My Precious Husband (COMPLETE)

Part 18



Part 18

0Hujan turun begitu lebat, padahal ini bukan musim hujan, tapi ya mungkin cuaca memang sedang tidak bersahabat sampai menurunkan airnya dari atas sana, dan sialnya ternyata mobil yang ia kendarai juga sangat tidak bersahabat sehingga menyebabkan Kei kini dipinggir jalan dengan hujan deras yang mengguyur tubuhnya, ia harus memeriksa mesin mobilnya yang mati. Sungguh mogok disaat yang tidak tepat, Kei menggeram kesal, tapi ia tidak mengeluh karena memang ia lebih suka menyetir sendirian, jadi resiko seperti ini harus ia tanggung. Untungnya Kei mengerti mesin sehingga tidak butuh waktu lama untuk memperbaiki mesin mobilnya. Sayangnya tubuhnya terlanjur basah, ia menggigil kedinginan dan segera masuk mobil, menyalakan mobilnya kemudian bergegas menuju rumahnya.     
0

Kei masuk kedalam rumahnya, aroma masakan yang terasa menggiurkan tercium dari depan rumah. Duga Kei, pasti Ana tengah memasak makan malam. Dengan tubuh basah kuyub Kei menuju dapur untuk melihat Ana, sebelum ia menuju kamarnya.     

"Kamu lagi masak apa?" Tanya Kei mengejutkan Ana, Ia tak mendengar suara apapun saat Kei masuk, apa ia terlalu fokus atau Kei yang memang berjalan tanpa mengeluarkan suara apapun, dan Ana memutar tubuhnya, Matanya membesar melihat presensi Kei yang basah kuyub karena kehujanan. Tangannya segera mematikan kompor.     

"Oh Tuhan Kei, kok kehujanan? Tunggu sebentar" Kata Ana, tanpa menunggu jawaban Kei, wanita itu meninggalkannya ke ruang laundry mengambil handuk baru, yang memang biasa Kei simpan untuk stock. Ana kembali dengan berlari menghampiri Kei yang hanya memperhatikannya dalam diam.     

"Turunkan kepalamu Kei" ucapnya lembut, Kei mengernyit tak mengerti tapi tetap melakukan apa yang Ana pinta. Ia menundukkan kepalanya sehingga Ana bisa menyentuh kepala pria itu, kemudian pergerakan Ana selanjutnya baru membuat Kei mengerti, dengan cepat wanita itu mengeringkan kepala suaminya menggunakan handuk yang ia ambil tadi. Lalu mengusap dengan hati-hati wajah Kei yang masih basah. Kei hanya memandang wajah Ana, menurut Kei sedekat ini, Ana semakin cantik dilihatnya. Ana yang merasa diperhatikan langsung menatap mata hijau itu yang juga sedang memandangnya, kedua pipinya merona saat melihat senyum Kei tergambar diwajahnya. Tangannya refleks berhenti lalu menjauh begitu juga tubuhnya.     

"Ma-maaf Kei aku lancang"     

Kei tersenyum, pandangannya begitu teduh     

"Tidak apa-apa Ana. Jangan canggung begitu. Aku senang kamu memperhatikanku." Kei berkata seraya menatap Ana teduh, Ana kembali rileks tapi masih menampilkan senyum canggungnya. Kemudian Ana mendekat membungkus tubuh Kei dengan handuk.     

"Sebaiknya kamu segera mandi air hangat, supaya tidak jatuh sakit" Kei menggangguk mengiyakan, lalu mengusak rambut Ana.     

"Terimakasih Ana" lalu pergi meninggalkan Ana yang masih terpaku, jantung wanita itu semakin tidak normal, setiap kali di dekat Kei, pasti kecepatan kerjanya meningkat pesat. Ana menyentuh dadanya sendiri, mengelusnya dengan pelan. "Tenanglah Ana, tenang" gumamnya pada diri sendiri. Kesadaran Ana kembali teralih saat netra hazelnya menangkap pemandangan masakan yang ia buat, terbengkalai begitu saja. Ia kemudian kembali melanjutkan aktivitasnya membuat makan malam untuknya juga Kei.     

Kei tampak lebih segar setelah mandi air hangat, kepalanya sedikit pening, entah karena kehujanan atau pekerjaan kantornya. Kei turun ke lantai satu menghampiri Ana yang masih memasak makan malamnya. Ia duduk di kursi bar, tangannya menopang dagunya memperhatikan Ana yang hari ini tampak mempesona, padahal wanita itu hanya menggunakan kaus kebesaran dengan celana training panjang, rambutnya diikat asal keatas sehingga anak rambutnya mencuat disekitar area lehernya yang putih. Wajahnya polos tanpa make up. Benar-benar cantik, Ana tidak mentato alisnya seperti Nita, alisnya tebal secara natural, bibirnya bahkan tidak perlu menggunakan lipstik karena sudah bewarna merah. Pipinya? Tidak perlu pewarna karena Ana selalu merona apalagi saat ia terang-terangan memujinya. Tanpa sadar Kei menyunggingkan senyuman. Ana yang tidak sadar kehadiran Kei membalikkan tubuhnya dan lagi-lagi terlonjak kaget.     

"Astaga Kei, kenapa suka sekali bikin orang kaget!!" Kei terkekeh, menghendikkan bahunya.     

"Kamu saja yang terlau fokus sampai tak memperhatikan sekitar"     

"Iyah sih mungkin begitu, tunggu sebentar lagi ya, makanannya akan siap 5 menit lagi" Kei mengangguk dengan patuh, lalu Ana kembali berkutat dengan masakannya, setelah semua siap mereka makan dengan tenang, beberapa kali Ana melihat Kei yang bersin-bersin. Kei makan dengan cepat karena kepalanya yang masih teras pening, setelah makannya selesai pria itu pamit ke kamarnya, sebenarnya masih ingin berbincang dengan Ana tapi pusing kepalanya membuat Kei ingin cepat istirahat.     

Ana menyelesaikan pekerjaannya tergesa, ia merasa khawatir dengan kondisi Kei, pria itu tak mengatakan apapun tapi Ana tahu Kei sedang sakit, pasti karena kehujanan. Setelah selesai merapikan dapur dan mencuci piring, Ana mencari termometer dan obat-obatan lalu menuju kamar suaminya, saat melewati ruang tamu tungkainya berhenti melihat Kei tengkurap di karpet bulu yang tebal depan televisi yang menyala, namun mata pria itu terpejam. Ana menghampirinya, wajah Kei memerah, tangannya terulur menyentuh kening Kei, ternyata benar seperti dugaannya Kei demam. Ana menggoyangkan tubuh Kei dengan pelan.     

"Kei bangun, kenapa tidur disini?"     

Mata Kei mengerjap mengintip Ana tapi kemudian kembali terpejam dan ia tetap menjawab pertanyaan Ana.     

"Nyaman Ana, sepertinya malam ini aku tidur disini."     

"Tapi kamu sedang demam, nanti tambah sakit kalau tidur disini."     

"Tidak akan~ aku hanya butuh istirahat. Besok pasti sembuh" ucap Kei lirih. Ana menghembuskan nafasnya pelan, Ia lupa kalau Kei keras kepala, jadi pasti pria itu tidak akan mendengarnya.     

"Yasudah kalau gitu, minum obat dulu ya. Ayo bangun kubantu." Kata Ana lalu membantu Kei bangun, untungnya kali ini pria itu menurut padanya. Kei minum obat yang Ana berikan setelahnya kembali berbaring, matanya terpejam lagi. Ana bangkit dari sana mengambil selimut tebal dikamar Kei, kembali ke ruang tamu kemudian menyelimuti tubuh Kei hingga lehernya. Dirasa Kei sudah merasa nyaman, Ana bangun ingin segera kekamar untuk istirahat juga, tapi tiba-tiba Kei menarik Ana hingga wanita itu terbaring disamping Kei.     

"K-kei" panggil Ana lirih     

Kei hanya diam saja, ia menggeser kepalanya dari bantalnya menjadikan mereka satu bantal, membungkus tubuh Ana hingga mereka juga satu selimut. Meskipun Ana terkejut dengan perlakuan Kei tapi ia tetap diam mengikuti alurnya hingga Kei memeluk Ana erat. Mempertemukan Ana pada dada bidang pria itu. Ana mendongak menatap Kei yang memejamkan matanya.     

"Ke-kei, apa yang kamu lakukan?"     

"Tidurlah Ana, hari ini temani aku tidur disini ya"     

"Tapi.."     

"Tidur Ana!" Ana tak lagi bersuara, mau ia berkata apapun, Kei tidak suka penolakan jadi pada akhirnya Ana hanya bisa menyamankan dirinya pada pelukan hangat Kei. Ia merasa pelukan kei mengerat. Ana mulai memejamkan matanya.     

"Ana"     

"Ya Kei?" Tanya Ana kembali membuka matanya, kei melonggarkan pelukannya menatap Ana seductive.     

"Aku ingin menciummu, bolehkah?" Ana merona, tubuhnya membeku, dan lagi jantungnya mulai berdetak abnormal. Tapi Ana menggeleng menolak Kei.     

"Tidak boleh, kamu sedang sakit. Nanti aku tertular, siapa yang mengurus bayi besar keras kepala, kalau aku sakit juga?" Jawab Ana, kini wanita itu lebih berani berbicara mengutarakan pikirannya pada Kei, daripada diawal pertemuan mereka. Kei cemberut mendengar penolakan Ana tapi ia juga menerima alasan wanita itu, Kei tidak mau menularkan penyakit pada Ana.     

"Benar juga, ah padahal aku ingin mencicipi lagi bibirmu Ana" Kei memasang wajah cemberut yang dibuat-buat membuat Ana terkekeh geli, dengan gerakan cepat ia menyentuh kedua pipi Kei lalu mengecup kening kepala pria itu. Kei tersenyum lebar mendapat ciuman dari Ana meski hanya di kening, karena biasanya selalu ia yang memulainya lebih dulu.     

"Sekarang.... cukup di kening dulu ya" ujar Ana malu-malu. Sungguh rasanya Kei ingin menerkam Ana saja, wanita itu benar-benar menggemaskan.     

"Ana"     

"Ya?"     

"Sepertinya aku bisa dengan cepat sembuh kalau kamu memberi obat seperti itu lebih banyak" Ana tertawa mendengar bualan Kei, menepuk dada pria itu pelan.     

"Memang Kei si pria mesum" kata Ana lalu mereka kembali tertawa bersama, Ana kembali memeluk Kei menenggelamkan wajahnya pada dada bidang suaminya. Ana tidak tahu apa yang sedang ia lakukan, diotaknya mengatakan ini semua salah, tidak seharusnya ia begini, Ana seperti perebut kekasih orang saja. Tapi hatinya mengkhianati pikiran Ana, memang ia telat menyadarinya. Entah sejak kapan semuanya terjadi, tapi Ana tahu ia mulai menyukai Kei. Darimana Ana tahu? Debaran jantungnya yang menggila adalah jawabannya, Ana pernah merasakan ini dulu saat ia menyukai seseorang, rasanya sama namun kali ini begitu kuat. Ana tidak tahu apa itu cinta? Apa ini bisa dikatakan cinta atau sekedar menyukai karena kagum dengan Kei. Yang pasti Ana rasanya berat jika harus melepaskan Kei nantinya. Ana semakin mempererat pelukannya, Kei mengusap punggung Ana lembut dengan mata terpejam dan senyuman yang tidak bisa ia tahan.     

"Selamat malam Ana"     

"Selamat malam Kei" ucapan tidur mereka menggiring mereka kedalam mimpi, keduanya terpejam dan terlelap dengan pelukan hangat, dan suara hembusan nafas masing-masing sebagai lagu pengantar tidur.     

:rose::rose::rose:     

Mona masuk kedalam rumah Kei dan Ana tanpa mengetuk pintu lebih dulu, masuk kedalam rumah yang ternyata tidak ada tanda-tanda kehidupan sampai ia menemukan sepasang suami istri masih terlelap diruang tamu sembari berpelukan. Mona tersenyum senang melihat adegan pagi yang romantis antara Ana dan Kei.     

"Ana, aku yakin kamu bisa meluluhkan hati pria bodoh itu. Semangat Ana, kuharap kamu benar-benar berhasil." gumamnya menatap Mereka yang masih tertidur dengan nyenyak.     

"Ah sebaiknya tunggu mereka bangun di dapur saja, sambil buat sarapan" Sambungnya, lalu melangkah meninggalkan suami istri itu menikmati kebersamaannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.