My Precious Husband (COMPLETE)

Part 20



Part 20

0Mona menatap tajam wanita yang menurutnya menyebalkan, licik, culas, tidak tahu malu, dihadapannya saat ini, setelah ia membantu Ana berdiri. Mimpi apa semalam ia bisa bertemu dengannya, rasanya hanya mendengar namanya saja sudah membuat darahnya naik, tapi kini ia disuguhkan wajah yang ingin sekali ia cakar dengan kuku-kukunya yang tajam.     
0

"Sial sekali ya aku bertemu denganmu!" Hardik Mona kepada Nita, wanita itu merotasi matanya jengah. Tangannya berkacak pinggang, benar-benar malas sekali mengahadapi wanita ular itu. Tapi karena bentakan yang dikeluarkan wanita itu padahal dia yang salah, membuatnya bertahan disisi Ana bagai panglima yang siap tempur. Bagusnya si Nita ini dibuat apa ya? Dendengkah?     

"Oh Mona, calon adik iparku yang manis, sudah lama tidak bertemu ya." Kata Nita seraya tersenyum, ia masih memasang topeng diwajahnya, jelas keduanya tahu bahwa itu hanya basa-basi yang memuakkan, sedangkan Ana hanya memperhatikan keduanya tanpa ingin membuka mulut, ia merasakan atmosfir tak bersahabat di sini jadi bijaknya ia diam menyimak, tapi agaknya mereka tidak akan hanya sekedar berbasa basi. Karena ucapan Mona setelahnya benar-benar membuka topeng Nita.     

"Sedang menghabiskan uang Kakakku? Senang ya menjadi jalangnya Kei?" Nita nampak mengepalkan tangannya kuat-kuat agar tak menampar mulut pedas wanita berambut abu-abu itu. Lalu pandangannya menangkap sosok Ana yang baru ia sadari, senyuman asimetris terbentuk diwajahnya. Jarinya yang lentik menunjuk wajah Ana.     

"Lalu jalang disampingmu ini apa? Oh atau hanya menjadi babumu mengangkat semua barang belanjaanmu?"     

PLAKK     

Mona menampar pipi Nita keras, beberapa orang menghentikan langkahnya hanya untuk menyaksikan ketegangan antara tiga wanita muda yang cantik. Pikir mereka pasti karena perebutan kekasih. Ana mengatup kedua bibirnya rapat-rapat matanya membola tak percaya. Nita mengelus pipinya yang memerah mengumpat pelan.     

"Sialan!! Jaga mulutmu kau pikir dirimu siapa? Jangan merasa kau lebih dari Ana. Tidak! Kau bahkan jauh level dengan kakak iparku! Jangan harap Kei akan terus dibawah ketiakmu. Kakakku yang bodoh itu pasti akan sadar dengan sikap busukmu!" Nita tertawa sinis menepuk pipi Mona dua kali tapi langsung ditepis olehnya.     

"Dengar adik kecil, berapa kalipun kau mencoba. Kau akan tetap gagal. Kau pikir kenapa Kei lebih memilih mengikuti rencana gilamu? Karena dia tidak akan meninggalkanku!!!" Katanya dengan nada yang semakin tinggi, lalu beralih menatap Ana.     

"Dan kau!! Sadarlah diri. Tau diri siapa dirimu dan apa posisimu. Waktumu hanya tinggal 4 bulan lebih! Ku izinkan kau menikmati semuanya. Setelah kontrak itu habis, Jangan harap bisa mengambil Kei dariku. Dan kau juga Mona terima kenyataan, suka atau tidak aku yang akan menjadi kakak iparmu!"     

Setelah mengatakan itu, Nita merasa tak perlu mendengar balasan Mona yang terdiam kaku. Lalu berlalu meninggalkan mereka, masih ia sempatkan menyenggol pundak keduanya. Mona menggeram kesal, ingin menarik rambut wanita ular itu tapi dengan cepat Ana tahan. Ia bukannya ingin ikut campur, meski ia juga kesal setengah mati dengan Nita, Ana harus bisa menahan diri, ini tempat umum. Eksistensi Mona sebagai adik Kei mempertaruhkan nama baik kakaknya jika ia bertindak gegabah karena emosi.     

:rose::rose::rose:     

Ana memangku Mikail yang tengah mode manja, sembari memeluk erat tubuh kakaknya, Mikail menangis karena merasa Ana tidak sayang lagi padanya karena sering meninggalkannya, wanita itu mengelus punggung ringkih kecil miliknya.     

"Kakak tidak sayang lagi dengan Kail~" rengeknya tampak lucu kendati hati Ana meringis merasa bersalah, Ana tidak menyadari kalau akhir-akhir ini ternyata membuat adiknya merasa diabaikan.     

"Kata siapa? Kakak paling sayang Mikail kok"     

"Benar?" Mikail mendongak memandang wajah teduh Ana, ia mengangguk mengiyakan, tangannya menghapus buliran air mata yang masih mengalir di pipi tirusnya.     

"Tapi kemarin kakak Ana bilang lebih sayang Kakak Kei kok" Mikail menoleh ke sumber suara yang kalimatnya mengganggu rungunya, wajahnya semakin suram dan ditekuk sedangkan Ana mendelik pada ia yang berdiri bersender di kusen pintu tangannya melipat di depan dada. Kei terkekeh saat tangisan Mikail semakin pecah.     

"Huaaaaa....Tuhkan Kakak jahat"     

"Eh bohong kok, kakak tidak bilang gitu. Astaga Kei" Kata Ana panik pasalnya mikail memukul-mukul dadanya. Kei menghampiri mereka masih dengan tawanya, lalu memeluk Ana dari samping.     

"Maaf ya Kail, Kakak Ananya buat kakak" Mikail menggeleng kembali memeluk Ana erat.     

"Tidak boleh.... tidak boleh..... Kakak Ana~"     

"Tidak sayang.. Kakak Kei hanya bercanda. Sudah ya, jangan nangis terus, wajahnya sudah merah begitu." ucap Ana tanganya masih mengusap kepala adiknya lembut, dengan Kei yang masih memeluknya, pria itu mencium kening Ana sekilas lalu melepas pelukannya, karena sedari tadi mereka berada di atas ranjang, Kei berlutut mensejajarkan tubuhnya agar dapat melihat wajah Mikail.     

Tangannya ikutan mengusap kepala Mikail lalu menghapus airmata miliknya.     

"Bercanda sayang, Kakak Ana sayang sekali loh dengan Kail. Dirumah sudah banyak mainan untuk Mikail, jadi saat Kail pulang, Kail bisa bermain sepuasnya" Mikail mendongak menatap Ana yang tersenyum menanyakan kebenaran tentang apa yang Kei katakan baru saja. Maka saat anggukan kepalanya meyakinkan Mikail, anak itu menghentikan tangisannya meski masih sesegukan tapi bibirnya tertarik, wajahnya berubah cerah khas anak kecil. Atensinya kembali pada Kei.     

"Kakak tidak bohongkan?"     

"Tentu saja tidak" jawab Kei cepat. Mikail menunjukkan jari kelingkingnya di depan wajah Kei membuat pria itu bingung.     

"Janji??" Barulah setelah pertanyaan itu terlontar ia mengerti, jarinya yang besar meraih kelingking Mikail lalu menyatukan jari keduanya     

"Janji" Mikail berhambur pada pelukan Kei yang diterima dengan senang hati, tidak tahu kenapa pemandangan di hadapannya saat ini membuat airmata Ana jatuh begitu saja, tapi segera dihapus Kei dengan tangan satunya yang bebas. Mulutnya bergerak mengatakan jangan menangis pada Ana tanpa suara agar Mikail tak mendengar. Detik itu juga Ana tersenyum mengangguk.     

"Asalkan Mikail harus terus berjuang ya. Harus cepat sembuh! Jangan kalah!"     

Mikail menangguk menatap Kei dengan teduh.     

Haiiiii.... wahhh tiba-tiba readernya melonjak :smiling_face::smiling_face: malu akutuh tapi seneng! Hahahaha thank you bgt loh!! :face_blowing_a_kiss::face_blowing_a_kiss:     

Maaf kalo chapter kali ini kurang dapet feel soalnya ngetiknya sambil di jalanlah, sambil nyuri2 waktu kerja. Tapi tenang, akan aku perbaiki terus gaya tulisanku biar gak bosen dan monoton.     

Persiapkan diri kalian karena semakin mendekati konflik! Xixixi     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.