My Precious Husband (COMPLETE)

Part 31



Part 31

0Ana menatap kagum pada pemandangan sebuah kolam dengan taman yang luas dari balik jendela besar kamar hotelnya. Tidak ada yang berenang maupun sekedar bermain-main disana mengingat bulan ini merupakan musim gugur. Suhu diluar sana pasti sedang dingin. Lagipula siapa yang mau berenang di musim dingin seperti sekarang ini. Pasti orang itu tidak waras, atau mungkin pasti kulitnya sudah mati rasa oleh rasa dingin. Omong-omong saat ini ia berada di Orlando, tiga hari setelah Kei dan Ana belanja Mantel dan perlengkapan lainnya, pria itu benar-benar menepati janjinya untuk mengajak Ana ketempat dimana ia bisa mendapatkan tongkat sihir. Ana menyentuh jendela didepannya secara perlahan, ia masih tidak percaya, bukan hanya karena masalah tongkat sihir. Hanya saja selama ia hidup sampai sekarang tidak pernah ia berani membayangkan dirinya menginjakkan kakinya di amerika. Menghirup udara Amerika bahkan menginap di hotel bintang 5 di Amerika. Melihat di peta saja rasanya jauh sekali dari tempat tinggalnya, apalagi kondisi keuangan Ana, juga keadaan Mikail saat itu, membuat Ana membuang jauh pikiran konyol tentang jalan-jalan. Pergi ke dufan saja yang dekat ia tidak bisa.     
0

Semalam mereka sampai tengah malam, jadi keduanya tidak bisa berkeliling dan langsung istirahat, ia tidak bisa mendeskripsikan perasaannya begitu detail, namun yang pasti ia benar-benar sangat senang, Kei memenuhi keinginannya. Astaga hati Ana berdebar dengan gilanya, ia tak sabar berkeliling kota dan pergi ke tempat dimana ia bisa merasakan atmosfir dalam dunia sihir. Ana mengernyit rasanya ia ingin mentertawakan dirinya sendiri, ia merasa sangat ke kanakan sekali.     

"Ana, sudah siap?" Ana memutar tubuhya, mendapati Kei yang sibuk mengenakan jam tangan, ia mendekat, menghampiri Kei lalu dengan tiba-tiba memeluk tubuh suaminya, menghirup aroma tubuh Kei dalam-dalam. Ana menenggelamkan wajahnya di dada bidang Kei.     

"Hey, kamu kenapa? Ada yang membuatmu sedih?" Tanya Kei, tangannya menangkup wajah Ana hingga mendongak menatapnya, Ana menggelengkan kepalanya, senyuman mengembang di wajahnya.     

"Terima kasih Kei... sungguh aku sangat berterima kasih" ungkap Ana, Entah kenapa dada Kei bergemuruh bahagia, tidak pernah ia merasa sebahagia ini. ia membalas senyuman Ana kemudian mengangguk setelah itu mendekatkan wajahnya kepada Ana lalu melumat bibir Ana dengan lembut. Ana membalas ciuman tersebut. Tangannya meremat baju Kei. Mereka berciuman cukup lama sampai jika Ana tak mendorongnya, ia rasa bisa kehabisan nafas.     

"Kei....Selalu begitu, kalau sudah kehabisan nafas, baru dilepas"     

Kei terkekeh, mengusap pipi Ana yang memerah "Habis rasanya manis sekali, Aku jadi ketagihan. Apa kita tidak usah kemana-mana ya Ana? Disini saja ya... hmm?"     

Ana menepuk dada Kei "Tapi Kei sudah janji padaku loh"     

"Iya...iya... nanti malam saja ya"Ujarnya seraya mencium kening Ana lalu kedua matanya, hidungnya, dan bibirnya kembali.     

"A-ayo Kei, nanti keburu siang.. takut panas" Kata Ana mencoba menghindar, menarik tangan Kei, agar segera meninggalkan kamar. Bisa-bisa ia betulan tidak jadi pergi jika lebih lama lagi disana. Dan untungnya Kei tidak menolak, mengikuti Ana yang menarik tangannya.     

"Tapi sekarang musim dingin Ana... jadi tidak akan panas" wajah Ana memanas karena malu, ia menyumpah serapahi dirinya sendiri, melupakan fakta cuaca disini berbeda dengan negaranya. Kei yang melihat telinga Ana yang memerah, kembali menggodanya.     

"Kamu malu ya? Telingamu memerah" Buru-buru Ana menutup telinganya dengan tangan, melepas genggamannya dengan Kei.     

"Tidak merah!!"     

"Merah kok..."     

"Ya sudah diam saja kalau begitu." Hardik Ana membuat Kei tertawa melihat tingkah lucunya. Memeluknya dari belakang mengecup pucak kepala Ana singkat. Dan akhirnya mereka berjalan dalam posisi seperti itu hingga keluar pintu. Merepotkan memang, tapi keduanya senang bukan main.     

:rose::rose:     

Ana puas sekali mengitari taman bermain The Wizarding World of Harry Potter, dari menggunakan kostum ala penyihir seperti harry potter, bermain wahana mirip roller coaster, sampai naik hogwarts ekspress semua dilakukan Ana. Dan Kei hanya pasrah mengikuti kemanapun Ana pergi, ia juga menjadi fotografer dadakan untuk mengabadikan foto istrinya di castle hogwarts atau berfoto dengan burung hantu, sekilas ia seperti pergi dengan anak umur 10 tahun. Tapi Ana terlalu dewasa untuk dikatakan begitu, apalagi tubuhnya yang.... Baiklah ini bukan saatnya berpikiran seperti itu Kei, ini waktunya memanjakan Ana. Tapi ia juga bisa memanjakan Ana dengan cara lain kok. Oke... oke... itu nanti aja di bab lain. :grinning_face_with_sweat::grinning_face_with_sweat:     

Kei kembali membidikkan kameranya pada Ana secara diam-diam saat Ana tengah asik memilih barang untuk oleh-oleh. Ya meskipun memang Ana meminta difotokan untuk kenang-kenangan dan katanya akan di pamerkan kepada Hobi, tapi itu jika ia menemukan spot bagus. Kalau seperti ini ia mengambil gambar untuk dirinya sendiri, foto-foto yang tidak boleh dimiliki siapapun, apalagi yang menjadi object fotonya. Tidak boleh dan tidak rela juga.     

"Kei menurutmu apa Hobi akan menyukainya?" Tanya Ana sembari menunjukkan topi ditangannya. Kei mengernyit menatap Ana horor.     

"Kalau aku jadi Hobi, aku tidak akan mau memakainya"     

"Kenapa? Ini lucu kok"     

Kei menghela nafasnya, menjawab dengan sabar "Ana~ pria dewasa mana yang mau menggunakan topi bertelinga kucing begitu?"     

"Hobi?? Aku pernah kok melihatnya menggunakan topi bertelinga kelinci"     

Kei membelalak "Hobi? Serius?" Ana mengangguk lucu, lagi Kei menghela nafasnya pelan, mengusap kepala Ana.     

"Yasudah terserah kamu saja, dibelikan saja biar tidak penasaran ya" dan akhirnya Ana benar-benar membeli topi itu bersama barang yang lainnya untuk Mona dan Ibu. Setelah membayar semua barang, Mereka berkeliling lagi, sampai di toko yang menjual tongkat sihir. Ana sontak menarik tangan Kei untuk masuk kedalam. Seorang pria di dalam toko bertanya kepada Ana, tapi Ana tak mengerti dan akhirnya Kei yang menjawab. Pria itu memberikan kotak berisi tongkat sihir kepada Ana. Mata Ana berbinar meraih tongkat sihir itu. Kei ingin tertawa melihat Ana yang begitu semangat dengan tongkat sihir sampai pertanyaan Ana membuatnya mengurungkan niatnya.     

"Kamu tahu kenapa aku begitu konyol dengan sihir? Kamu pasti menganggapku Aneh, diumur sekarang bertingkah seperti anak kecil yang senang dengan hal-hal seperti ini" Kata Ana masih memandang tongkat sihirnya, ia mulai mengayunkan tongkat itu.     

"Dulu... aku terlalu putus asa dengan kondisi Mikail, berharap aku punya kekuatan sihir agar bisa kusihir lalu wushhhh menghilang sakitnya...." Ana terkekeh "hmm atau aku terlalu serakah ya? Jika iya setidaknya aku ingin memindahkan sakit Mikail padaku..... Huuuh konyol bukan Kei?" Tanya Ana kepada Kei, matanya mulai berkaca-kaca. Kei tak menjawab, la tahu istrinya tidak membutuhkan jawaban apapun, Ana hanya ingin di dengar.     

"Tapi lihat sekarang saat aku sudah memegang tongkatnya, Mikail..." Ana tak lagi melanjutkan kalimatnya, air matanya turun perlahan. Kei membawanya kedalam pelukannya, mengusap punggung kecil Ana pelan. Jika awalnya ia hanya merasa simpati, sekarang melihat Ana seperti ini rasanya hati Kei seperti di tusuk belati panas.     

"Mikail sudah bahagia disana sayang"     

Ana melepas pelukannya, ia menghapius air matanya. Kembali tersenyum sumringah. "Aku tahu kok, Mikailku sudah bertemu dengan Ibu dan Ayah. Tenang saja, aku sudah ikhlas Kei. Aku hanya merasa aku belum berbuat banyak untuk Mikail. Tapi....karena sekarang ada kamu, aku akan menyihirmu saja"     

"Aku?" Ana mengangguk lalu mengayunkan tongkatnya sambil membaca mantra.     

"Aku menyihir Kei, agar selalu bahagia, sehat, dipenuhi kasih sayang..." Kata Ana riang, Kei hanya bisa tertawa mendengarnya mengusap pipi Ana lalu mengecup keningnya     

"Terimakasih sayang"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.