CINTA SEORANG PANGERAN

Konferensi Pers ( 7 )



Konferensi Pers ( 7 )

0Nizam memandang para pengawal dengan mata masih memerah karena Ia terganggu tidurnya. "Bisa kau jelaskan apa masalahnya?" Kata Nizam sambil kemudian bertepuk tangan dan tidak berapa lama muncul beberapa pengawal datang, Nizam merasa terganggu melihat dua pengawalnya tergeletak dengan darah bercucuran.     
0

"Bawa mereka keluar!! " Kata Nizam sambil memanggil pelayan juga. Beberapa penjaga menyeret tubuh yang berlumuran darah dengan perasaan ngeri. Mereka juga tadi melihat perawat datang tapi memang bukan wewenangnya untuk memeriksa para petugas medis. Mereka mendengar suara ribut-ribut tapi melihat perkelahian Imran mereka hanya menyaksikan dulu, Mereka tidak berani bergerak sampai Imran meminta bantuan mereka. Imran itu lebih kejam dan sadis dibandingkan dua pengawal pribadi Nizam Fuad dan Ali. Mereka terlihat lebih membumi dibandingkan Imran. Bahkan kekejaman Arani tidak setengahnya dari kekejaman Imran.     

Sialnya ketika Pangeran Abbash kabur, mereka juga tidak dapat menghalanginya. Pangeran Abbash menerjang mereka lalu menyelinap kabur. Para Penjaga itu memiliki ilmu bela diri yang lumayan tetapi menghadapi terjangan Pangeran Abbash mereka semua terpelanting tidak berdaya.     

"Duduklah !! " Kata Nizam pada Imran. Imran mengucapkan terima kasih sambil duduk. " Buatkan kami kopi !!" Kata Nizam pada pelayan yang dipanggilnya. Dua orang pelayan bergegas masuk ke dalam pantri paviliun. Wajah mereka terlihat sangat ngeri dengan kejadian yang terjadi di depan mata mereka.     

Nizam, Imran dan Arani adalah orang yang setali tiga uang dalam bersikap dan bertingkah laku. Satu orang saja ada di depan mereka dunia sudah terasa dingin apalagi kalau mereka berkumpul seakan aura dingin yang membekukan semakin kuat menggigit. Aura kekejaman mereka tercium dari kejauhan.     

Nizam menatap kaki tangannya itu dengan tajam, Ia sedang menunggu penjelasan dari Imran.     

"Katakanlah!! Kalau sampai alasannya tidak bagus dan tidak layak sampai kau menghajar pengawalku dan mengganggu waktu istirahatku maka Aku akan balik menghajarmu" Kata Nizam mengepalkan tangannya yang kekar. Otot bisepnya sampai terlihat menggembung dari balik kemeja lengan panjangnya. Imran menelan ludahnya. Ia dan Pangeran Abbash mungkin setara kemampuan ilmu bela dirinya tetapi kalau mereka disatukan walaupun sepuluh kali lipat maka tidak akan pernah melawan Nizam.     

Gaya Nizam berkelahi bukan gaya orang barbar yang main pukul, tendang dan seruduk seenaknya. Nizam memahami anatomi tubuh manusia dia tahu pukulan di bagian mana yang akan membuat korbannya mati atau cuma sekedar pingsan. Ia berkelahi menggunakan otak bukan hanya sekedar menggunakan otot. Tidak ingin kena hajar tangan yang penuh dengan kekuatan itu maka Imran segera berkata.     

"Izin berbicara Yang Mulia!!" Kata Imran dengan gaya militer yang terlihat sekali. Nizam mengangkat alisnya sambil hanya mengucapkan mmmm.     

"Maafkan hamba Yang Mulia, Para pengawal itu telah lalai mengizinkan Pangeran Abbash masuk ke dalam ruangan Yang Mulia. Untungnya Hamba datang tepat waktu. Semakin lama penyamaran dia semakin bagus saja."     

Nizam mengerutkan keningnya, "Berani benar dia masuk langsung untuk berkonfrontasi dengan ku"     

"Hamba sendiri belum terlalu jelas motifnya apa. Kalau Ingin menculik Pangeran dan Putri kecil agaknya tidak mungkin. Karena itu perbuatan yang konyol. Membawa Pangeran atau putri kecil keluar akan langsung ketahuan."     

"Apa dia ingin membunuhku??" Nizam masih belum ngeh karena efek kepala masih pusing gara-gara terbangun tiba-tiba. Dia sedang tertidur dengan lelap disamping Alena ketika suara bergaduh terdengar. Tadinya Ia mengira sedang bermimpi saking nyenyaknya tertidur. Tetapi kemudian Nizam sadar itu adalah kenyataan sehingga Ia langsung berlari keluar. Untungnya seperti biasa Alena tetap terlelap. Bahkan kedua anaknya juga tampak masih terlelap.     

Imran lalu memberikan pendapatnya, " Agaknya hal itu juga tidak mungkin, secara kenyataan ilmu beladiri Yang Mulia di kerajaan sentral dan Aliansinya belum ada yang menandingi"     

"...." Nizam kemudian terdiam walaupun mukanya masih sangat tenang, setenang sungai Arabila yang mengalir di tengah ibu kota Azura. Kalau alasannya bukan anaknya juga bukan dirinya berarti alasannya adalah istrinya. Apa Pangeran Abbash ingin membunuh Alena. Beraninya Ia. Nizam mengeratkan giginya tapi kemudian akal sehatnya kembali bekerja. Membunuh Alena tidak mungkin dilakukan pada posisi Alena ada disamping dirinya. Karena Nizam pasti akan menghajar Pangeran Abbash sampai mati.     

"Berarti dia.. apa? motifnya? " Nizam mengguman sendiri. Ia lalu meneguk kopinya. Nizam sedikit kebingungan. Ia masih tidak mengira kalau Pangeran Abbash sebenarnya ingin melihat istrinya.     

"Untuk yang ini, hamba juga masih belum memahaminya" Kata Imran sama-sama kebingungan. Siapa yang mengira kalau Pangeran Abbash akan tertarik dengan Alena karena setahu mereka Pangeran Abbash belum pernah bertemu muka dengan Alena.     

Setelah mereka saling terdiam sambil menghirup kopinya masing-masing, tiba-tiba Imran berkata lagi.     

" Yang Mulia, Para pengawal Anda, hamba lihat semakin lama semakin tidak capable. Seharusnya mereka bisa menangkap Pangeran Abbash tetapi mereka malah terjungkal hanya dengan sekali tendang." Kata Imran. Nizam menggerakan kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk melemaskan otot kepalanya yang mendadak seperti kaku.     

Dengan wajah dingin Ia berbicara, " Mereka terlalu lama tinggal di Amerika dan jarang berlatih. Harusnya mereka sering berlatih. Tetapi ini negara orang, melakukan pelatihan militer dengan jumlah yang cukup banyak bukanlah hal yang bisa diterima pemerintah luar dengan mudah. Ingat kita di sini hanyalah orang asing. Kita juga tidak bisa melakukan sembarangan intervensi terhadap aturan mereka."     

"Kalau begitu kapan kita kembali ke Azura. Tangan hamba sudah gatal ingin menghajar Pangeran Abbash"     

"Kenapa harus menunggu pulang ke Azura kalau kau ingin menghajar orang itu, Aku sudah mulai habis kesabaran menghadapinya. Kalau memang Kau ada kesempatan bertemu muka dengannya. Kau ku ijinkan menghajarnya sampai mati. Urusan dengan kakaknya Pangeran Bari serahkan kepadaku" Kata Nizam dengan dingin.     

Mata Imran berbinar-binar Ia lalu saling mentautkan tangannya kemudian melakukan peregangan tangan seakan ingin segera menghajar pangeran itu dengan kedua tangannya sendiri.     

****     

Pangeran Abbash melarikan diri setelah dia berhasil menerjang barikade pengawal. Ia lalu masuk ke dalam mobil yang sudah terparkir sejak tadi. Ia menyuruh pengawalnya untuk segera melajukan mobilnya. Pangeran Abbash mencabut wignya lalu menghempaskannya ke bawah jok mobil disertai sumpah serapahnya.     

"Said..Aku hampir saja berhasil masuk ke dalam kamar Sang Putri. Tapi si pengawal Imran sialan itu berhasil menggagalkanku. Untungnya Pangeran Nizam tidak ikut memergokiku karena kalau seandainya dia ada, maka Aku pasti sudah lenyap dari muka bumi ini." Pangeran Abbash misruh-misruh dengan kesal.     

Pengawal itu menatap dengan penuh ketidak mengertian. Melihat majikannya yang tampan itu terus menggerundel bagaikan seorang nenek-nenek, menjadikan mulut Said tidak tahan untuk tidak berbicara, "Ampuni kebodohan hamba Yang Mulia. Hamba tidak dikarunai kecerdasan dan pengetahuan seperti Yang Mulia. Tetapi hamba memang tidak paham mengapa Yang Mulia harus mempertaruhkan nyawa Yang Mulia untuk masuk ke dalam kamar Yang Mulia Putri Alena dan Pangeran Nizam. Bukankah Kakak Yang Mulia, Pangeran Bari sangat melarang Anda untuk mendekati Putri Alena"     

Pangeran Abbash memejamkan matanya, Tangannya memijati keningnya sendiri. "Aku juga tidak mengerti. Aku hanya penasaran dengan sosok wanita yang disukai oleh Pangeran Nizam. Kau tahu Pangeran Nizam adalah pria tertampan dan terdingin di seluruh kerajaan di daerah kita. Ia memiliki banyak gadis di Haremnya. Hampir semua kerajaan aliansi mempersembahkan putri mereka untuk dinikahi olehnya. Belum lagi anak dari para pejabat tinggi yang dengan sukarela menyerahkan putri mereka untuk dinikahi Pangeran itu. Tetapi mengapa Pangeran Nizam hanya mencintai wanita ini.     

Aku pikir wanita ini memiliki daya tarik yang luar biasa. Jadi Aku sungguh ingin melihat wajahnya secara langsung. Matipun rasanya pantas asal rasa penasaranku hilang. Putri Alena...Alena... wanita dari Indonesia. Tidak memiliki darah bangsawan dan bahkan katanya kecerdasannya pun tidak seberapa. Tetapi mengapa di sukai oleh para pria hebat. Pangeran Nizam, Andre, Nendi dan Edward. Mereka berempat bukanlah para pria sembarangan. Bahkan sekarang kita sedang mengumpankan Jonathan. Kau tahu Jonathan adalah atlit basket nasional Amerika. Ia termasuk salah satu yang tergila-gila pada Putri Alena." Pangeran Abbash nafasnya sedikit tersenggal. Alena..hanya dengan mendengar namanya saja. Ia merasa darahnya panas dan jantungnya berdebar kencang.     

Said terdiam melihat tingkah laku Pangeran Abbash. Pangeran Abbash sangat tampan, Ia dapat dengan mudah menjerat wanita oleh ketampanannya. Dan Ia memang terkenal sebagai pangeran yang memiliki banyak kekasih. Entah berapa banyak wanita yang sudah menjadi korbannya. Dan Ia tidak pernah ambil pusing dengan semua wanita yang pernah menjadi korbannya. Kini kepala Pangeran Abbash tampak pusing dengan rasa kepenasaran terhadap seorang wanita. Belum pernah seumur hidupnya Ia merasa begitu sangat tertarik dan penasaran ingin bertemu dengan seorang wanita. Yang bahkan wanita itu sudah menjadi istri orang.     

"Yang Mulia. Hendak kemana kita sekarang?" Tanya Said kemudian.     

" Kita akan pergi ke rumah Jonathan. Kita harus membunuhnya sekarang. Ia pasti sedang dicari Pangeran Nizam untuk mengklarifikasi hubungan mereka, bukankah Pangeran Nizam hendak melaksanakan konferensi pers besok."     

"Dia adalah pemain basket yang berbakat, ujung tombak Amerika setiap bertanding basket di olimpiade. Apakah kita akan mengambil nyawanya?" Said sedikit menyayangkan kalau Jonathan harus terbunuh karena Ia sendiri adalah penggemar olah raga basket.     

Pangeran Abbash malah menghapus lipstik nya dulu sebelum menjawab perkataan Said. "Perlu kau ketahui. Tidak ada hubungannya antara dia dan pemain basket. Dia adalah peluru yang kita tembakkan untuk membuat Alena terfitnah di Azura. Kalau sampai Ia membuka mulut tentang foto-foto rekayasa itu maka gosip panas yang sedang bergulir ke seluruh kerajaan Azura Maka semua usaha kita akan sia-sia. Jadi dia memang harus mati..."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.