My Precious Husband (COMPLETE)

Part 27



Part 27

0Sudah seminggu terakhir kalinya Ana, tidak! Pertama dan terakhir kalinya melakukan percobaan bunuh diri. Semenjak itu juga Kei tidak membiarkan Ana sendirian, jika ia tak bisa menemaninya maka ia akan meminta Mona yang menemani wanita itu, atau kadang-kadang juga ibu melakukannya. Tepatnya sih atas dasar kemauan ibu sendiri, karena setelah mendengar Ana hampir saja menghilangkan nyawanya, ibu sangat marah kepada Ana. Ibu sampai harus menginap beberapa hari hanya untuk membuat Ana merasa lebih baik dan segera mengikhlaskan Mikail. Dan syukurlah kondisi Ana kini mulai membaik, ia sudah kembali menampilkan senyum manisnya meskipun Kei tahu terkadang di malam hari Ana masih menangis, tapi Kei mewajarkan itu karena siapa yang bisa begitu saja mengikhlaskan kepergian orang yang begitu berharga secepat itu.     

Kei yang sedang melamunkan Ana, tiba-tiba saja dikejutkan oleh kedatangan Jackson yang membawa berkas di tangannya dengan tergesa, ia masih saja tak mau repot mengetuk pintu terlebih dahulu, mau menyumpah serapahi juga rasanya percuma, mulut Kei sampai kebas mengoceh hal yang sama terus menerus, memang asisten laknat Jackson itu, seharusnya sejak lama ia menukarkannya dengan kambing!     

"Kei huh...huh...huh...kau...huh..harus lihat ini!!!!" Ujar Jackson dengan nafas terengah-engah, sedangkan Kei memutar bolanya malas, gimana tidak? Dia mengap-mengap dengan besar seperti kudanil.     

"Tarik nafas dulu baru bicara" Jackson mengangguk lalu menarik nafasnya dalam-dalam setelahnya dihembuskan, ditarik lagi lalu dihembuskan seterusnya begitu sampai lagi-lagi Kei harus marah-marah kepadanya.     

"Hentikan Jackson!!! kau tidak sedang ingin melahirkan!!!!" Setelah dirasa sudah tenang, ia kembali melanjutkannya.     

"Dengar!! Kau harus membuka ini dan lihat dengan mata terbuka sel-le-bar mungkin jika perlu pakai kaca pembesar... kalau masih tidak bisa melihatnya dicopot saja dari tempatnya, percuma soalnya kau pasti sudah kehilangan fungsinya. Asal kau tahu aku sampai mengorbankan waktuku untuk mencari itu." cerocos Jackson panjang lebar tanpa jeda, Kei sampai mengernyitkan keningnya menatap Jackson bingung. Hari ini Jackson aktif sekali, dia tidak salah masuk rumah sakitkan? Karena sebelum ini ia meminta izin ke rumah sakit, Kei takut-takut kalau Jackson ke rumah sakit hewan lalu salah vaksin.     

Lama tak melakukan apapun Jackson kembali membuka suara agar Kei segera membuka berkas yang dimasukan kedalam amplop dengan cepat. Pada akhirnya Kei melakukannya, ia pusing mendengar ocehan Jackson yang seperti anak perawan minta di gagahi, bawel sekali.     

Saat isi dalam amplop itu dilihatnya, wajahnya berubah drastis 180 derajat. Yang tadinya malas-malasan kini rahangnya mengeras lalu melihat Jackson dengan pandangan mematikan, meski Jackson tahu respon yang akan didapatnya seperti itu tetap saja hatinya mencelos ketakutan, kenapa sih sahabatnya dianugerahi aura mengintimidasi yang kuat dan menyeramkan?     

"Jangan main-main padaku Jackson" desis Kei menahan diri.     

"Ti-tidak Kei, sudah sejak lama aku mencurigainya dan akhirnya aku menemukan bukti itu, benar kata Mona....."     

"NITA TIDAK AKAN MENGKHIANATIKU!!!!!" Teriak Kei kalap, meski seminggu ini ia jarang bertemu, Kei masih intens menghubungi kekasihnya dan memberi pengertian, jadi foto-foto yang dilihatnya, tetang Nita yang bercumbu dengan pria lain pastilah sebuah kesalahan. Jackson mendengus pelan, dalam hati membodohi Kei habis-habisan. Dasar budak cinta!!     

"Lalu siapa yang kau lihat disana? Aku yang sedang menyamar? Gila saja, aku jantan begini" jawab Jackson masih mencoba bersikap biasa, meski batinnya ketar ketir apa ia akan baku hantam dengan Kei, karena ia tahu hanya perkelahian yang bisa menjinakkannya.     

Kei meremat foto itu kuat-kuat membuangya ke tempat sampah lalu tanpa aba-aba menendang tempat sampah itu dengan keras hingga terbelah. Tuhkan benar, Jackson harus siap-siap baku hantam tapi dibandingkan itu jurus apa ya yang harus ia gunakan?     

"Hentikan Bodoh!!! Sadarlah ia sudah mempermainkanmu? Tinggalkan wanita ular itu!"     

"Tidak bisa...."     

"Apanya yang tidak bisa!!!! Lupakan hutang budi itu, kau berhutang dengan ayahnya bukan Nita. Lagipula buka pikiranmu Kei, mana ada cinta atas dasar balas budi? Justru kulihat kau malah menyukai Ana" Kei membisu mendengar kalimat terakhir Jackson, benarkah? Arghhhh kenapa jadi seperti ini pikir Kei kesal     

"Brengsek!!!!! Wanita sialan!!!!" Kei meninju tangannya pada cermin yang di letakan di ruanganya, tangannya mengucurkan darah segar, nafasnya terengah-engah karena emosi. Lagi Jackson menghela nafasnya, biarlah Kei seperti orang idiot begitu, yang terpenting ia harus menyelamatkan sahabatnya dari wanita sepeti Nita.     

:rose::rose::rose:     

Ana baru saja hendak pulang dari restauran tempat ia bekerja dulu, tapi bukan karena sehabis bekerja, ia hanya datang berkunjung bertemu Hobi. Meski ia mendapat tatapan sinis dari beberapa mantan rekan kerjanya, Ana berusaha acuh, pasalnya ia sendiri bahkan tidak tahu kenapa mereka bersikap seperti itu, apa karena ia tak lagi bekerja? tapi itu semua bukan keinginannya melainkan Kei yang melarangnya dengan alasan suaminya itu sangat mampu membiayai hidupnya dan Ana tidak akan kekurangan apapun. Padahal Ana bekerja juga agar ia tak bosan karena tak melakukan apapun.     

Saat masih menunggu taksi lewat di sebuah halte tepat depan restauran Hobi, seseorang berdiri tegap dihadapannya, Ana yang awalnya menundukkan wajahnya lalu mendongak melihat presensi yang dikenalnya.     

"Hai Ana" sapa orang itu. Mata Ana menyipit mengingat orang dihadapannya.     

"Ah, Ferdy kan? Tanyanya ragu, tapi anggukan Ferdy membenarkan pertanyaan Ana. Ferdy mengulurkan tangannya menanyakan kabar Ana, dan kenapa ia tidak pernah melihat Ana lagi di rumah sakit. Setelah memberi tahu tentang Mikail, pria itu meminta maaf dan mengucapkan belasungkawa.     

"Tidak apa-apa Ferdy, tidak perlu merasa tak enak." Ferdy kembali mengangguk dan meminta maaf.     

"Omong-omong sedang apa kau disini? Menunggu seseorang?" Ana menggeleng     

"Tidak, hanya menunggu taksi untuk pulang"     

"Oh begitu. Tapi sepertinya taksi akan selalu penuh di jam sekarang Ana, mau ku antar?     

"Eh tidak perlu, aku tidak masalah menunggu taksi" tolak Ana tak enak, ia tidak tahu pria itu sedang apa disini, siapa tahu ingin bertemu seseorang jadi Ana tidak mau merepotkannya.     

"Adik ipar!!!" Panggil seseorang yang berhenti disamping Ana dan Ferdy, pria itu masih berada diatas motornya sembari membuka helm full facenya. Saat wajah itu terlihat jelas, Ana baru mengerti siapa yang baru saja memanggilnya Adik ipar.     

Ana menatap dengan pandangan tak suka masih teringat jelas dengan perkataan dan tingkah lakunya terhadap Ana di pesta waktu lalu, Yudi benar-benar kurang ajar padanya. Menyadari tatapan tak bersahabat dari Ana, Yudi menyeringai sembari menggaruk tengkuk kepalanya yang tak gatal.     

"Kau masih marah padaku ya? Maaf atas sikapku yang kemarin Ana. Kau tahu aku sedang mabuk. Aku memang suka hilang kendali jika mabuk." Ana mencari kebenaran dari ucapapn sepupu suaminya itu, dirasa meyakinkan kendati Ana masih jengkel, pada akhirnya iya menghela nafasnya pelan lalu tersenyum canggung.     

"Ya kumaafkan" jawaban Ana membuat cengiran di wajah Yudi semakin membesar hingga rasanya Ana yang melihat itu berpikir bibirnya akan sobek.     

"Sedang apa disini?"     

"Menunggu Taksi" jawab Ana cepat.     

"Mau kemana? Pulang? Yasudah ayo kuantar"     

"Aku sudah menawarkannya lebih dulu" Ferdy yang diam saja sejak tadi, akhirnya buka suara, ia merasa kesal diabaikan bukan pada Ana tapi pada pria itu. Sudah seenaknya saja datang tanpa menyapa terlebih dahulu lalu membuat Ana mengabaikannya.     

Ana sendiri memang lupa dengan kehadiran Ferdy, karena atensinya terfokus pada kedatangan Yudi. Kemudian ia mengenalkan keduanya.     

"Ferdy perkenalkan ini Yudi sepupu suamiku, dan Yudi perkenalkan ini Ferdy" Ferdy mengulurkan tangannya menyebut namanya tapi Yudi masih diam memangku wajahnya dengan tangan yang disandarkan diatas motornya. Pria itu akhirnya bergumam tanpa menjabat kembali tangan Ferdy, kemudian Ferdy menarik kembali tangannya dan tersenyum canggung, Ana yang melihat semuanya jadi merasakan atmosfir yang tak bersahabat. Ia menjadi kikuk berada di situasi seperti ini.     

"Ayo Ana kuantar pulang" Ajak Ferdy lagi     

"Tidak usah!!! Kan sudah ada sepupu yang mau antar pulang" Bukan Ana yang menyahut tapi itu Yudi.     

"Aku tidak bertanya padamu"     

"Ferdy..."     

"Jangan coba-coba Ana, atau kuadukan pada Kei, kau pulang dengan pria lain. Kei pasti marah!!" Ana mendengus kesal pada Yudi, bukan karena pria itu ingin mengadukannya pada Kei, tapi lebih ke cerewetan pria itu. Sukanya bersikap tak sopan lalu memotong pembicaraan orang lain.     

"Ferdy maaf, kau tidak perlu mengantarku. Terima kasih atas tawaranmu" ujar Ana pada akhirnya tetap menolak, awalnya Ferdy masih terus membujuk tapi akhirnya ia pamit setelah Ana yang dibantu Yudi menolak bantuannya terus secara mentah-mentah. Ana jadi merasa tak enak dengan Ferdy, padahal dia berbaik hati pada Ana. Tapi mau bagaimana lagi, Ana tidak mau membuat Kei salah paham, meski ia tidak tahu apakah Kei benar akan marah atau tidak.     

"Memaksa sekali sih" komentar Yudi melihat punggung Ferdy yang semakin jauh.     

"Kau juga memaksaku pulang bersama"     

"Memangnya daritadi aku memaksamu?" Wajah Ana seketika merah dengan pertanyaan Yudi. Ia malu karena baru ingat, kalau pria itu hanya mengajaknya satu kali.     

"O-oh begitu, lalu untuk apa masih disini?"     

Yudi terkekeh melihat Ana yang tersipu malu dan gugup, terlihat jelas sekali. "Terserah dong mau apa disini, tapi benar kok tadi memang tidak memaksa, tapi sekarang iya"     

Ana mendecak jengkel, melihat cengiran di wajah itu yang tampak sangat menyebalkan.     

"Tidak perlu, aku bisa naik taksi."     

"Aduh duh segitu saja sudah ngambek, sensitif sekali perasaan nona alvero ini. Kei pasti kerepotan padamu" Ana melotot mendengar ungkapan Yudi, rasanya ia ingin mencakarnya saja. Yudi sendiri tak mempedulikan tatapan bengis Ana lalu segera mengenakan helm lain yang ia bawa ke kepala Ana, Wanita itu memekik kaget dengan tindakan Yudi.     

"Yudi!!!!!"     

"Tidak usah banyak protes. Ayo naik saja langsung. Aku tidak akan menculikmu, bisa mati aku ditangan Kei." Ana tak dapat berpikir, saat Yudi menariknya dengan pelan agar segera naik motornya. Yasudah Ana pasrah, menolak sekalipun juga Yudi tetap memaksa. Ana naik keatas motor yang besar itu sedikit kesulitan.     

"Kau bawa helm dua ingin menjemput seseorang?" Tanyanya saat ia sudah duduk diatas motor yang mirip motor ninja.     

"Tidak lebih tepatnya sehabis mengantar kanjeng ratu nyai Mona! Kalau menolaknya bisa-bisa dapat hukuman gantung" Ana tertawa mendengar ocehan Yudi, terlintas di otaknya bagaimana Mona marah-marah dengannya. Yudi sudah memasang helmnya, bersiap menjalankan motornya tapi merasa janggal, ia kembali membuka kaca full facenya, menengok melihat Ana memegang jok belakangnya. Mata Yudi membola.     

"Ana!! Keterlaluan sekali, memangnya aku tukang ojek?" Ana yang terkejut refleks melepas tangannya begitu saja setelah mendengar pertanyaan Yudi.     

"Pegangan padaku Ana, aku biasa mengebut, kalau kau tidak pegangan padaku, kau bisa mental karena angin." Ana mengangguk canggung lalu dengan hati-hati menyentuh pundak Yudi yang bukannya membuatnya menjalankan motor besarnya tapi malah membuat matanya semakin melebar.     

"Ya Ampun Ana!! Memangnya kita sedang naik kuda-kuadan?"     

Ana mendecak lagi-lagi ia di protes     

"Lalu aku harus pegang apa? Helmmu?" Katanya kesal.     

"Tidak! Tapi pinggangku" Ana tak banyak protes mencekram jaket pinggang Yudi, lagi-lagi Yudi mendengus lalu menarik tangan Ana agar melingkar di tubuhnya. Kemudian ia tak membuarkan lagi Ana protes dan segera tancap gas dengan kecepatan yang bisa membuat orang seketika koma karena kaget. Ana berteriak lalu memeluk Yudi erat-erat, sumpah ia takut jatuh.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.