CINTA SEORANG PANGERAN

Bersenang - Senang Sebelum Pergi



Bersenang - Senang Sebelum Pergi

0Suasana pagi itu tampak sangat sibuk. Alena memompa Asi sambil melihat Nizam yang membereskan semua hal yang harus Ia persiapkan. Bahkan tanpa sepengetahuan Alena, Nizam menyelip sebuah pistol ke dalam pakaiannya.     
0

"Alena, Kau harus tetap fokus dan tidak boleh kesana kemari. Jangan tinggalkan Amar. Tidak boleh mendebatnya. Kita akan duduk terpisah nanti. Jadi tetap untuk selalu mengikuti apapun kata Amar " kata Nizam sambil kemudian duduk di depan Alena. Matanya menatap dada Alena yang terpasang peralatan pompa ASI.     

Sesaat Ia malah takjub melihat aliran ASI yang mengalir melalui selang dan masuk ke dalam botol. Bahkan telunjuknya tiba – tiba terhulur dengan iseng menekan – nekan dada yang menggelembung karena terisi sumber nutrisi untuk anak – anaknya. Alena melotot sambil menepiskan tangan suaminya.     

"Kamu apa – apaan sih ? Iseng banget. Ga ada kerjaan. " Kata Alena cemberut.     

"Aku Cuma ingin membantu memompa saja. Biar keluarnya banyak " Kata Nizam sambil nyengir.     

"Please lah Nizam. Jangan mancing – mancing " Kata Alena lagi.     

"Iya.. Aku salah. Aku minta maaf. Kau boleh balas dendam. Ini pegang punya Aku, biar kita impas " Kata Nizam sambil menarik tangan Alena agar memegang tubuhnya. Bahkan telapak tangan Alena di tekan – tekan ke tubuhnya. Karuan saja Alena jadi terkejut dan segera menarik tangannya yang sudah terpegang ke sudut tubuh Nizam.     

"Wooy... Yang Mulia..Jaga Sikap. Kau ini lulusan terbaik universitas The Great. Tetapi kelakuanmu sungguh keterlaluan.." Alena morang – maring mana tangannya sudah terlanjur memegang tubuh Nizam. Nizam malah tertawa – tawa.     

"Dulu waktu Aku belum menjadi istrimu. Kau begitu berwibawa dan jaga jarak denganku. Aku tidak menyangka kalau kau begitu mesum.." Kata Alena cemberut.     

"Kan waktu itu kau belum menjadi muhrim Aku,  Yang Mulia Putri Alena. Masa tiba – tiba Aku bertingkah mesum padamu. " Kata Nizam malah tertawa geli. Tangannya terhulur lagi, sekarang Ia memegang kaki Alena yang sedang selonjor membuat wajah Alena menjadi memerah.     

"Ih..bisa diam ga? Ini aku lagi konsentrasi. Aku belum siap – siap ini. Sebentar lagi siang.. Kau jangan cari masalah.." Kata Alena gusar melihat nafas Nizam sudah mulai naik turun.     

"Sebentar aja yu Alena.. biar Aku ga terlalu tegang." Kata Nizam sambil mendekati Alena.     

"Tapi Aku lagi mompa.." Alena mulai luluh melihat Nizam begitu merah, badannya terasa panas.     

"Tidak apa – apa. Kau teruskan saja mompa ASI-nya. Aku tidak keberatan" Kata Nizam sambil membalikkan tubuh Alena sehingga membelakanginya. Alena melihat ke belakang. Wajah Nizam semakin mendekatinya dan Ia lalu mencium istrinya dari belakang.     

Sesungguhnya Nizam sangat tegang dari semalam. Semakin mendekati waktunya wisuda Ia semakin tegang. Dulu sewaktu Ia belum menikah, Nizam seperti mati rasa. Ia tidak pernah merasa sedih, bahagia apalagi takut. Perasaannya selalu tenang bagaikan permukaan danau yang tidak mengalir. Tetapi setelah Ia melabuhkan hatinya pada Alena, perasaan manusiawinya muncul secara perlahan.     

Perasaan cinta pada Alena, perasaan rindu ketika jauh dari Alena, perasaan benci pada Edward, perasaan muak pada Alena, perasaan kesal pada ibunya, perasaan sayang kepada kedua anaknya dan perasaan takut kehilangan keluarganya bermain terus di dalam otaknya.     

Apa yang sebenarnya terjadi kepada dirinya, Nizam terkadang tidak mengerti. Hari ini Ia merasakan ketegangan karena firasatnya yang mengatakan bahwa akan terjadi sesuatu pada saat wisuda nanti. Tetapi walaupun Ia memiliki firasat, Ia tidak bisa membatalkan acara hari ini. Bagi dirinya mungkin tidak ada masalah karena ini adalah wisudanya yang ketiga kalinya. Tetapi bagi Alena, Cynthia dan Jonathan ini adalah wisuda pertama mereka. Sangat mustahil melarang mereka hadir pada  wisuda pertama mereka hanya karena ada firasat buruk. Bukankah firasat itu belum tentu terjadi.     

Nizam sibuk menyenangkan dirinya dengan Alena. Alena sendiri dia tetap mompa ASI-nya. Mompa ASI-nya sudah selesai tetapi Nizam masih bersemangat.  Hingga kemudian terdengar ketukan pada pintu kamarnya.     

"Yang Mulia Putri Cynthia mohon izin menghadap " Kata Penjaga dari luar.     

Alena menjadi panik sambil melihat ke belakang ke arah Nizam yang sedang bergerak cepat. Nizam malah menggelengkan kepalanya. "Biarkan saja.. Aku sedang tanggung"Katanya sambil memejamkan matanya.     

Alena cemberut dan membiarkan kelakuan suaminya. Dan untungnya Nizam tidak terlalu lama melakukannya. Setelah semuanya usai Ia segera turun dari tempat tidur dan kembali masuk ke dalam kamar mandi. Alena mengomel sambil memperbaiki pakaiannya dan kebetulan Ia juga sudah selesai mompa ASI-nya.     

"Aku sudah mandi tadi. Sekarang harus mandi lagi. Sungguh luar biasa si juragan mesum itu. Ga boleh lihat dada terbuka sedikit atau paha terbuka sedikit pasti saja bangun." Alena menyimpan botol – botol ASI-nya ke dalam kulkas.     

Ia lalu berjalan keluar dari ruangan tempat tidur dan membuka pintu depan. Cynthia tampak sudah rapih dengan gaun formalnya. Gaun hijau berenda lembut sampai ke bawah serasi dengan kerudung yang menutupi sebagian rambut pirangnya. Cynthia mengerutkan keningnya melihat Alena masih mengenakan pakaian tidurnya.     

"Mengapa Kau belum siap ? Bukankah kau yang paling semangat hari ini ? Lihat penata rias sudah dari tadi duduk menunggu di luar kamarmu" Kata Cynthia sambil menatap Alena dengan tajam. Alena menjadi tergagap apalagi ketika kemudian suaminya lewat di depannya sudah berpakaian rapih mengenakan jas berwarna hitam dan berdasi garis – garis. Dengan rambut semi basah.     

"Tadi Alena mompa ASI dulu. Ayo Alena.. mandi dulu. Bukannya mandi dari tadi " Kata Nizam sambil mengerutkan keningnya pura – pura marah.     

Alena mendelik dengan buas, giginya gemeretak menahan marah. Aku sudah mandi dari subuh tadi... Kau yang membuat Aku harus mandi  lagi. Alena ingin berteriak seperti itu tapi Ia tidak mau membuat huru hara. Jadi dia kemudian berbicara dengan nada manis tapi menusuk.     

"Baiklah suamiku Yang Mulia Pangeran Nizam. Maafkan hamba yang lalai karena belum mandi dari tadi " Kata Alena sambil kemudian masuk ke dalam kamar mandi. Nizam tersenyum melihat istrinya terlihat sangat marah kepadanya. Ia lalu berkata kepada Cynthia.     

"Suamimu sudah bangunkah ?" Kata Nizam.     

"Iya dia sedang mengondisikan para pegawai dan pelayan. Kemungkinan ketiga bayi akan berada dalam satu ruangan untuk memudahkan pengawasan" kata Cynthia.     

"Sebenarnya sangat berat Kita meninggalkan mereka di sini tetapi kalau di bawa juga lebih berbahaya. Aku berusaha sebaik mungkin bersama Amar dan Arani membuat proyeksi pengamanan dengan segala kemungkinan yang akan terjadi. Aku juga tidak mengizinkan orang tua Alena dan perwakilan dari Azura untuk mengahadiri wisuda kita. Karena semakin banyak yang harus di awasi maka akan semakin membuat penjagaan akan lengah" Kata Nizam sambil menghela nafas panjang.     

Untungnya otaknya sekarang sedikit fresh tidak terlalu tegang seperti tadi. Dan Cynthia mengetahui itu sehingga Ia kemudian berkata kepada Nizam.     

"Walaupun tegang, Aku bersyukur karena kau masih bisa senang – senang bersama Alena "kata Cynthia sambil duduk di sofa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.