Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 101



Bab 101

0Zhan Zi Yu menjawab, "Kurasa begitu. Hanya saja dia memiliki sifat yang gegabah."     
0

"Oh." Chu Qiao mengangguk. "Semua kuda bagus memang begitu, mereka butuh waktu untuk dijinakkan. Apakah kuda itu sudah patuh sekarang?"     

"Kuda itu sudah mati."     

Chu Qiao terkejut. Zhan Zi Yu melanjutkan, "Ia tidak mau menuruti manusia. Kuda itu membenturkan kepalanya di tiang dan tewas."     

Chu Qiao menatapnya dengan melamun, tidak tahu harus berkata apa.     

Zhan Zi Yu tertawa dan berkata, "Kamu boleh pergi. Kita akan berlabuh di Kota Wu Peng besok. Kamu bisa menggunakan kesempatan itu untuk pergi."     

Chu Qiao mengangkat alisnya dan berbisik, "Siapa anda sebenarnya?"     

Zhan Zi Yu mendongak perlahan. Cahaya bulan yang pucat menyinari wajahnya, membentuk selapis cadar yang terlihat seperti pasir putih keperakan di pantai. "Aku melihat fotomu di barak militer Provinsi Xiu Shui. Dan aku juga melihat perintah yang dikeluarkan berbagai pasukan belakangan ini. Tidak sulit untuk menebak identitasmu."     

"Mengapa anda membiarkan saya pergi?"     

"Aku sempat tinggal di Xiu Shui, tetapi aku bukan warga Kekaisaran Xia." Zhan Zi Yu memutar kursi rodanya dan mulai bergerak ke arah kabin. "Ditambah lagi, aku tidak mau mengundang masalah."     

Chu Qiao berlari mengejarnya dan menarik sisi belakang kursi rodanya, dan berkata, "Lalu mengapa anda menyelamatkan saya?"     

Zhan Zi Yu berputar dan melihatnya dengan datar. Setelah sejenak, dia berkata dengan perlahan, "Pangeran Ketiga Belas dari Xia mengirim surat padaku, memintaku untuk mencari kamu. Dahulu aku berutang budi padanya."     

Chu Qiao tertegun, dan melepaskan pegangannya.     

"Aku hanya seorang anggota klan yang sudah jatuh. Mulai besok dan seterusnya, semakin banyak orang dari Xia akan menaiki kapal ini. Aku tidak bisa lagi membawamu ke mana-mana. Aku sudah melakukan yang kubisa, sisanya tergantung kamu sendiri." Roda dari kursi rodanya bergulir di dek, membuat suara berderit kecil. Chu Qiao berdiri diam cukup lama di malam yang berangin itu, hingga langit berubah menjadi putih susu.     

Air sungai mengalir perlahan mengikuti arus timur. Hujan mendadak turun, menghubungkan langit dengan sungai. Chu Qiao merentangkan kedua tangannya dan menatap langit dengan diam. Di kejauhan, sebuah kapal kecil melintas perlahan. Di tepian sungai di sisi seberang sana, beberapa ekor kuda sedang berpacu kencang.     

Dia berdiri diam di sana, merasa merinding di punggungnya karena air hujan yang dingin. Dia memejamkan matanya perlahan, melihat wajah pucat pria itu dan bibirnya yang merah menyala. Dia melihat lengan baju pria itu yang kosong berkibar di udara dingin. Saat dia sedang tenggelam dalam lamunannya, kelompok kuda di tepian sungai tadi berhenti. Salah satu pria itu berputar dan melihat ke tempat Chu Qiao berdiri. Karena Chu Qiao belum tidur semalaman, dia tidak punya tenaga lagi untuk berpikir lebih lanjut. Dia berbalik dan masuk kembali ke kabinnya. Pada saat ini, pria di sisi seberang sungai itu tak lain adalah Zhuge Yue.     

"Tuan, Provinsi Hua Shu sudah di depan. Itu sebuah kota kecil. Kita bisa beristirahat sebentar sebelum melanjutkan perjalanan kita. Kota Wu Peng sudah tidak jauh lagi."     

Air hujan mengalir turun di wajah Zhuge Yue. Dia melihat ke arah beberapa kapal besar di sungai dan bertanya, "Zhu Cheng, apakah kapal-kapal itu berangkat bersama kita dari Kota Xian Yang?"     

Zhu Cheng menatap ke kejauhan dan mengangguk. "Tuan, mata anda sangat jeli. Itu adalah kapal-kapal yang disiapkan untuk kita oleh departemen angkutan jalur air Kota Xian Yang. Kita mungkin memberikan tempat kita kepada keluarga Zhan dari Tang setelah kita memilih untuk menempuh jalan darat."     

"Keluarga Zhan dari Pegunungan Xi Zhi?"     

"Betul."     

Wajah Zhuge Yue terlihat rumit. Dia berkata dengan datar, "Bahkan keluarga kecil yang tidak berarti juga hadir. Sepertinya kita akan berpesta di Tang Jing."     

Zhu Cheng menambahkan, "Seluruh keluarga Zhan menuju kembali ke Tang. Ini terlihat tidak biasa."     

Zhuge Yue menjawab, "Tentu saja mereka memiliki pemikiran seperti itu. Namun, apakah mereka bisa melaksanakan rencana mereka atau tidak, itu hal lain lagi."     

"Tetapi, saya dengar kalau kepala keluarga Zhan adalah seorang pria yang sabar. Dia sangat banyak akal dan cukup berpengaruh di dunia adu tinju. Dia juga bersahabat dengan Yang Mulia Ketiga Belas. Dia tidak sesederhana yang kita kira."     

Zhuge Yue merengut dan berkata, "Maksudmu Zhan Zi Yu, yang menikahi saudarinya sendiri?"     

"Benar, dia." jawab Zhu Cheng. "Zhan Zi Yu dikirim ke Pegunungan Cang saat masih kecil untuk mempelajari berbagai seni. Gurunya adalah Dian Cang yang terhormat, juga dikenal sebagai Cang Xue. Saat dia berusia 17 tahun, dia berkelana menuruni gunung dan bertemu dengan Nona Kedua keluarga Zhan, Zhan Zi Jin, yang sedang melarikan diri setelah kabur dari pernikahan yang diatur orang tuanya. Mereka berdua menikah dan memiliki seorang anak. Mereka baru menyadari identitas satu sama lain saat keluarga Zhan menangkap mereka. Karena marah, Tuan Besar Zhan mematahkan kedua kaki Zhan Zi Yu, dan membakar Zhan Zi Jin hidup-hidup. Karena masalah inilah keluarga Zhan kehilangan posisi mereka di antara klan lain di dalam Kekaisaran Tang. Mereka terpaksa pindah ke wilayah Xia, yang diatur langsung oleh Yang Mulia Ketiga Belas."     

"Dibakar hidup-hidup?" Zhuge Yue mengangkat alisnya dan mendengus. "Zhan Zi Yu ini tidak berguna. Dia tidak mencari tahu terlebih dahulu sebelum bertindak, dan tidak berani bertanggung jawab setelah dia bertindak. Mematahkan kakinya sudah cukup ringan untuknya."     

Zhu Cheng tertawa. "Itu benar, Tuan sangat bijaksana."     

Zhuge Yue tertawa dan menjawab, "Berhentilah menjilat. Ayo pergi, kita harus tiba di Wu Peng sebelum subuh dalam dua hari."     

Rombongannya setuju dengan serempak. Mereka memecut kuda masing-masing, siap untuk pergi. Di saat ini, kuda perang hitam, yang mengikuti di samping Zhuge Yue, melihat ke arah sungai dan mulai meringkik keras. Tidak peduli ditarik bagaimana pun, dia menolak untuk berhenti, seakan-akan sedang mengamuk.     

"Liu Xing!" Zhuge Yue berkata dengan nada rendah. "Ada apa?"     

Kuda perang itu berdiri di kedua kakinya dan meringkik keras, menghadap ke kapal-kapal di tepi sungai. Zhuge Yue mengerutkan alisnya, memecut leher kuda itu dan bertanya, "Apa yang sedang kamu lakukan?"     

"Tuan, saya rasa Liu Xing terkejut."     

"Terkejut?"     

Zhuge Yue mengerutkan keningnya, melihat ke sungai yang lebar di hadapannya.     

Di dalam kabin, tiba-tiba Chu Qiao terduduk.     

"Xiao Qiao, ada apa?" Liang Shao Qing terkejut.     

Chu Qiao duduk, termenung. Dia menjawab, "Kurasa aku mendengar Liu Xing memanggilku."     

"Siapa?" Liang Shao Qing bertanya. "Siapa yang memanggilmu?"     

Chu Qiao menjawab, "Liu Xing, kudaku."     

Liang Shao Qing menjawab, "Bagaimana mungkin? Kita di atas air. Apakah kudamu tahu cara berenang?"     

Chu Qiao merengut dan membuka jendela. Hujan di luar mulai bertiup masuk. Dia menjulurkan kepalanya keluar untuk melihat, tetapi tidak bisa melihat apapun karena badai mulai semakin kencang, membuat selapis kabut terbentuk di permukaan sungai. Dia mengerutkan alisnya, dan mendengarkan dengan saksama cukup lama, lalu melompat turun dari kasurnya dan berpakaian, bersiap untuk lari keluar.     

Liang Shao Qing terkejut dan menahannya. Dia berteriak, "Kamu mau ke mana?"     

"Aku akan lihat keluar sebentar. Aku yakin mendengar Liu Xing memanggilku."     

Liang Shao Qing menggeleng. "Di luar sedang hujan begitu deras. Kamu bisa sakit kalau keluar."     

Chu Qiao cemberut. Dia memakai satu lapis pakaian lagi lalu bergegas keluar.     

Hujan menjadi semakin lebat. Sekelilingnya sudah tertutup kabut, membuatnya sulit melihat apapun. Kapal besar itu terombang-ambing di atas sungai, membuat para awak kapal berusaha menstabilkan kapal secara manual. Mereka menyendok air yang sudah mulai membanjiri dek kapal, karena takut akan muncul masalah lain.     

Chu Qiao berdiri di tengah kerumunan yang berantakan, melihat ke semua penjuru tetapi tidak bisa menemukan Liu Xing. Dia membuat corong dengan tangan di sekitar mulutnya dan berteriak, "Liu Xing!" Namun, suaranya tenggelam oleh gemuruh suara guntur.     

Kapten kapal itu berlari ke arah kabin, berteriak pada asistennya, "Beritahu Tuan kalau kita harus berlabuh sekarang. Hujannya semakin lebat!"     

Asistennya menjawab, "Kita berlabuh ke sisi mana?"     

"Walaupun kita lebih dekat dengan tepi sungai di kiri, tetapi di sana dangkal. Tidak akan bisa menampung kapal kita. Berlabuh di tepi sungai di kanan!"     

Di saat ini, di sisi kiri sungai, rombongan Zhuge Yue terpaksa berteduh di sebuah paviliun bobrok karena hujan deras. Liu Xing berjalan maju mundur di tempatnya dengan gelisah, seakan-akan dia akan memutuskan tali yang mengekangnya.     

Zhuge Yue berdiri di dalam paviliun dan melihat ke Liu Xing. Telinganya bergerak sedikit, dan wajahnya mulai merengut. "Zhu Cheng, kamu dengar itu?"     

Zhu Cheng terpaku. Dia bertanya, "Tuan Muda, dengar apa?"     

Zhuge Yue tetap diam, terus mendengarkan sambil merengut. Sayangnya, hujan semakin deras. Ditambah dengan suara gemuruh guntur, suara samar-samar itu menghilang.     

Zhuge Yue tidak mengatakan apapun. Dia berdiri diam dan menatap ke depan, namun hanya bisa melihat selapis kabut putih. Beberapa kapal itu sudah menghilang dari pandangan, terselimuti oleh hujan yang deras.     

Chu Qiao menurunkan tangannya. Kapal itu telah berlabuh di tepi sungai sebelah kanan agar stabil. Dia basah kuyup dari ujung rambut sampai ujung kaki, dan suaranya sudah menjadi serak. Liang Shao Qing, yang entah dari mana mendapatkan payung, menutupi kepalanya dan berkata, "Ayo masuk. Kamu akan sakit kalau begitu terus."     

Chu Qiao tetap diam, menatap ke sisi seberang sungai. Dia tetap yakin tidak salah dengar. Keesokan harinya, dia menyelinap kembali ke tempat dia mendengar suara kuda itu. Sesuai dugaan, dia menemukan lonceng yang terpasang di leher Liu Xing, yang dia pasangkan sendiri.     

Mengapa Liu Xing ada di sini? Bukankah ia kembali ke Kota Zhen Huang?     

Pada hari itu, Chu Qiao terpaksa mengambil jalan memutar melalui Kekaisaran Tang saat Zhao Chun Er sedang mengejarnya. Dia berencana mengambil jalur air di tenggara dari Chengzhou untuk kembali ke Yan Bei. Dia butuh bantuan orang dari Yan Bei di sisi seberang. Namun, dia tidak bisa mengirimkan pesan kepada Yan Xun. Karena putus asa, dia menuliskan surat dan menyembunyikannya di tapal Liu Xing. Liu Xing merupakan hadiah dari Nyonya Yu untuk Chu Qiao. Kuda ini dibesarkan di istal kuda di Zhen Huang, yang dimiliki oleh Serikat Da Tong. Kuda ini sangat cerdas dan sudah menjadi pembawa pesan antara Nyonya Yu dengan Chu Qiao selama bertahun-tahun ini. Walaupun Nyonya Yu sudah tidak berada di Zhen Huang, kuda ini masih bisa membawakan pesan asalkan ia menemukan seseorang dari Da Tong.     

Namun, ia muncul di sini hari ini. Apakah pesannya telah dicegat? Apakah Chu Qiao harus melanjutkan perjalanan ke Chengzhou? Kalau dia ke sana, apakah pasukan Xia akan bersembunyi dan bersiap untuk mencegatnya begitu dia muncul? Kalau dia tidak pergi ke Chengzhou, dia harus melintasi setengah Kekaisaran Xia untuk kembali ke Yan Bei. Bukankah itu lebih berbahaya?     

Chu Qiao setelah mempertimbangkan dengan serius, memutuskan untuk tidak kembali ke Yan Bei sekarang. Dia mengikuti jejak rombongan Zhuge Yue dan mencari-cari kabar. Akhirnya, dia tiba di kediaman pejabat di Kota Wu Peng. Saat dia memandangi bangunan megah itu, dia tahu kalau dia harus menyelinap masuk malam ini.     

Bulan di langit tertutup oleh awan gelap, membuat langit malam menjadi gelap. Dalam waktu singkat, Chu Qiao sudah menyelinap ke dalam bangunan itu. Bagaikan belut, dia menuruni sebuah pohon dengan gesit, bersembunyi di belakang bebatuan. Menggerakkan telinganya sedikit, dia mendengar langkah kaki yang mendekatinya dari kejauhan.     

Chu Qiao menyipitkan matanya. Dengan memusatkan tenaga di kakinya, dia berlari ke arah tiang di kanan. Saat dia hampir menabrak tiang itu, dia mengangkat kakinya, dan memanjat tiang itu dengan tiga langkah. Saat dia mulai kehilangan tenaga, dia mengulurkan kedua tangannya, dan meraih atap. Melingkarkan kakinya di sekeliling tiang, dia memanjat dengan lincah. Saat cahaya dari sudut itu mendekatinya, dia berjongkok di atap!     

"Lewat sini." Sebuah suara halus berbicara. Suara itu menawan namun berhati-hati, seperti seorang budak. Setelah itu, terdengar langkah kaki yang tidak beraturan. Chu Qiao menebak ada sekitar 20 orang. Dia merengut dan tetap diam, menunggu.     

"Saya sudah dengar kalau Tuan itu tampan, pandai, dan menonjol di kerumunan. Hari ini, saya menyaksikannya sendiri. Rumor tentang Tuan itu tidak cukup untuk menggambarkan aslinya." Pria itu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak, merasa senang karena kata-kata pujiannya. Tuan muda yang dia puji hanya diam saja. Taman itu dipenuhi suara tawa pria itu, membuat suasana menjadi sangat canggung.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.