Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 173



Bab 173

0Wajah Chu Qiao menjadi merah. Saat melihat para pelayan di sekitar diam-diam tertawa, gadis itu cemberut dan berseru, "Apa katamu?"     
0

"Jangan tertawa! Apa kalian tidak lihat kalau Jenderal Chu menjadi malu?" Yan Xun berbalik badan dan berpura-pura memarahi para pelayan itu, tetapi mereka justru tertawa semakin keras. Dia berbalik ke Chu Qiao dan mengangkat bahunya, sambil merentangkan tangannya. "Habis sudah. Mereka sudah tidak mendengarkan kata-kataku lagi."     

"Omong kosong. Aku tidak mau berbicara denganmu lagi." Chu Qiao berbalik dan berjalan ke arah kamarnya sendiri. Yan Xun tertawa terbahak-bahak dan mengangkat gadis itu dari belakang. "Aku sudah bilang akan mengantarmu kembali. Kamu harus dihukum, karena melawan perintah militer!"     

Setelah Yan Xun pergi, ruangan itu menjadi hening. Chu Qiao tetap di kamarnya sendiri, tetapi dia sudah tidak merasa lelah. Memikirkan kejadian yang baru saja terjadi, gadis itu tersipu. Dia berguling dan berputar, tidak bisa tidur. Akhirnya dia duduk, dan bersandar ke meja sambil melamun. Sejak Yan Xun pulang, segala hal sepertinya berubah. Hubungan mereka menjadi semakin intim, tetapi hal-hal lainnya sudah berubah.     

Memikirkan ucapan Yan Xun tadi, Chu Qiao tersenyum. Mungkin, dirinya hanya terlalu paranoid. Pria memang seperti itu. Mereka tidak suka wanitanya berada di medan perang, bertempur di garis depan. Kini Yan Xun sudah lebih berkuasa, pria itu ingin melindungi Chu Qiao. Gadis ini seharusnya memaklumi pria tersebut dan niat pria itu untuk membiarkan gadis ini hidup dengan damai. Seperti wanita biasa, gadis itu bisa minum teh sambil mengagumi bunga. Dia akan memakai gaun sutra dan satin sambil dilayani oleh para pelayannya. Dia akan menikmati hidup mewah, untuk membayar semua kesulitan yang telah dia tempuh. Walaupun kehidupan seperti ini bukan hal yang gadis ini inginkan, tetapi Chu Qiao merasa wajib untuk mengabulkan keinginan Yan Xun dan mengerti alasan-alasan pria itu. Pria itu bukan sengaja berniat untuk mengecualikan Chu Qiao; dia hanya ingin melindungi gadis ini.     

Chu Qiao merasa lebih baik setelah berpikir dari sudut pandang ini. Saat dia hampir tertidur, dia mendengar suara langkah kaki di luar pintunya. Dia membuka jendela, dan angin dingin langsung bertiup ke dalam. Berbaris-baris lentera bergerak ke arah pintu Yan Xun dengan cepat; sangat jelas kalau suasana orang-orang itu sedang tegang.     

"Lu Liu!" Chu Qiao memanggil. Pelayan itu berlari mendekat, masih terlihat mengantuk. "Nona, ada apa?"     

"Ada apa di luar? Sudah larut malam. Mengapa ada begitu banyak orang?"     

"Oh, Nona. Anda belum tahu? Yang Mulia akan membahas urusan militer dengan para jenderal sepanjang malam. Saya rasa mereka akan membahas strategi untuk perang di timur. Para jenderal itu sudah menunggu di luar pintu cukup lama."     

Chu Qiao tertegun saat mendengar kata-kata ini. Angin di luar kencang, meniup pakaian di sekeliling bahunya dan mengacak-acak rambut panjang gadis itu.     

"Aduh, Nona! Anda baru saja pulih! Mana boleh terkena angin?" pelayan itu berlari mendekat dan menutup jendela tersebut, sambil memanggilnya. "Nona? Nona?"     

"Ah?" Chu Qiao tersentak dari lamunannya dan menjawab, "Oh, tidak apa-apa. Kamu boleh pergi."     

Lu Liu melihat gadis itu dengan curiga dan bertanya, "Nona, apakah anda baik-baik saja?"     

"Aku baik-baik saja. Pergi dan tidurlah."     

"Oh." Lu Liu menurut dan menambahkan, "Nona, cepatlah beristirahat juga."     

Ruang belajar Yan Xun sangat terang. Chu Qiao melihat ke arah sana untuk sejenak, lalu kembali ke dalam selimutnya dan tidur. Sebelum dia tertidur, dia berpikir pada dirinya sendiri: Apakah Yan Xun mengirimku kembali ke kamar malam ini agar dia bisa membahas urusan militer? Saat dia memikirkan itu, dia merasa berada di dalam kamarnya sendiri memang lebih baik. Di sana pasti berisik, dan dia tidak akan bisa tidur.     

Saat dia mulai tertidur dan setengah terbangun, sebuah rasa panik dan takut yang sulit digambarkan, muncul di dalam hatinya. Hatinya merasa tidak tenang, seperti perahu yang mengambang sedang diombang-ambing oleh ombak. Namun, setelah sejenak, perasaan itu mulai menghilang.     

Chu Qiao bangun sangat pagi keesokan harinya. Dia gelisah, dan tidak bisa kembali tidur. Tiga hari lagi, Yan Xun akan pergi. Gadis itu merasa tidak tenang. Tanpa mencuci muka, dia berlari ke kamar Yan Xun pagi-pagi sekali. Tetapi, dia diberi tahu kalau Yan Xun sudah pergi ke Kamp Luo Ri semalam, dan belum kembali.     

Setelah Chu Qiao menyelesaikan sarapannya, Yan Xun masih belum pulang. Karena tidak ada kerjaan, gadis itu duduk di depan meja belajarnya sambil melamun. Pikirannya secara tidak sadar mulai membayangkan penyebaran militer Kekaisaran Xia setelah perang utara yang pertama, dan juga perbandingan antara intel, logistik, dan persenjataan kedua pihak. Sebuah bayangan peta militer mulai muncul di benaknya.     

Saat Chu Qiao sedang tenggelam dalam pikirannya, Lu Liu dan Feng Zhi tertawa sambil berjalan masuk. Lu Liu sedang memegang sebuah papan di tangannya. Saat dia melihat Chu Qiao, dia tertawa kecil dan bertanya, "Nona, menurut anda benda apa ini?"     

Chu Qiao mendongak dan terkejut. Itu sebuah papan doa dengan namanya beserta jabatan militernya terukir di sana. Di bawah itu, kata-kata kecil yang berisi ucapan selamat, terukir di sana.     

"Papan doa panjang umur untukku?" Chu Qiao tertawa dan melanjutkan, "Siapa di antara kalian yang membuat ini? Apakah ini untuk membuatku senang?"     

Lu Liu menjawab dengan riang, "Apa maksud anda? Feng Zhi yang membeli ini."     

"Beli ini? Mengapa ada orang yang menjual benda seperti ini?"     

"Saya yakin anda tidak tahu ini," Feng Mian berkata. Dia adalah pemuda yang diterima Yan Xun sebagai pesuruh setelah Feng Mian meninggalkannya dulu. Sambil tertawa, pemuda itu melanjutkan, "Nona, anda adalah penolong Kota Bei Shuo. Para warga sangat menghormati anda dan menyimpan papan doa anda di altar di rumah mereka. Mereka mendoakan anda siang dan malam. Ketika Aula Kesetiaan di bagian selatan kota roboh, sebuah keluarga kaya menawarkan diri untuk membiayai perbaikannya. Mereka mendirikan patung Nona bersama dengan itu, dan diletakkan di sisi patung Raja Yan Tua. Ini pertama kalinya orang yang masih hidup dimasukkan ke dalam Aula Kesetiaan. Para pedagang dan pengusaha melihat kesempatan untuk meraup keuntungan, dan mulai membuat papan doa panjang umur Nona serta kalung giok untuk perdamaian. Benda-benda ini banyak dijual di luar sekarang. Bahkan beberapa prajurit di dalam pasukan membeli kalung giok itu untuk mereka bawa!"     

Chu Qiao terkejut saat mendengar kata-kata Feng Zhi. Namun, dia tidak bahagia seperti yang diharapkan oleh Feng Zhi dan Lu Liu. Sebaliknya, Chu Qiao mulai merengut. Setelah cukup lama, dia bertanya dengan suara rendah, "Selain papan doa aku, apakah mereka juga menjual papan doa orang lain?"     

Feng Zhi melihat wajah Chu Qiao yang tegas dan mulai panik. Pemuda itu berbisik, "Iya. Tetapi, mereka menjual patung tanah liat dari Lu Zhi, jenderal dari Pasukan Kedua. Para warga membawa pulang patung itu dan antara membakarnya di tungku atau membuangnya ke dalam tempat buang air."     

"Nona, apakah anda baik-baik saja?" Lu Liu bertanya dengan lembut.     

Chu Qiao menggeleng. "Aku baik-baik saja. Kalian pergi dulu. Benda itu, bakar atau buang saja. Jangan disimpan di dalam rumah."     

"Mmm." Keduanya menurut dengan cepat, lalu berjalan keluar dari pintu.     

Chu Qiao merasa tidak nyaman. Dalam pertempuran itu, Yan Xun telah memutar dan mengepung musuh dengan tiba-tiba, menyelamatkan Bei Shuo dari keadaan genting. Tidak ada yang tahu niatnya untuk mengorbankan Yan Bei. Kalau dipikir-pikir, warga sipil seharusnya berterima kasih kepada Yan Xun. Mengapa mereka tidak menghargai usahanya? Ada sesuatu yang janggal dan perlu diperiksa lebih lanjut.     

Chu Qiao merengut. Reputasi dirinya sudah melayang begitu tinggi. Yan Xun mungkin tidak takut dengan hal ini, tetapi Chu Qiao tidak yakin orang lain akan bersikap sama. Sepertinya dirinya harus melakukan lebih banyak hal untuk Yan Xun. Tampaknya memang seharusnya dia tidak ikut campur dalam urusan militer. Saat dia berpikir lebih lanjut, gadis itu merinding. Apakah Yan Xun tahu mengenai semua itu? Kalau pria itu tahu, apakah dia akan mempertimbangkan untuk menjauhkan Chu Qiao dari urusan militer? Tetapi, saat pikirannya melayang, Chu Qiao membuang pikiran itu jauh-jauh dan menggeleng, lalu menertawakan dirinya sendiri. Tidak mungkin. Itu adalah pikiran yang gila.     

Gadis itu membuka jendelanya, dan melihat kalau salju sudah berhenti. Istana Qing Yuan yang tinggi dan kosong berdiri di atas sebuah kolam teratai yang luas. Bangunan itu terbuat dari kayu Phoebe Zhenan berkualitas tinggi. Air dari empat penjuru semuanya bersih dan jernih. Tirai bambu yang berdampingan setengah terbuka, tampak bersih. Di musim ini sudah tidak ada bunga teratai lagi, tetapi para pelayan istana yang terampil menggunakan potongan kain hijau kebiruan untuk membuat bunga tiruan. Lalu mereka meletakkannya di permukaan danau dan membiarkannya mengambang. Di kejauhan, angin meniup pepohonan, dan membuatnya bergoyang. Daun teratai tiruan itu berwarna hijau kebiruan, seperti yang asli. Istana kekaisaran Song sangat indah, bahkan melebihi Istana Jin Wu di Tang.     

Karena Istana Qin Yuan sedang direnovasi, Nalan Hong Ye memindahkan rapat ke Istana Qing Yuan. Setelah sesi rapat pagi, dia membuka tirai dan berjalan keluar. Nalan Hong Yu sedang bersandar di singgasana emasnya. Pemuda itu duduk tegak, tetapi ada bekas air liur yang mengalir turun di dagunya. Ia sedang mendengkur; bukti bahwa dia sudah tertidur cukup lama.     

Saat membayangkan wajah para pejabat saat mereka pergi, tuan putri pertama itu mulai merengut. Kasim kecil melihat wajah gadis itu dan mendorong bahu Nalan Hong Yu perlahan, sambil memanggil dengan hati-hati, "Yang Mulia? Yang Mulia?"     

Kaisar muda itu terbangun dengan pangling. Dia merengut dan hendak marah, tetapi tiba-tiba dia melihat kakak perempuannya di hadapannya. Kemarahannya berubah menjadi rasa takut dan dia berdiri. Dia menggosok matanya dan berbisik, "Kakak."     

Orang-orang di dalam istana telah pergi, hanya menyisakan Nalan Hong Ye, adik laki-lakinya, dan kasim yang melayani mereka. Nalan Hong Ye merengut. Dia berkata dengan tenang namun tegas, "Bukankah saya sudah memberi tahu kamu agar tidak tidur di dalam rapat sebelumnya?"     

Kaisar itu menunduk, seperti anak kecil yang ketahuan saat nakal. Dia bergumam, "I-iya."     

"Mengapa kamu lakukan lagi?"     

Kaisar muda itu menundukkan kepalanya lagi dan mengakui kesalahannya, "Kakak, saya salah."     

Nalan Hong Ye mengangkat alisnya. "Bukankah saya sudah mengajari kamu cara menyebut dirimu sendiri?"     

"Um?" Nalan Hong Yu terkejut, tidak bisa mengerti kata-kata kakaknya tersebut.     

Kasim kecil itu membisikkan sesuatu di telinganya. Sang kaisar mengangguk dan menjawab, "Kakak, aku … bukan … Yang Mulia sudah salah. Yang Mulia sudah salah."     

"Kalau kamu sudah tahu kamu salah, pergi dan salin 'Catatan Moral' sepuluh kali. Tidak boleh makan sampai kamu selesai."     

"Ah?" Wajah sang kaisar langsung layu. Nalan Hong Ye tidak memperhatikan lagi dan berjalan keluar. Di dalam istana sedang kosong. Sinar matahari sedang cerah; angin bertiup dari semua arah ke tirai bambu. Angin iu juga menyapu lonceng emas, membuatnya berdenting. Nalan Hong Ye memakai seragam biru tua yang digunakan untuk rapat. Pakaiannya terseret di sepanjang papan lantai yang tebal, menampilkan pola dari berbagai burung yang disulam di atasnya. Pola itu berkilau emas cerah, memamerkan keindahan mereka. Pakaian ini memang pantas untuk status dan sikap seorang anggota keluarga kekaisaran.     

"Tuan Putri." Bibi Yun sedang menunggunya di luar. Melihat gadis itu melangkah keluar, Bibi Yun langsung mendekat ke sampingnya dan memakaikan mantel pada gadis itu. Saat ini sudah bulan kesebelas. Walaupun iklim di Song hangat, angin tetap terasa dingin. "Tuan putri, apakah anda akan kembali ke istana?"     

Nalan Hong Ye menggelengkan kepalanya. Raja Chang Ling dan Pu Jiang sangat berhati-hati memilih kata-kata mereka, menghindari pembahasan mengenai bencana di lautan timur. Dengan suara rendah, gadis itu menjawab, "Panggil Xuan Mo ke istana. Ada hal penting yang perlu saya bahas dengannya."     

"Baik," Bibi Yun menurut dan bertanya lagi, "Tuan Putri, apakah anda ingin bertemu dengannya di Istana Qing Yuan? Mengenai ini, sang kaisar masih …." Bibi Yun berhenti berbicara. Nalan Hong Ye berbalik saat mendengar kata-kata wanita itu. Istana besar itu sunyi dan terlihat sepi. Papan kayu yang hitam pekat di dalamnya hanya semakin menambahkan perasaan itu.     

Kaisar muda itu duduk di tangga sendirian, sambil menggaruk-garuk kepalanya. Mutiara di mahkotanya miring ke kedua sisi, memantulkan cahaya yang terang. Cahaya matahari bersinar di atas mutiara-mutiara tersebut melalui tirai mutiara, menambahkan kemegahannya. Melalui kilauan cahaya, butiran debu bisa terlihat melayang di udara. Jubah kuningnya hanya semakin menggambarkan kesedihannya, seperti seorang anak yang diabaikan.     

Namun, kesedihannya ini hanya karena dia harus menyalin 'Catatan Moral' sepuluh kali. Bukan karena banjir di Qiu Bei, bandit di lautan timur, pengaduan dari kepala jaksa, ataupun pertikaian internal di dalam rapat. Asalkan dia selesai menyalin buku itu sepuluh kali, dia sudah bebas dari beban lainnya. Dia sudah bisa makan, tidur, dan bermain dengan tenang, terus menjalani hidupnya dengan damai tanpa kekhawatiran, walaupun dia mengemban tanggung jawab seluruh negara di bahunya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.