My Precious Husband (COMPLETE)

Part 26



Part 26

0Ana kembali masuk ke dalam kamar setelah mengatakan maksudnya pada Kei, ia memang butuh waktu untuk berdiam diri. Senyuman masih terkembang saat ia menapaki anak tangga, senyum palsu yang ia buat sejak tadi, tapi kemudian saat masuk ke dalam kamar dan pintu tertutup sempurna, senyuman itu hilang berganti tangisnya yang kembali pecah, dadanya kembali sesak mengingat Mikail, jika kemarin diwaktu yang sama ia tengah bersiap menuju rumah sakit, sekarang Ana tidak tahu harus berbuat apa. Ia hanya bisa meratapi kepergian Mikail, Ia menyeret langkahnya menuju ranjang, setelahnya menekuk kedua lututnya lalu memeluknya erat.     
0

"Mikail jahat... Kakak kangen..." gumamnya lirih lalu menenggelamkan wajahnya. Kenapa rasanya sulit sekali mengikhlaskan? Padahal ia tahu, jikalaupun Mikail selamat, Mikail hanya akan menderita, ia terlalu banyak merasakan sakit, sering kali disuntik, melakukan kemo hingga tubuhnya menghitam, rasanya akan sangat jahat jika ia memaksakan.     

Ana paham istilah setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan, setiap yang bernyawa pasti akan mati, hanya saja ia tidak paham dasarnya apa sampai ia harus merasakannya berkali-kali?     

Ana menghirup udara dalam-dalam lalu menghembuskannya, berapa kalipun ia mencoba meyakinkan dirinya tetap saja Ana tidak bisa menerimanya, Mikail terlalu melekat dalam hidupnya, Ana menggantungkan hidupnya pada Mikail, menjadikan ia sebagai sandaran Ana, lantas jika sandaran Ana pergi apa yang akan terjadi padanya? Tentu saja Ana akan terjatuh, tidak ada lagi alasan untuknya bertahan hidup. Pikiran Ana semakin kacau, kepalanya pening luar biasa, sesekali Ana menarik rambutnya agar pening di kepala hilang lalu membaringkan tubuhnya, meringkuk layaknya bayi.     

Ana masih betah pada posisinya, ia tak melakukan apapun sejak tadi, Benar! Memang tidak ada yang perlu dilakukan, semua yang dilakukannya sia-sia, untuk apa ia melanjutkan pernikahan kontrak ini, toh alasan ia melakukan pernikahan ini juga sudah tidak ada. Mau mengganti uangnya pun Ana tidak akan sanggup. Ana bangun dari tidurnya dengan lunglai, ia menyeret langkahnya ke toilet, membukanya lalu masuk ke dalam setelah itu menguncinya. Pandangannya tertuju pada cabinet kaca milik Kei, membukanya perlahan dan menemukan pisau cukur milik suaminya. Tangan Ana bergetar meraih pisau itu, dibukanya lipatan pisau agar tegak lurus memperlihatkan tajamnya pisau. Tangannya mengarahkan benda tajam itu tepat pada pergelangan nadinya.     

Jujur saja saat ini Ana takut! Tapi hanya satu goresan kuat dan dalam Ana pasti bisa bertemu dengan Mikail, bahkan bukan hanya Mikail tapi Ayah juga ibunya. Ana tersenyum membayangkan mereka bisa berkumpul bersama. Ya Ana tidak perlu takut cukup satu goresan saja.     

"ANA!!!!!"     

Ana terlonjak mendengar suara teriakan dari luar dengan gedoran pintu yang keras, ia menggenggam pisau Itu dengan gemetaran mendekapnya di depan dada. Ana tepat menghadap pintu, melihat pintu itu bergetar dengan suara dentuman keras.     

BRAKK     

Sekali lagi pintu itu terdengar seperti dihantam keras. Ana menggeleng kuat, tidak! Kei tidak boleh menggagalkannya, ia kembali mengarahkannya tepat pada urat nadinya.     

BRAKKKK     

Pintu sepenuhnya terbuka dengan wajah marah Kei yang langsung lari menghampiri Ana lalu menepis tangan Ana dengan cepat, hingga pisau itu jatuh di atas lantai. Mona muncul dari balik tubuh Kei menampar pipi Ana keras sampai sudut bibir Ana sobek.     

"MONA!!!     

Kei menarik mundur Mona yang tangisannya sudah pecah, sedangkan Hobi terengah-engah sambil berkacak pinggang melihat Ana dengan pandangan marah!     

"Istrimu hilang akal Kei!!! Dimana otakmu Ana!!! Kau pikir dengan kau bunuh diri adikmu akan kembali?"     

Ana menundukkan wajahnya, tidak menangis ataupun mengeluarkan suaranya, tubuhnya hanya gemetar, pikirannya kosong.     

"Pergilah Mona" Kei menyuruh Mona meninggalkannya berduaan saja.     

"Tapi Kei...."     

"KUBILANG PERGI!!!!" Mona mendengus sebal, meninggalkan tempat itu setelah menendang pintu yang rusak dengan keras, diikuti Hobi yang membiarkan keduanya bicara atau Kei yang menenangkan Ana. Hobi percaya Kei akan menjaga Ana, ia tidak akan menyakiti sahabatnya, jadi Hobi akan menunggunya diluar.     

Kei mendekat, ia marah bukan main pada Ana, tapi tak membuka suaranya sama sekali lalu dengan tiba-tiba memeluk Ana erat yang gemetaran, Kei mengusap kepala wanita itu. Astaga jantungnya masih berdetak kencang, jika saja ia terlambat, Ana pasti sudah celaka.     

"Sssst tidak usah takut! Kau akan baik-baik saja Ana, aku janji" lagi, tangis Ana kembali pecah, meremat tubuh Kei kuat-kuat. Tangisannya keras meraung-raung begitu pilu bagi yang mendengarnya.     

:rose::rose::rose:     

Ana meringis saat Kei mengobati sudut bibirnya yang sobek. Pria itu sejak tadi diam tak mengajak bicara Ana, ia terlihat begitu menakutkan kendati tak memarahinya seperti Mona, tapi bagi Ana itu jauh lebih baik dibandingkan Ia harus didiamkan seperti ini. Tingkatan tinggi marah seseorang itu adalah diam! Dan Kei benar-benar menyeramkan saat diam. Hobi telah pulang, katanya akan kembali nanti untuk bertemu dengan Ana, saat ini ia hanya ingin Ana istirahat dulu dan menenangkan dirinya. Hobi percayakan sepenuhnya pada Kei.     

"Kei~" panggil Ana membuat Kei menghentikan gerakannya menatap Ana tajam. Ana bergidik ngeri, Ana menyesal... sungguh, ia juga tidak tahu kenapa bisa berpikiran sedangkal itu, tamparan Mona dan makiannya benar-benar menyadarkannya. Tak kunjung bicara, Kei kembali melanjutkan kegiatan mengobati Ana, tak sengaja menekan terlalu keras membuat Ana kembali meringis.     

"Sakit?" Tanya Kei menghentikan gerakannya, Ana mengangguk tak berani bersuara, karena Kei bertanya dengan wajah datar, kemudian menarik tangan Ana kehadapan wanita itu.     

"Baru segitu saja sakit! Lantas kenapa lancang ingin menyakiti lenganmu!!!!" Bentak Kei tak sadar. Ana semakin pucat di hadapannya. Kei mendengus kasar.     

"Untung hanya Mona yang menamparmu Ana, kalau aku hilang kendali, kamu bisa mati ditanganku!" Sambungnya kali ini nadanya mulai rendah.     

"Ma-maafkan aku Kei" jawab Ana lirih     

"Jangan minta maaf padaku, kamu minta maaf pada dirimu sendiri. Kamu hampir menyakiti tubuhmu"     

Ana masih terdiam lalu Kei mencium tangan Ana yang digenggamnya sedari tadi.     

"Aku tidak mau kamu melakukan hal bodoh seperti itu lagi..."     

"........jika itu terjadi. Sebelum kamu berani meninggalkan dunia ini, aku akan membuatmu merasakan penderitaan yang tidak akan pernah kamu bayangkan! Mengerti Ana?" Jelas Kei yang terdengar seperti sebuah ancaman, padahal sesungguhnya ia tak akan melakukan hal gila itu, tapi Kei terlanjur kesal, biar saja biar Ana kapok. Lalu seperti terhipnotis Ana menganggukan kepalanya.     

Hehehe gapapalah ya telat dikit, aku sibuk banget gabisa ngetik, padahal jalan cerita udah di otak :grinning_face_with_sweat::grinning_face_with_sweat:. Komen kalian lucu2 banget soal Ana yang menghilang di toilet, yang nebak Ana bunuh diri juga Yeaaaay kalian benar!!! Yang mendoakan Ana juga banyak :grinning_face_with_sweat: heheheh terimakasih yaaaa. See you in next chapter....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.