CINTA SEORANG PANGERAN

Kau Benar - Benar Hampir Mati



Kau Benar - Benar Hampir Mati

0Alena terpaku melihat Putri Rheina yang berlari diiringi hujan yang begitu deras. Hatinya jadi terasa sangat perih melihat betapa terlukanya Putri Rheina. Seharusnya Ia yang pergi dari kehidupan Nizam dan Putri Rheina. Dia..dialah onak dalam daging. Dialah perusak kebahagian Putri Rheina dan sumber masalah dalam kerajaan Azura.     
0

Alena akan mengejar Putri Rheina ketika di dengarnya Nizam merintih. Oh Nizam sudah siuman. Dan Ia mendengar Arani yang mengucapkan Alhamdulillah. Arani tahu ada keributan di luar tapi Ia tidak ingin meninggalkan Nizam sekejap saja. Karena ini adalah waktu yang kritis sehingga Ia harus ada disamping Nizam untuk memberikan pertolongan jika diperlukan. Selain ada beberapa dokter dan perawat.     

Alena tidak jadi mengejar Putri Rheina, Ia segera masuk ke dalam dan berdiri di sisi Nizam yang tidur bertelengkup karena luka - luka dipunggungnya. Para Dokter sudah menyuntikkan obat penahan sakit agar Nizam tidak merasakan terlalu sakit.     

"Alena.. Alena.. jangan pergi.. Tinggallah disisiku.." Nizam mengigau. Ia sudah siuman tetapi belum sadar sepenuhnya sehingga Ia merintih dengan suara lirih.     

"Jangan pisahkan kami Ibunda.. biarkan ananda hidup bersama Alena selamanya.. ini terasa menyakitkan. Hati Ananda yang sakit.." Rintih Nizam membuat dokter dan perawat berlomba - lomba mengigit bibirnya untuk menahan tangis.      

Dokter yang memeriksa Nizam sampai berkali - kali menghapus matanya sambil pura - pura membetulkan selang infus. Perawat wanita yang ada disisinya malah pura - pura menyimpan kapas bekas menyeka luka Nizam sambil melangkah ke pojok ruangan sambil menghapus air matanya dengan ujung pakaiannya. Ini terlalu menyedihkan untuk dilihat dan didengar.     

Arani sendiri adalah wanita yang sangat tegar tetapi ketika mendengar rintihan Nizam, Ia menjadi merasa depresi dan stress sendiri.     

Alena membekap mulutnya sendiri dengan punggung tangannya agar suara tangisannya tidak terdengar. Ia segera duduk dikursi disamping Nizam setelah dokter memastikan bahwa Nizam akan baik - baik saja. Para dokter dan perawat kemudian meminta izin untuk keluar agar Nizam memiliki ruang bernafas agak lega.     

Arani segera mengikuti para dokter itu untuk mendapatkan petunjuk perawatan Nizam sehingga di ruangan hanya tinggal Alena dan Nizam.     

"Alena... Alena..." Nizam kembali merintih, tangannya menggapai - gapai.     

"Ini Aku. " Kata Alena sambil memegang tangan Nizam dan menggenggamnya dengan erat.     

"Alena.. kau ada di sini? Kau ada disampingku?" Bisik Nizam sambil membuka matanya dan mulai mencoba mencari wajah Alena untuk memastikan Alena masih ada disisinya. Nizam masih mengingat dengan jelas bagaimana Alena meminta ibunya untuk membiarkan Alena pulang ke Indonesia.     

"Aku disini, Nizam. Ada disampingmu" Kata Alena kepada Nizam sambil meremas tangan Nizam untuk memberikan kekuatan.     

"Kau tidak akan pergikan Alena? Kau tidak akan pulang ke Indonesia?" kata Nizam sambil berusaha menggerakan tubuhnya. Walaupun Ia sudah diberi obat penahan sakit tetapi itu tidak cukup untuk menahan rasa perih dipunggungnya.     

Alena menggelengkan kepalanya. Ketika Alena melihat Putri Rheina yang menangis sambil berlari, Alena sudah bertekad akan pulang ke Indonesia dan meninggalkan Nizam bersama Putri Rheina apalagi sekarang Alena menyadari kalau Nizam sudah mulai dapat menerima Putri Rheina sebagai istrinya.     

Tapi melihat Nizam begitu menderita dan ketakutan, hatinya menjadi luluh kembali, " Aku tidak akan kemana - mana. Aku akan berada disampingmu" Kata Alena sambil mengusap tangan Nizam.     

Nizam yang kesadarannya mulai pulih sepenuhnya, samar - samar menatap Alena yang terlihat begitu kusut dengan muka sembab.     

"Apa kau menangisiku Alena. " Kata Nizam.     

"Bukan ! " Kata Alena sambil membuang muka sebal, sudah tahu Ia menangisi Nizam mengapa pula Nizam berkata seperti itu.     

"Oh.. aku pikir kau menangisi Aku. Lantas kau menangisi apa ? "     

"Aku menangisi diriku sendiri" Kata Alena membuat Nizam terkejut.     

"Mengapa kau harus menangisi dirimu sendiri ? Apa kau takut aku mati dan kau akan menjadi janda muda ? Kau harusnya senang kalau Aku mati. Kau pasti akan menikah dengan Pangeran Abbash" Kata Nizam sambil tertawa.     

Alena langsung menarik tangannya dari genggaman tangan Nizam. Ia lalu menjewer telinga Nizam, Nizam memekik,     

"Akh Alena.. teganya kau, Suami sedang kesakitan Kau malah menjewer telingaku" kata Nizam sambil meringis.     

"Otakmu sungguh bebal, Bagaimana bisa Aku menangis karena ingin menjadi janda. Aku menangis karena sedih mengapa kau harus terluka di punggung. bagaimana kalau Aku ingin bercinta denganmu. Coba kalau kau terluka di dada, maka kau dapat tidur terlentang dan Aku masih bisa menikmati tubuhmu" kata Alena dengan wajah serius.     

Nizam terbeliak mendengar perkataan Alena. "Alena kau ingin membuatku mati berdiri ?" Kata Nizam sambil mengerang menahan sakit.     

"Mati berdiri apanya?" Kata Alena sambil cemberut.     

"Perkataanmu itu, membuat tubuhku berdiri dan Aku akan kesulitan menidurkannya karena luka - lukaku" Kata Nizam dengan sedih.     

"Kau memang luar biasa.. dalam keadaan sakitpun kau masih bisa berdiri. Seharusnya tubuhmu itu diajarkan mengenal situasi dan kondisi. Tahu diri kapan dia harus berdiri dan kapan harus beristirahat" Kata Alena masih cemberut.     

Nizam mengheheh.. sambil meringis tapi kemudian Ia terdiam ketika Alena berkata,     

"Ada Putri Rheina tadi datang.." Kata Alena dan tawa Nizam benar - benar hilang. Nafasnya mendadak terasa sesak.     

"Maafkan Aku Alena.." Kata Nizam perlahan.     

"Kau tidak perlu minta maaf" kata Alena     

"Apa kalian bertengkar?" Kata Nizam sambil menatap takut - takut ke wajah Alena. Alena menggelengkan kepalanya.     

"Tidak Nizam. Kami terlalu sedih hingga lupa bertengkar" Kata Alena kepada Nizam.     

"Alena maaf kan Aku.. Apa yang harus kulakukan agar kau tahu betapa menyesalnya Aku atas kejadian semua ini. Marilah kita pulang ke Indonesia Alena. Aku merasa sangat putus asa. Aku tidak sanggup melihat air matamu lagi" Kata Nizam sambil meraih tangan Alena.     

Alena malah tertawa sedih mendengarnya,     

"Mengapa kau malah tertawa? Apa kau tidak mempercayai ucapanku? Apa kau merasa bahwa Aku terlalu mencintai kekuasaan dibandingkan dirimu?" Kata Nizam dengan gusar. Alena malah mendorong kepala Nizam dengan telunjuknya.     

"Kau mau memintaku tinggal di istanamu saja Ibumu sampai tega mencambukmu setengah mati. Kalau tidak ada Arani maka sekarang kau sudah tinggal nama. Apalagi kalau Aku menarikmu tinggal di Indonesia. Maka sebelum kita sampai ke Indonesia Aku yakin kita sekeluarga sudah meninggal duluan di bunuh ibumu" Kata Alena kepada Nizam.     

"Jangan berkata seperti itu tentang Ibu mertuamu, Alena" Kata Nizam perlahan walaupun dalam hatinya Ia mengakui kebenaran kata - kata Alena. Nizam yakin ibunya tidak akan melepaskannya dengan mudah kecuali ada yang mati diantara dirinya dan ibunya.     

"Aku baru tahu ada seorang ibu yang tega mencambuk anaknya seperti itu. Kau sangat malang Nizam. Kau benar - benar hampir mati ditangan ibumu sendiri"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.