita yang sudah merebut semua kebahagiaannya tentang Nizam.     

Alena merebut suaminya dengan begitu kejam dan tidak menyisakan sedikitpun cinta Nizam kepadanya. Bagaimana mungkin Ia bisa memaafkan Alena atas segala tingkahnya yang menguasai Nizam dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dari fisik hingga jiwanya. Dari raga hingga mentalnya. Sejak Ia menikah dengan Nizam, tidak sedikitipun Ia pernah merasakan belaian kasih sayang suami kepadanya. Sampai beberapa hari yang lalu ketika Nizam menciumnya.     

Putri Rheina baru merasakan sentuhan kasih dari suaminya. Ini sangat indah dan begitu mengharukan. Putri Rheina bahkan tidak bisa membayangkan kalau Nizam akan menyentuhnya lebih jauh. Baginya hanya sentuhan seperti itu saja sudah lebih dari cukup. Kalau Nizam memang tidak akan menyentuhnya sampai Ia mati, Putri Rheina akan ikhlas. Ia hanya ingin berada di sisinya walaupun dalam sehari untuk satu bulan asalkan Nizam bersikap manis kepadanya seperti Ia kecil dulu.     

Hari ini Nizam tadinya akan mengantarnya untuk pulang ke rumah orang tuanya tetapi kini Nizam tidak memenuhi janjinya karena Ia terbaring lemah tidak berdaya dengan tubuh yang pasti penuh luka.     

Hati putri Rheina sangat sakit ketika mendengar Alena mengatakan kalau Ia membencinya. Ia memang pantas untuk di benci karena berani berada di antara cinta Nizam dan Alena. Ibaratnya dia hanyalah sebuah kabut yang menghalangi keindahan cinta Nizam dan Alena. Ia harus dihapus agar tidak menjadi penghalang lagi. Putri Rheina merasa bahwa seharusnya waktu itu Ia dibiarkan saja mati mengikuti neneknya.     

Jika Ia mati mengikuti neneknya mungkin Ia tidak akan pernah merasakan sakit dan menyakiti orang lain. Tetapi walaupun begitu Ia sama sekali tidak ingin bunuh diri. Ia tidak ingin jadi manusia yang berdosa besar karena membunuh dirinya sendiri.     

"Tidak Alena.. Aku tahu diri.. Aku menyesal telah berani datang kemari. Aku tidak ingin membuat kalian menderita" Kata Putri Rheina sambil tersenyum dengan hati perih. Ia kemudian membalikkan tubuhnya dan pergi sambil menangis.     

Putri Rheina pergi di iringi tatapan kasihan dari semua orang dan entahlah mengapa semua orang malah berharap Putri Rheina marah - marah daripada menangis sedih seperti itu.      

Para pelayan dan pengawalnya mencoba menahan Putri Rheina yang berlari keluar dari istana Nizam. Tetapi Putri Rheina berteriak,     

"Jangan ikuti Aku, biarkan Aku sendiri" Katanya sambil terus berlari dan entahlah apa yang terjadi ketika Putri Rheina berlari keluar. Air hujan tiba - tiba tercurah dari atas langit dengan derasnya.     

Air mata Putri Rheina kini bercampur dengan air hujan yang turun menyirami tubuhnya. Hujan itu sangat lebat disertai angin. Membuat pohon palem yang berjajar itu tampak bergoyang tertiup angin. Putri Rheina menerjang derasnya hujan.      

Langkahnya tidak menuju ke arah harem tetapi malah pergi ke taman istana. Putri Rheina terus berlari sambil melepaskan sepatunya. Ia lari bertelanjang kaki sambil menangis berteriak - teriak.     

"Aku hanya ingin sedikit saja cintanya, ya Tuhanku. Cinta suamiku sendiri. Mengapa Kau harus memberikan cinta kepada hambamu ini jika ternyata cinta ini begitu menyakiti. Menyakiti hamba, menyakiti Alena dan menyakiti Nizam. Kalau boleh memohon Ya Tuhanku. Hamba ingin mati saja sekarang.     

Bawa saja Hamba ke tempat Nenek hamba berada. Hamba sangat sedih. Hamba tahu ini berdosa. Ampuni Hambamu ini" Kata Putri Rheina sambil memegang batang pohon palem dengan tangan kanannya sedangkan tangan kirinya mengusap air matanya yang bercucuran seakan ingin mengalahkan derasnya air hujan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.