CINTA SEORANG PANGERAN

Aku Ingin Wanita Itu Mati Malam Ini Juga



Aku Ingin Wanita Itu Mati Malam Ini Juga

0Alena berjongkok di samping tubuh Edward. Edward menatap Alena dengan pandangan yang sangat rumit, matanya yang hijau tampak unik dalam kekalutannya. "Terima kasih atas semua yang telah kau lakukan untukku. Aku sangat menghargainya. Tetapi Edward, Aku tidak membutuhkan semua pengorbananmu. Ada Nizam disampingku. Dia akan selalu ada untuk melindungiku." Kata Alena sambil menatap wajah suaminya yang sedang berdiri di samping mereka. Wajahnya sangat dingin menatap Edward.     
0

"Betulkan Nizam??" Tanya Alena sambil menatap Nizam. Nizam menganggukkan kepalanya, tanpa bicara sepatah katapun. Tidak ada sepatah katapun yang ingin Ia ucapkan pada Edward. Walaupun Ia tahu bahwa Edward telah melakukan suatu pengorbanan yang besar untuk istrinya. Hanya saja Ia tidak ingin memperlihatkannya pada Edward. Ia tidak ingin memberikan kesempatan sedikitpun untuk berbuat lunak kepada Edward sampai Edward melupakan cintanya kepada Alena dan mulai mencintai Lila istrinya sendiri.     

"Ada Lila yang lebih layak untuk menerimanya. Dia sangat mencintaimu. Aku harap Kau akan hidup berbahagia selamanya dengan Lila. Aku pergi dulu. Lihat bantuan sudah datang Kau akan segera di bawa ke rumah sakit. Nanti Kami akan menengokmu" Kata Alena sambil kemudian berdiri. Ia melangkah pergi sambil menarik tangan Nizam.     

Edward memandang mereka dengan perasaan sakit bagaikan diiris sembilu. Ia menangis diam-diam, langit terasa gelap segelap hatinya. "AAARGHHHH....." Edward berteriak mengusir rasa sakit yang menghimpit perasaanya.     

Beberapa anggota SWAT langsung menghampiri Edward disangkanya Edward sedang kesakitan karena luka-luka pada tubuhnya. Mereka segera melakukan tindakan pertama dengan membalut luka Edward dengan perban. Hanya Lila yang tahu kalau suaminya berteriak karena perasaannya yang terluka melihat Alena pergi bersama Nizam. Lila dapat melihat dari sorot matanya.     

Dan itu memang benar Edward sakit karena perasaannya yang tercabik-cabik. Setiap Ia melihat Alena maka seluruh perasaannya akan langsung meleleh dan cintanya kembali meluap-luap. Ia sudah berjanji akan belajar mencintai Lila. Ia sangat menyesal ketika mengetahui Lila menghilang tapi kemudian dia kembali melihat Alena. Maka perasaan cintanya kembali muncul.     

Edward persis seperti pencandu narkoba yang ingin bertobat tapi kembali kecanduan ketika melihat narkobanya itu sendiri. Ia tidak bisa melepaskan jeratan cintanya kepada Alena. Entah sampai kapan.     

Untungnya tidak lama kemudian banyak mobil ambulan datang dan para perawat segera bergerak cepat mengeluarkan kursi roda dan brangkar untuk membawa para korban yang terkena tembakan atau pukulan Nizam. Dan Edward yang pertama kali mereka tangani. Edward segera dibaringkan di atas brangkar di dorong keluar Aula menuju keluar rumah. Lila berjalan disisi brangkar ambulan yang membawa Edward, dia diam tidak berbicara sepatah katapun. Edward sama sekali tidak memandangnya. Ia malah memalingkan wajahnya ke samping dengan air mata meleleh.     

Lila bahagia melihat dirinya, Edward dan Alena selamat. Tetapi kemudian ketika melihat Edward menangisi Alena yang dibawa pergi oleh Nizam Ia kembali merasa sangat sakit. Sakitnya begitu menusuk, merejam tubuhnya.     

Kemudian ketika Lila melihat Edward hanya diam saja tanpa melihat sedikitpun ke arahnya ingin rasanya Lila pergi meninggalkan Edward tetapi melihat betap Edward begitu parah lukanya maka Lila bertahan. Prioritasnya saat ini adalah keselamatan Edward dan bukan perasaannya yang begitu sakit.     

***     

Sementara itu di luar rumah.     

Sebelum Nizam pergi bersama Alena, Ia berbicara dulu memberikan laporan kepada Chief Jeremmy. Ketika tiba-tiba dari arah dalam seorang anggota SWAT datang untuk melapor juga. Nizam terdiam mendengarkan dengan seksama.     

"Total yang terluka ada 15 orang, satu orang pria bernama Arya tidak terkena luka apapun dan seorang wanita bernama Sisca yang terluka di bahu kirinya terkena tembakan. Jadi Semuanya masih hidup, tidak ada satupun yang mati. termasuk Sisca. Tidak adapun satu tembakan yang sampai mengenai organ vital. Penembaknya sangat profesional."     

Chief Jeremmy memandang Nizam dengan perasaan kagum luar biasa," Yang Mulia entah bagaimana Aku mengungkapkan perasaan kagumku. Keterampilan Anda dalam menembak sangat luar biasa. Anda mampu melumpuhkan lebih dari sepuluh orang tetapi tidak ada satupun peluru yang mengenai bagian tubuh yang mematikan. Anda juga pasti sangat paham dengan anatomi tubuh manusia." Chief Jeremy tidak mengetahui bahwa Sisca ditembak oleh Alena. Karena tembakannya serampangan maka yang terkena hanya bahunya saja. Tapi Sisca dengan cerdik segera menjatuhkan tubuhnya sehingga Ia selamat dari berondongan senjata Alena.     

" Ya dan Anda juga sangat tempat waktu datang untuk menyelamatkan istriku" Kata Nizam sambil tersenyum. Wajah Chief Jeremmy menjadi merah padam. Ia menyadari keterlambatannya dalam menangani kasus ini. " Maafkan Kami Yang Mulia, sungguh tadi kami sempat kebingungan mencari tempat ini karena minimnya informasi." Katanya sambil terbata-bata.     

"Hmmm..." Nizam hanya berdehem, Ia lalu berpaling pada anggota SWAT yang memberikan laporan.     

"Kau bilang Sisca masih hidup??" Tanya Nizam sambil menggelengkan kepalanya. Si anggota SWAT yang memberikan laporan langsung menganggukan kepalanya penuh rasa hormat dan kagum. Atasannya saja sampai kagum apalagi dirinya. Ia sendiri sudah lima tahun menjadi anggota SWAT tapi Ia tidak memiliki keterampilan seperti Nizam.     

Sementara itu Alena yang mendengarnya langsung merasa ketakutan lagi. "Nizam, ternyata Ia masih hidup. Aku sangat takut" Mata Alena berkaca-kaca. Kekejaman Sisca melebihi kekejaman seekor binatang, bagaimana Ia menyiksa Edward dengan tidak berperikemanusian.     

Nizam mengelus tangan Alena sambil tersenyum, "Jangan takut Sayang, Semua akan baik-baik saja."     

"Baiklah, Chief. Karena istriku memerlukan istirahat maka Aku pamit dulu. Besok Aku akan memberikan laporan lengkapku" Kata Nizam. Chief Jeremy menganggukan kepalanya menyetujui.     

Alena dan Nizam lalu pergi menuju mobil mereka. Ali dan Fuad sudah berdiri di samping mobil. Nizam menggelengkan kepalanya melihat ke arah mereka.     

"Kalian luar biasa!! Kalian mengikutiku seperti bayangan, tapi Aku menjaga diriku sendiri. Musuh di depan mata tetap tidak terlihat " Kata Nizam sambil memasang wajah datar Ia kesal para penjaganya tidak bisa bertindak secepat dirinya. Ali dan Fuad menundukkan kepalanya menyesal tetapi mau bagaimana lagi mereka tidak akan bisa dibandingkan dengan Nizam. Jangankan mereka, anggota SWAT saja kalah cepat dengan Nizam.     

Nizam memegang bagian atas kepala Alena ketika Alena masuk ke dalam mobil Ia takut kepala istrinya terantuk bagian atas mobil sehingga Ia melindunginya dengan tangannya. Sebelum dirinya sendiri masuk Nizam berbicara lagi kepada Ali dengan suara tenang."Kau suruh Imran untuk tinggal, Pantau situasi di sini untuk menunggu suatu celah. Aku ingin wanita itu mati malam ini juga" Kata Nizam sambil kemudian masuk ke dalam mobil.     

"Siap Yang Mulia.." Kata Ali sambil kemudian Ia menghubungi Imran yang akan menaiki mobilnya. Ali berbisik ditelinga Imran. Imran memperhatikan dan mendengarkan setiap perkataan Ali dengan seksama. Ia memegang pistol di balik Jasnya dengan erat. Ia bersumpah akan membunuh Sisca sesuai perintah Nizam. Wanita itu berani menyentuh dan mencelakakan anggota kerajaan Azura berarti Wanita itu memang harus mati.     

Imran tidak jadi menaiki mobilnya dan Ia segera menyelinap kembali ke dalam kelompok orang-orang yang sedang mengangkuti tubuh-tubuh orang yang terkena tembakan Nizam. Imran mengintai Sisca yang dibawa melalui kursi roda. Fisik Sisca rupanya sangat kuat. Walaupun Ia terkena tembakan dibahu. Ia sama sekali tidak merasakan kesakitan. Ia malah semakin merasakan dendamnya menyala-nyala.     

Mata Sisca berputar-putar dengan kesal, lagi-lagi Alena selamat. Bagaimana bisa wanita sialan itu selalu terlepas dari genggamannya. Tapi kemudian matanya melihat ke arah Edward yang sedang terbaring di atas brangkar. Posisi Edward tidak sepenuhnya terbaring tapi Ia sedikit menyender ke sandaran brangkar. Kedua kakinya sudah diperban sementara untuk menghentikan pendarahan. Disampingnya berdiri Lila yang sedang menatap Edward dengan pandangan sedih. Sisca tersenyum menakutkan. Tidak ada Alena maka Edward juga bisa mengurangi kemarahannya.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.