CINTA SEORANG PANGERAN

Aku Tidak Perduli Walau Dia Seorang Wanita



Aku Tidak Perduli Walau Dia Seorang Wanita

0Nizam terpana melihat pemandangan di depannya yang begitu mengerikan. Seakan semua kengerian di dunia ini tumpah di depan matanya. Seumur hidupnya Nizam belum pernah berhadapan dengan kengerian serupa ini. Hatinya sampai meleleh karena perasaannya begitu tersayat. Ia adalah seorang putra mahkota, kelahirannya ditunggu oleh seluruh rakyat dikerajaannya. Sejak dalam kandungan ibunya Ia sudah dipuja orang. Ia menjadi pusat perhatian sejak masih berupa embrio yang berada dirahim ibunya. Ia sudah menjadi seseorang yang begitu penting di kerajaannya. Sebagai calon raja dari kerajaan besar dengan 20 kerajaan aliansi yang menjadi bawahan kerajaan Azura. Nizam sudah dipersiapkan secara fisik dan mental.     
0

Ilmu bela diri yang terus menerus Ia pelajari, latihan fisik ala militer dan olah raga yang rutin membuat Nizam kuat secara fisik. Pendidikan agama, kepemerintahan, psikologi, manajemen, kenegaraan membuat mental Nizam kuat dan berdaya nalar tinggi. Tetapi melihat pemandangan kali ini membuat Nizam merasakan semua ilmu yang dimilikinya menguap. Walaupun ini bukanlah kengerian yang pertama, karena kengerian pertama Nizam adalah ketika Ia sudah melakukan tugas pertamanya sebagai putra mahkota yaitu mempersembahkan kesucian calon ratunya sebagai syarat kelayakan seorang calon ratu. Ia ngeri dan ketakutan melihat Alena terkapar pingsan oleh kebrutalannya.     

Tapi kengerian keduanya berbeda dengan waktu itu, kengerian kali ini bukan dibarengi ketakutan tapi dibarengi dengan amarah yang hampir membakar seluruh jiwa dan raganya. Nizam melihat Edward yang terkapar dilantai dengan darah yang berceceran. Ia juga melihat Lila yang terikat dikursi sambil berteriak-teriak histeris. Dan yang paling menyakitkan adalah Ia melihat Alena berdiri dengan pakaian yang sudah tidak karuan. Rambutnya terurai kusut, tubuhnya gemetar sambil memegang pistol di hadapan Sisca yang terkapar berdarah.     

Nizam melihat pria yang disamping Alena bergerak dengan cepat setelah Ia mengatasi keterkejutannnya. Ia akan memukul Alena dengan tangan kanannya. Tapi gerakannya kalah cepat dengan tangan Nizam yang menarik pelatuk pistol yang dipegang tangan kanannya lalu menembak pria yang dibelakang Alena hingga tubuh itu langsung terjengkang ke belakang. Alena menjerit lagi. Ia menatap Nizam yang ada berjalan ke arahnya. Melihat temannya terjengkang karena ditembak Nizam, pria yang ada disamping Lila langsung menembaki Nizam.     

Nizam membuang tubuhnya kesamping menghindar peluru yang menuju kearahnya. Ketika pistol itu terus memburunya Nizam menjatuhkan tubuhnya ke bawah secara bertelengkup kemudian Ia berguling dan menembak dari bawah mengenai dada pria itu. Peluru berdesing di atas kepala Lila. Lila menjerit semakin kuat karena senjata Nizam seakan diarahkan kepadanya. Darah pria yang ada dibelakangnya langsung terhambur membasahi kepala Lila lalu meleleh turun ke wajahnya. Lila tidak berhenti menjerit-jerit.     

Edward bergerak lemah sambil mencoba melihat ke arah belakang melihat siapa yang menembaki musuh mereka. Ketika dilihatnya yang sedang beraksi adalah Nizam. Ia tertawa kecil sambil terengah-engah seakan melihat malaikat datang dan menyelamatkan penderitaannya. Edward lalu mengerang, Ia tidak berusaha bergerak lagi tapi malah melepaskan otot-otot tubuhnya. Ada perasaan lega yang tidak terhingga. Tubuh Edward lalu menghentikan usahanya untuk bergerak, tubuhnya melemah karena darah yang begitu banyak keluar. Ia meletakkan kepalanya dilantai.     

Setelah melihat musuh keduanya terkapar, Mata Nizam lalu melirik ke arah Alena yang masih menggigil. Ia mengabaikan Arya yang berdiri dipojok menggigil melihat sepak terjang Nizam. Nizam tahu kalau Arya tidak memegang senjata. Jadi Nizam pikir aman untuk membiarkannya dulu. Tubuh jangkung Nizam yang begitu indah menawan itu bergerak melangkah bagaikan harimau yang berjalan menyusuri hutan. Melintasi tubuh Edward yang tidak berdaya. Wajah Nizam begitu lurus dan dingin. Sedikitpun Ia tidak berhenti di dekat tubuh Edward. Edward hanya bisa memandang Nizam tanpa bersuara selain helaan nafasnya yang terdengar tersendat.     

Nizam melangkah mendekati Sisca yang terkapar bertelengkup di bawah. Mata Nizam begitu keruh dan dingin. Setelah tubuhnya berada dekat dengan Sisca Ia menggunakan ujung kakinya untuk membalikkan tubuh Sisca. Nizam lalu mengambil pistol yang ada ditangan Sisca dan melemparkannya ke dekat Edward. Dengan tubuh gemetar menahan sakit Edward mengambilnya dan memegangnya.     

Alena tidak mampu berkata sepatah katapun. Tangannya masih mengacungkan pistolnya dengan gemetar. Mukanya pucat pasi seperti mayat. Nizam tersenyum mengusir ketakutan Alena.     

" Honey..apa kau mau menembakku, juga ?" Kata Nizam sambil memegang bagian tengah pistol yang dipegang Alena, lalu menariknya tapi ternyata Alena masih memegangnya dengan erat. Bahkan ujung moncong senjatanya malah mengarah kepada dada Nizam.     

Bagaikan tersadar dari mimpi buruk Alena segera melepaskan pistol itu. Ia lalu memandang Nizam dengan wajah masih terkesima. Mulutnya tidak bisa berkata sepatah katapun. Lidahnya terasa kelu dan kaku. Nizam mengambil pistol yang dipegang Alena dan menyimpannya dibelakang pakaiannya. Ia lalu memegang bagian belakang kepala istrinya dengan penuh rasa cinta. Ia mendekatkan kepala itu ke arah dadanya sambil menarik tubuh Alena ke dalam pelukannya.     

"Menangislah Alena, menjeritlah agar kau melepaskan beban yang ada didadamu.." Kata Nizam sambil mengelus rambut kusut Alena. Mulut Nizam tak henti-hentinya mengucapkan Alhamdulillah. Rasa syukurnya begitu besar karena Alloh menyelamatkan istrinya.     

Alena memeluk suaminya dengan erat dan mulai menangis dengan keras, "Mengapa kau terlambat?? Mengapa Kau begitu lama datangnya. Nizam Aku membunuh Sisca. Aku takut..Nizam. Aku sangat membencinya. Ia menyiksa Edward. Ia menampar Lila dan Ia akan membunuhku..Nizam aku takut.." Alena menangis meraung-raung.     

"Alena..Alena..sayang, jangan takut. Kau tidak akan apa-apa. Maafkan Aku, Aku memang terlalu bodoh sampai bisa kecolongan." Nizam terus mengelus-ngelus kepala Alena. Ia sangat menyesali kebodohannya. Mengapa Ia tidak mengira kalau musuh mereka akan menggunakan bom asap untuk mengaburkan pandangan mereka dan menarik Alena keluar dari toko melalui pintu darurat.     

"Apakah Dia mati?? Apakah Sisca mati??" Kata Alena sambil terisak-isak.     

"Aku belum melihatnya, Aku terlalu jijik untuk melihatnya." Kata Nizam sambil tidak melirik sedikitpun ke arah Sisca. Kalaupun Sisca masih hidup Ia sudah mengamankan senjatanya.     

"Berharaplah dia untuk mati Alena karena kalau hidup aku akan menyiksanya agar Ia mati secara perlahan, Aku tidak akan perduli walaupun Ia seorang wanita." Kata Nizam dengan dingin.     

"Apa anak kita baik-baik saja" Kata Nizam sambil mengelus perut Alena.     

"Ia anak yang kuat. Ia akan baik-baik saja. Aku hanya takut karena sudah menembak Sisca tapi aku tidak menyesal. Ia layak untuk mati. Bahkan kalau kau akan menyiksanya Aku tidak keberatan." Kata Alena dengan amarah meluap-luap. Nizam tertawa melihat istrinya yang biasanya baik hati bagaikan putri salju sekarang berubah menjadi seperti karakter ibu tiri putri salju.     

"Ayo Nizam, Kita pulang. Aku lapar, Kau tahu tadi aku tidak sempat makan roti isi di kamar itu. karena mereka sudah keburu membawaku dan mengikatku" Kata Alena dengan wajar datar. Nizam langsung terbatuk-batuk mendengar kata-kata Alena. Itulah istrinya yang begitu luar biasa polos     

setelah menghadapi kengerian yang begitu besar Ia malah minta makan. Tapi Nizam menurut ketika Alena menarik tangannya.     

Baru saja tubuh Alena berputar untuk melangkah Ia melihat pemandangan di depannya. Alena baru tersadar lagi. Alena terpekik melihat Edward dan Lila, " Ya Alloh...Nizam Aku lupa dengan Edward dan Lila" Alena menatap Edward dengan mata terbelalak dan melihat ke arah Lila yang masih terikat.     

Bersamaan dengan itu Nizam melihat beberapa orang bergerak masuk.     

Tampak anggota SWAT dan para pengawalnya baru muncul. " What a perfect time..." Kata Nizam sambil menggelengkan kepalanya. Seperti pada film laga yang sering ditontonnya. Bantuan selalu datang terlambat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.