Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 159



Bab 159

0"Jenderal." Wakil dari Jenderal He Xiao, Ge Qi, seorang pemuda berusia sekitar 20 tahun. Seperti kebanyakan prajurit lainnya, ayahnya adalah salah satu prajurit yang membelot ke ibu kota kekaisaran. Sejak kecil dia tumbuh besar di Yan Bei. Saat ini, dia kembali ke tempat ini, yakin dan berani, dengan harapan untuk memulihkan nama ayahnya yang tercoreng. "Jenderal, pasukan Xia semakin mendekat."     
0

Chu Qiao tetap diam. Ge Qi berkata, "Kota Chi Du tidak akan terbuka. Mari pergi."     

Chu Qiao tidak bergeming. Dia terus menatap gerbang Kota Chi Du dan menjawab dengan tenang, "Tunggu sebentar lagi."     

Waktu berlalu dengan sangat perlahan. Angin mengamuk seperti binatang buas. Keadaan sekeliling sangat sunyi tapi terasa berisik. Elang-elang berputar di angkasa, merentangkan sayap mereka yang besar dan putih, yang seakan-akan sanggup menutupi setengah langit.     

Ge Qi merengut, sepertinya dia mendengar suara kuda perang Pasukan Xia dari kejauhan. Dia melangkah maju dan berkata, "Jenderal, kalau kita pergi sekarang, masih sempat."     

"Tunggu sebentar lagi."     

"Jenderal, pasukan dari Xia terlalu kuat. Kalau kita menghadapi mereka secara langsung di padang terbuka, kita tidak akan bisa menahan mereka."     

"Tunggu sebentar lagi."     

Chu Qiao tetap tenang. Angin mengangkat topinya sedikit, memperlihatkan wajahnya yang cantik. Kuda gadis itu menyentakkan kakinya ke tanah, membuat suara yang nyaring. Waktu berjalan perlahan saat menunggu. Angin berembus menyapu dataran tersebut, membawa rumput-rumput dari bawah tanah bersalju. Hatinya terasa hangat; dia bisa merasakan denyut nadinya yang kencang. Satu, dua, tiga kali ….     

"Jenderal!" sebuah suara tiba-tiba menggema. Seorang pengintai, berpakaian kuning, berlari ke arahnya sambil melanjutkan, "Pasukan Xia sudah melewati Pegunungan He Lan dan sedang maju ke Persimpangan Chi Yuan dengan kecepatan penuh! Ada 20.000 pasukan kavaleri ringan di baris depan, diikuti oleh sejumlah besar pasukan kavaleri berat dan banyak batalion infanteri. Jumlah mereka tidak bisa dipastikan. Jenderal, mereka telah membunuh lebih dari sepuluh pasukan penjaga Persimpangan Chi Yuan dan pengintai kita sudah ketahuan. Mereka telah mempercepat langkah mereka dan melewati selat pertama!"     

Teriakan panik terdengar di tengah kerumunan. Apakah musuh benar-benar secepat itu? 20.000 pasukan kavaleri ringan, pasukan kavaleri berat yang tidak terhitung, hampir 100.000 prajurit infanteri …. Angka ini sangat menakutkan. Kalau mereka bertempur di sini, Garnisun Utusan Barat Daya pasti akan musnah tak berbekas.     

"Jenderal," Ge Qi merengut dan berkata, "di mana ada kehidupan …."     

"Jenderal! Lihat!" seorang pemimpin kelompok tiba-tiba berseru, menunjukkan jarinya ke arah gerbang Kota Chi Du. Semua orang menoleh. Sebuah bendera putih dan merah berkibar di udara, di atas tembok kota yang tinggi. Gerbang Kota Chi Du yang diperkuat perlahan diturunkan dan mengejutkan semua orang.     

Gerbang Kota Chi Du telah dibuka!     

"Yeah!" para prajurit berseru bersama-sama dengan girang.     

Chu Qiao menghela napas lega. Dia memecut kudanya dan memacu maju, sambil berseru dengan lantang, "masuk ke dalam kota!"     

Saat gerbang kota mulai menutup, sebuah garis hitam muncul di kaki langit. Dari Sungai Chi Shui, yang terletak di kejauhan, terdengar suara gemuruh rendah, yang perlahan merambat ke telinga mereka.     

"Siapa kamu? Uhuk, uhuk …. Aku adalah prajurit yang bertanggung jawab melindungi Kota Chi Du dari Yan Bei. Pangeran Yan … uhuk, uhuk … secara pribadi menyerahkan surat pernyataan dengan tulisan tangannya sendiri untuk memberikan jabatan petugas tingkat tiga kepadaku. Aku adalah pelajar unggulan dari angkatan tahun 748. Gelarku telah diakui di depan istana. Mengapa kamu begitu kurang ajar di siang bolong, dan begitu tidak tahu adat? Uhuk, uhuk, uhuk …." Seorang pria berusia sekitar 60 atau 70 tahun terus mengoceh dengan keras, pakaiannya kusut karena ditangkap secara paksa oleh para prajurit. Topinya sudah miring ke satu arah, dan dia hanya memakai sebelah sepatu botnya. Bot yang satu lagi diseret dengan kakinya yang sebelah lagi. Dua orang prajurit dari Garnisun Utusan Barat Daya menahannya untuk mencegah dia melakukan tindakan yang gegabah. Yang mengecewakan adalah orang itu memiliki puluhan prajurit yang menjaga kota, tetapi mereka sama sekali tidak bergerak. Mereka meringkuk di satu sudut, ingin melepaskan seragam yang mereka pakai. Terlihat jelas, mereka tidak berniat untuk terlibat dalam pertarungan apa pun.     

Chu Qiao merasa marah, saat menyadari kalau kota yang begitu penting dan strategis diserahkan kepada orang-orang tidak berguna ini. Namun, secara ironis, dia juga tahu kalau bukan karena hal ini, dia tidak akan bisa memasuki Kota Chi Du.     

"Jenderal, untungnya tidak ada korban jiwa!" He Xiao berjalan mendekat dan berlutut di tanah di depan Chu Qiao. Ada noda darah di seragam biru laut pria itu, menunjukkan kalau mereka sempat menghadapi sedikit perlawanan.     

Tenggorokan Chu Qiao tercekat. Dia mengulurkan tangannya dan membantu He Xiao berdiri, berkata dengan suara rendah, "Komandan He, kalau Yan Bei berhasil melewati bencana ini, anda adalah yang paling pertama pantas mendapat penghargaan."     

"Aku … aku menduduki kursi ke-48 di bagian tetua Serikat Da Tong. Uhuk, uhuk …. Aku yang membentuk tulang punggung Yan Bei. Aku memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun. Sebagian besar prajurit di sini adalah murid-muridku. Uhuk, uhuk …. Kalian memperlakukanku seperti ini, aku akan …."     

"Diam!" sebuah suara wanita yang dingin membentaknya. Chu Qiao melangkah maju perlahan, melihat penjaga tua Kota Chi Du ini dengan dingin. Gadis ini masih muda, tetapi pandangan di matanya penuh keseriusan dan permusuhan.     

Suara penjaga tua itu perlahan menghilang di bawah tatapan gadis itu. Dia masih merasa kejadian ini sangat memalukan. Dia mengumpulkan keberaniannya dan membalas, "Serikat akan menghakimi kalian, pengkhianat!"     

Pemandangan 7.000 prajurit yang bertampang garang memasuki kota telah mengejutkan penghuninya. Orang-orang keluar dari rumah mereka dan berdiri di atas tanah bersalju, menatap para prajurit tersebut.     

Chu Qiao tertawa dingin dan menarik kerah pak tua itu. Dia berbalik dan berjalan ke puncak tembok kota.     

"Ah! Apa yang kamu lakukan?" penjaga tua itu hampir terseret, kehilangan keseimbangannya dan hampir terjatuh ke lantai. Dengan lantang, dia berteriak, "Kurang ajar sekali! Beraninya kamu bersikap begitu kasar padaku! Aku menduduki kursi ke-48 di bagian tetua! Aku telah bergabung dengan serikat selama 33 tahun! Para komandan di dalam pasukan adalah murid-muridku! Uhuk, uhuk …. Aku adalah pelajar unggulan, memegang 12 suara di dalam Pengadilan Da Tong. Kamu memonopoli pasukan untuk dirimu sendiri, menipu rekan-rekanmu …. Aku akan mewakili Serikat Da Tong untuk mengadilimu! Aku akan mengasingkanmu dan mencabut wewenang militermu! Aku akan menyita semua milikmu, aku akan …." Suara itu tiba-tiba berhenti, seperti terompet suona[1] yang tersumbat.     

Bayangan gadis muda dan penjaga tua itu berdiri di atas tembok kota yang tinggi. Angin meniup pakaian mereka, menunjukkan seragam militer Yan Bei milik mereka. Angin itu mengacak-acak rambut mereka yang hitam dan putih, di udara. Keduanya tidak berkata apa-apa. Mereka berdiri di atas gerbang kota, melihat ke kejauhan.     

Para prajurit dan rakyat Kota Chi Du merasa bingung. Sebagian dari mereka mengumpulkan keberanian dan mendaki ke atas tembok kota, dan hanya bisa terdiam saat melihat pemandangan itu. Semakin banyak orang yang ikut naik perlahan-lahan, satu, dua, tiga, sepuluh, seratus, seribu …. Orang-orang memadati puncak tembok kota. Wajah mereka panik. Keputusasaan menggantung di udara; aroma kematian tidak pernah sedekat ini sebelumnya.     

Matahari bersinar cerah di langit, cahayanya menyinari kepala semua orang. Bayangan-bayangan itu seperti bunga Huo Yun di Dataran Huo Lei, memadati seluruh tempat itu. Angin bertiup, membuat kepingan salju berserakan di udara. Di tengah lapisan kabut putih, pasukan abu-abu keperakan itu bagaikan gelombang air bah, menyelimuti seluruh padang salju. Mereka dilengkapi dengan tombak panjang dan pedang yang berkilau keperakan. Ada kepala manusia di mana-mana, bersama dengan kuda-kuda perang yang sehat dan kekar. Bendera mereka melayang tinggi di udara. Bagian belakang pasukan itu tidak bisa terlihat. Mereka membentang lebih dari lima kilometer. Ada pasukan kavaleri ringan dan berat, pemanah yang berpengalaman, prajurit dengan perisai yang tangguh, dan tak terhitung batalion yang berisi pasukan cadangan, pasukan pendukung baris belakang, dan pasukan kereta kuda ….     

Seperti latihan militer besar-besaran, hampir seluruh pasukan Xia berkumpul di tempat ini. Para pejabat dan prajurit dari Kota Chi Du, bersama dengan warganya, terperanjat. Bahkan Garnisun Utusan Barat Daya, yang telah mempersiapkan diri untuk ini sejak lama, juga tertegun. Pada saat ini, mereka menyadari betapa menyeramkannya musuh yang berdiri di hadapan mereka. Kekaisaran Xia telah menduduki Dataran Hong Chuan selama lebih dari 300 tahun, mempertahankan tirani mereka atas Meng Barat selama periode itu. Mereka telah menahan Kekaisaran Tang, Song, dan lautan timur Nan Qiu selama lebih dari 300 tahun. Mana mungkin mereka terguncang hanya karena sebuah pemberontakan di Zhen Huang? Saat ini, mereka telah terbangun. Mereka sedang meregangkan tubuh mereka, bersiap untuk melenyapkan orang-orang yang mengancam kekuasaan mereka!     

"Setelah pertempuran ini, kalau kamu masih hidup," Chu Qiao menoleh dan melihat pria tua itu, lalu berkata dengan tenang, "Aku akan bersedia untuk kamu adili." Dengan suara berdentum, pria tua itu terduduk di lantai. Chu Qiao bahkan tidak melihat pria itu lagi, ia berbalik dan berjalan ke arah alun-alun di dalam kota. Dalam perjalanannya ke sana, orang-orang langsung membuka jalan untuknya. Angin meniup rambut dan mantelnya, membuatnya terlihat bagaikan elang. Tubuh Chu Qiao tegap, semangat pejuangnya memancarkan aura yang mengintimidasi. Dia berjalan ke tengah alun-alun, lalu mengamati orang-orang yang sudah berkumpul di sekitarnya.     

Ekspresi mereka panik, seperti kelinci yang baru terkejut. Chu Qiao sudah sangat akrab dengan ekspresi di wajah mereka ini, ia pernah melihat ekspresi itu di Timur Tengah, Afrika dan juga di perbatasan yang kacau di Segitiga Emas antara Myanmar, Laos, dan Thailand. Di negara-negara yang dikoyak-koyak oleh perang ini, dia sudah melihat terlalu banyak orang yang kehilangan rumah mereka di tengah konflik. Saat ini, ketika dia berdiri di sana, dia tidak tahu harus bagaimana menyebut dirinya sendiri. Apakah dia seorang penyelamat yang akan membawakan kemerdekaan bagi orang-orang ini? Atau seorang penghancur yang membawa bencana? Dia sudah tidak bisa berbalik arah lagi. Satu-satunya jalan keluar adalah dengan perang!     

Musuh semakin dekat. Pekikan perang mereka semakin kencang, menusuk telinga orang-orang. Chu Qiao melihat ke atas, matanya jernih dan penuh tekad. Gadis itu memaksakan diri untuk tersenyum pahit. Dia tahu setelah hari esok, tak terhitung tragedi yang akan terjadi di tempat ini. Tak terhitung keluarga yang akan terpecah, dan tak terhitung orang yang tidak akan melihat keluarga mereka lagi. Namun, dia tidak memiliki pilihan. Perlahan ia mendongak, tidak ingin melihat wajah-wajah yang penuh harapan itu.     

Yan Xun, di mana kamu? Kapan kamu akan kembali? Bahkan jika kamu sedang berada di ujung dunia sekali pun, aku akan tetap bertempur di sisimu!     

Di mata Xia, ini adalah tugas yang mudah bagi pasukan berisi 200.000 orang untuk mengepung kota yang hanya memiliki tidak sampai 3.000 prajurit. Namun, setelah pasukan Zhao Yang mencapai Kota Chi Du, dia tidak memerintahkan mereka untuk segera mengepung kota itu. Melihat kalau Kota Chi Du sudah siap untuk bertahan sampai mati, dia tertawa mengejek, diam-diam dia bergembira di dalam hati. Karena mereka sudah siap untuk bertahan, kini ia memiliki alasan lain untuk mengulur pertempuran. Bagi dia, lebih baik untuk tiba di Kota Bei Shuo belakangan, agar pasukan Zhao Qi, bersama pasukan dari keluarga Batuha, akan menghadapi kekuatan Yan Bei terlebih dahulu.     

Karena itu, Zhao Yang memerintahkan anak buahnya untuk mulai membentengi pasukan dengan cara seperti menggali parit, memasang tali untuk menjebak para kuda dan memasang paku di tanah untuk menusuk tapal kuda. Mereka berpura-pura sedang sibuk mempersiapkan diri untuk perang.     

Para pejabat yang mewakili pangeran ketiga, Zhao Qi, mendatangi kemah Zhao Yang beberapa kali untuk memintanya segera menyerang lawan mereka dan bergerak ke Bei Shuo. Namun, Zhao Yang selalu menjawab mereka dengan ekspresi aneh dan menanyakan, "Bukankah aku sedang menyerang sekarang?"     

"Maksud saya, anda harus menyerang dengan lebih agresif." Menghadapi pangeran keempat belas Kekaisaran Xia, yang kekuasaannya sedang mulai meningkat, pejabat itu berkeringat dingin dan tergagap, "Pasukan Yang Mulia Ketiga sudah bertempur dengan pasukan Yan Bei. Yang Mulia Keempat Belas, kalau pasukan anda tiba di Bei Shuo lebih cepat, korban jiwa dari Pasukan Barat Daya akan berkurang."     

"Lalu bagaimana dengan korban jiwa dari Pasukan Barat Laut?" Zhao Yang mengangkat alisnya dengan dingin dan berkata, "Sebagai komandan dari pasukan, tanggung jawab terbesar saya adalah untuk mendapatkan kemenangan terbesar dengan pengorbanan yang sekecil mungkin. Aku harus menjaga nyawa setiap prajurit. Maka dari itu, aku rasa strategi pasukanku sangat sesuai untuk keadaan saat ini. Kalau aku menyerang secara sembrono dan jatuh ke dalam sergapan lawan, Pasukan Barat Laut akan mengalami banyak kerugian. Ini akan memengaruhi kemampuan dan strategi Pasukan Xia secara menyeluruh. Lalu siapa yang akan bertanggung jawab? Apakah anda, Jenderal?"     

[1] alat musik dari kayu     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.