Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 186



Bab 186

0Ketika gadis itu hendak melihat sisi lain patung tersebut, dia mendengar suara langkah kaki dari seberang ruangan. Istana itu memiliki sirkulasi udara yang baik, angin bertiup masuk dari pintu barat dan keluar dari pintu timur. Tetapi, Chu Qiao membeku. Dengan sedikit merengut, gadis itu meraih Pedang Penghancur Bulan miliknya. Tetapi, sebelum dia mencabut pedang tersebut, dia merasa seolah pedang itu mulai bergetar, seakan-akan sedang beresonansi dengan sesuatu. Karena itu, sebuah perasaan aneh melintas di benaknya. Tanpa sadar, gadis itu segera bersembunyi di sisi kiri patung dewi tersebut, dan perlahan, dia menyembulkan kepalanya keluar.     
0

Dengan salju yang turun perlahan di kejauhan, dan plum musim dingin yang sedang mekar, sebuah sosok muncul dalam pandangannya. Di bawah kapak perang milik dewi di sisi sebaliknya, pria itu memakai mantel bulu rubah berwarna abu keperakan dengan baju putih bersih di bawahnya. Anggun seperti biasa, mata pria tersebut masih seperti danau yang membeku, dengan bibir yang berwarna merah tua. Pria itu masih tetap orang yang akan menonjol di keramaian seperti dulu. Dengan embusan angin, plum merah terbawa ke dalam istana dari luar dan mendarat di bahu pria itu. Kejadian ini diterangi oleh cahaya bulan yang pucat yang bersinar menembus lapisan awan. Pria itu juga terkejut dan tampaknya tidak mengira akan bertemu dengan gadis itu di tempat ini. Untuk pertama kalinya, pria itu kehilangan kata-kata.     

Seekor burung kuning terbang ke dalam istana untuk berteduh dari salju. Setelah memutari tempat itu satu kali, burung itu mendarat di bahu sang dewi. Mata burung itu yang hitam pekat dan sebesar kacang mengamati kedua orang itu lalu ia mulai berkicau dengan nyaring.     

Pria itu memandangi Chu Qiao, dan tatapannya menembus istana yang berkabut itu. Sambil merengut, pria itu terlihat ingin mengucapkan sesuatu. Tatapan pria itu dengan lembut menyapu bahu lemah gadis itu, lehernya yang ramping, wajahnya yang kurus dan akhirnya tiba di sepasang mata gadis itu yang terkejut. Setelah sejenak, pria itu menoleh dan berbalik badan. Bayangan kesepian pria itu berjalan menuju pintu keluar dengan langkah yang mantap, mantelnya menyapu debu di atas lantai.     

"Beberapa hari ke depan akan ada badai salju yang lebat. Berhati-hatilah." Saat Zhuge Yue mencapai pintu, suara Chu Qiao menggema dengan tenang. Suara gadis itu bagaikan teh premium yang hanya bisa didapatkan di Kekaisaran Tang; menenangkan, dengan setitik rasa manis.     

Zhuge Yue berhenti melangkah dan berbalik. Sambil menjentikkan alisnya, dia bertanya, "Kamu tidak khawatir?"     

Chu Qiao menjawab dengan jujur, "Aku khawatir, tetapi tidak ada pilihan lain." Gadis itu mengangkat bahunya tak berdaya dan berpura-pura sangat khawatir. Tetapi, suaranya terdengar begitu lembut.     

Setitik kelembutan terlihat di mata Zhuge Yue. Dengan suara tenang, pria itu menjawab, "Tenang saja. Aku menyusup ke Yan Bei tidak ada hubungannya dengan perang."     

"Baguslah kalau begitu." Chu Qiao tersenyum. "Apakah ada yang bisa saya bantu?"     

"Iya," Zhuge Yue memberikan jawaban jujur yang tidak diduga.     

Chu Qiao terperangah, karena dia tidak menyangka pria itu akan mengatakan apa pun. Dengan cepat gadis itu bertanya, "Bantuan apa yang kamu butuhkan?"     

"Jangan laporkan aku."     

Mulut Chu Qiao ternganga. Dia sama sekali tidak menyangka Zhuge Yue bisa bercanda santai seperti ini. Setelah beberapa detik untuk mencerna kata-kata tersebut, gadis itu menjawab, "Bagaimana aku bisa?"     

Burung itu tiba-tiba berkicau dengan riang, dan melesat ke perapian di sebuah sudut. Bisa tercium aroma daging yang sedang dimasak memenuhi ruangan tersebut. Chu Qiao berjalan melewati patung sang dewi, dan melihat ada sebuah meja pendek di sudut ruangan, dengan sebuah baskom tembaga yang diletakkan di atas meja tersebut. Di dalam baskom tembaga itu, ada sebuah api kecil yang memasak satu panci makanan. Dengan kuah kental yang mendidih dan daging yang berputar di dalam panci, aromanya begitu nikmat dan membuat lapar. Di samping panci tersebut, terletak beberapa piring daging segar dan sayuran, dengan sebuah botol anggur dari perak yang berbentuk segi delapan terletak di ujung meja.     

Chu Qiao tersenyum. Menunjuk ke arah Zhuge Yue, gadis itu bertanya, "Kamu sudah mau pergi? Kalau begitu ini untukku saja."     

Setelah berpikir sejenak, Zhuge Yue berjalan ke meja pendek itu dan duduk. Dengan tenang, pria itu berkata, "Mimpi saja kamu." Selayaknya seseorang yang terlahir dengan sendok perak, tumbuh besar dengan sumber daya yang terbaik, bahkan ketika Zhuge Yue berada jauh di dalam wilayah musuh dengan badai salju lebat yang sedang turun, pria itu masih mempertahankan gaya hidupnya. Makanannya disiapkan dengan begitu rumit, potongan daging domba yang diiris tipis digulung dan disusun di atas piring, dan sayuran segarnya bahkan masih ada tetesan air. Bahkan sumpitnya pun terbuat dari perak murni dengan ukiran yang indah. Pria itu mengambil selembar daging domba, dan mencelupkannya ke dalam kuah yang mendidih. Daging itu berubah warna dengan cepat, saat dimasak di dalam air mendidih yang mengeluarkan kepulan uap. Makan hotpot[1] di musim dingin memang sangat nikmat.     

Ada satu set cangkir. Chu Qiao masih ingat jelas kebiasaan pria itu. Dulu, ketika masih di Lapangan Bukit Hijau, pria itu akan menyiapkan perlengkapan makan yang lengkap di atas meja, bahkan ketika dia makan sendirian. Seolah-olah ada banyak orang yang makan bersamanya.     

Chu Qiao mengangkat botol arak itu, dan menuangkan secangkir untuk Zhuge Yue sebelum menuangkan secangkir arak lagi untuk dirinya sendiri. Melihat itu, Zhuge Yue mengernyit dan bertanya, "Sejak kapan kamu mulai minum?" Tangan gadis itu yang sedang memegang cangkir sedikit gemetar. Memang, dia tidak pernah minum banyak. Sejak kapan dia mulai meminum minuman yang hanya berguna untuk mengaburkan pikirannya? Sambil mengangkat kepalanya perlahan, gadis itu menatap pria tersebut dengan tenang. Sambil mengangkat cangkirnya, gadis itu berkata, "Walaupun arak ini bukan milikku, aku bersulang untukmu."     

Zhuge Yue tampaknya sedang tenggelam dalam pikirannya, dia bahkan tidak mengangkat cangkirnya, hanya mengamati gadis tersebut.     

Chu Qiao meminum araknya dalam satu tegukan, dan berkata dengan tenang, "Cangkir ini untuk berterima kasih atas bantuanmu selama bertahun-tahun dan melepaskan aku."     

Selama setahun terakhir, tampaknya Chu Qiao sudah tumbuh semakin tinggi lagi. Wajahnya yang halus dihiasi oleh dua alis yang tipis dan indah. Mata gadis itu besar, tetapi seolah-olah ditutupi oleh sebuah cadar tipis untuk menyembunyikan pikirannya yang sebenarnya. Bahkan saat cangkir arak terletak di hadapannya, Zhuge Yue tidak meminumnya, pria itu hanya terus menambahkan daging ke dalam panci yang mendidih. Tanpa mengangkat matanya dari makanan, dia menjawab, "Apakah kita sedang menyanyi opera? Kita sedang makan, jangan banyak omong kosong."     

Chu Qiao merengut. "Bahkan ketika makan pun, biasanya ada ucapan pembukaan."     

Zhuge Yue menjawab, "Menghadapi orang-orang tua itu di ibu kota sudah cukup melelahkan. Aku tidak punya tenaga untuk menangani kamu di sini."     

Chu Qiao bergumam mengeluh perlahan lalu mengambil sumpit dan mulai makan. Melihat gadis itu makan begitu cepat, Zhuge Yue memperingatkan, "Hati-hati, masih panas." Sebelum pria itu menyelesaikan kalimatnya, Chu Qiao menjerit kecil. Jelas sekali kalau gadis itu sudah terseduh. Melihat itu, Zhuge Yue memutar bola matanya, dan berkomentar, "Rasakan."     

Walaupun lidah gadis itu terseduh, makanan itu rasanya enak. Duduk di sana, kedua orang itu awalnya terus berbicara, tetapi tak lama kemudian mereka hanya terus menyantap makanan saja. Seluruh piring berisi daging domba itu dengan cepat disantap. Chu Qiao tampaknya masih belum puas, dan dia terus mencari makanan dari dalam panci, dan memakan semua sayurannya juga.     

"Aku dengar kamu sudah naik pangkat? Selamat."     

Zhuge Yue menjawab dengan tenang, "Lumayan. Setelah membunuh sekitar 10.000 prajurit Yan Bei, mereka menaikkan pangkatku. Aku dengar kamu juga sudah naik pangkat?"     

"Aku juga sama. Aku menghabisi sisa prajurit Xia di Jalur Mei Lin, dan diberi kenaikan pangkat juga." Chu Qiao melirik pria itu, dan bertanya, "Aku dengar kamu ditunjuk sebagai Kepala Komandan Pasukan di Garis Barat, dan kini posisimu sudah tidak perlu tunduk kepada Zhao Che lagi?"     

"Itu hanya berkat kemurahan hati Yang Mulia. Aku tidak berani memamerkan hal tersebut. Di lain pihak, aku dengar Garnisun Utusan Barat Daya sudah dibubarkan, dan dikeluarkan dari pasukan Yan Bei. Bahkan persenjataan mereka pun dibatasi," Zhuge Yue menjawab dengan santai.     

"Pasukan Xiuli bertanggung jawab menjaga ketertiban wilayah ini, dan wajar saja kalau persenjataan kami terbatas. Tetapi, aku dengar keluarga Wei sudah mengirim Wei Shuye ke Jalur Yan Ming. Apakah itu demi mengurangi wewenang kamu?" Chu Qiao berkata sambil tersenyum.     

"Harapan tidak selalu tercapai. Oh ya, aku dengar Wu Daoya dari Da Tong telah dilarang meninggalkan Kota Luo Ri, dan bahkan tidak bisa menghadiri parade musim dingin kali ini."     

"Semua organisasi pasti ada perselisihan di antara anggotanya. Bukankah kamu juga sudah mengalami cukup banyak hal ini? Sejak awal, apa yang kamu dengar belum tentu apa yang benar terjadi. Contohnya saja, aku dengar Zhao Yang sedang mengumpulkan pasukan di wilayah Selatan, dan, akibatnya, mengganggu kemajuan di Barat. Aku penasaran benarkah hal itu."     

"Ada ungkapan yang mengatakan kalau kamu terus mengulang sebuah kebohongan itu akan menjadi kebenaran. Aku setuju sepenuhnya. Aku dengar kamu sedang membangun kembali Yan Bei, dan sedang fokus di perdagangan. Bahkan pedagang Xia secara diam-diam mulai berdagang denganmu. Itu hebat sekali."     

"Aku hanya usaha kecil-kecilan. Dibandingkan denganmu, ini tidak ada apa-apanya. Aku mendengar kabar kalau kamu telah menang telak dalam pertempuran di Cao Qiu dan Jin Hui, menangkap lebih dari 10.000 prajurit dari Batalion Kedelapan dari Pasukan Kedua. Kalau bukan karena itu, kami seharusnya bisa memanfaatkan kerusuhan di wilayah Utara Kekaisaran Xia untuk menerobos ke dalam wilayah kekuasaan Xia."     

"Kekaisaran Xia sudah berdiri selama lebih dari 300 tahun. Bukan sesuatu yang bisa menghilang dalam satu malam. Oh, aku dengar kalau orang Quan Rong mengalami bencana kelaparan yang parah di musim dingin kali ini, dan ribuan rakyatnya meninggal. Apakah kamu tidak khawatir kalau mereka akan menggunakan kesempatan ini untuk memulai perang dengan Yan Bei demi sumber daya?"     

"Apa yang akan terjadi pasti terjadi. Tidak ada gunanya khawatir. Kami hanya bisa mempersiapkan semua kemungkinan. Ditambah lagi, aku dengar di wilayah Timur Laut Kekaisaran Xia, orang-orang Li Zhen sedang mencoba meniru Yan Bei dan bertarung demi kemerdekaan. Menurut kamu seberapa besar kesempatan mereka untuk berhasil?"     

"Aku dengar Nyonya Yu dari Serikat Da Tong juga diberikan posisi yang tidak berguna."     

"Aku dengar bulan lalu Dewan Tetua Agung Xia memberikan jabatan kosong kepada keluarga Murong. Betapa cepatnya kekuasaan berpindah tangan sungguh mengejutkan."     

"Aku dengar Yan Bei menciptakan bahan baru yang bisa digunakan untuk membuat senjata yang lebih tangguh daripada besi dan baja. Apakah itu diciptakan olehmu?"     

"Aku dengar Kota Zhen Huang mengeluarkan perintah ke-46 untuk menutup perbatasan demi membatasi pergerakan sumber daya militer di dalam pasar, dan mungkin akan memulai perang dengan Kekaisaran Song. Apakah ini disebabkan oleh kamu?"     

"Aku dengar kamu akan membawa ransum ke kemah utama Yan Bei. Kalau ransum itu tidak tiba, mereka akan kehabisan pangan."     

"Aku dengar kamu datang kemari untuk memeriksa perdagangan Yan Bei, dan mencari tahu kelompok mana yang sedang berdagang dengan Yan Bei. Kalau terbukti benar, kelompok itu akan dimusnahkan oleh Kekaisaran Xia."     

Percakapan mereka terputus oleh bunyi dengungan kencang. Kedua pedang yang diletakkan di atas karpet mulai berdengung, bergetar, seakan-akan mereka bisa merasakan ketegangan di udara. Burung kecil itu sudah lama pergi, dan hanya mereka berdua yang masih duduk, saling berhadapan. Arang berderak sementara kuah terus mendidih. Di dalam kuah yang bergelembung, cabai yang merah terlihat seperti darah segar para pejuang.     

Bagaimanapun juga, mereka berada di pihak yang berbeda. Seakan-akan mereka sengaja melepaskan suasana yang ganas untuk saling mengingatkan kalau mereka adalah musuh, bukan teman, dan mereka memiliki tanggung jawab masing-masing.     

"Aku dengar, setelah tahun baru, kamu dan Yan Xun akan menikah," Zhuge Yue akhirnya mengangkat cangkir araknya, dan menyebutkan hal itu dengan santai.     

Chu Qiao juga mendongak. Setelah menenangkan napasnya, gadis itu menjawab dengan lembut, "Aku juga mendengar kalau tunanganmu adalah putri dari Jenderal Le Xing."     

Zhuge Yue mengangguk, "Betul, kami akan segera menikah."     

"Jenderal Meng sudah tua. Dengan kekuasaan Jenderal Le Xing yang terus berkembang, masa depanmu akan cerah."     

Zhuge Yue tersenyum tipis. "Mungkin nanti ketika kita bertemu lagi, aku harus memanggilmu Nyonya Yan."     

Chu Qiao menggelengkan kepalanya, dan membantah dengan serius, "Karena Yan Bei sudah mendeklarasikan kemerdekaan kami, aku harus dipanggil dengan sebutan Permaisuri Yan."     

[1] Masakan kuah berkaldu yang dicelup daging dan sayuran.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.