Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 131



Bab 131

0Cahaya matahari di luar sangat terang. Chu Qiao berbaring di kursi berlengan, terus menerus tertidur dan terbangun lagi. Sebagian besar jangkrik di pohon telah binasa, hanya menyisakan beberapa ekor yang terus membuat suara yang tidak terdengar jelas. Gadis itu mengedipkan kelopak matanya, lalu tertidur kembali.     
0

Setelah waktu yang cukup lama, sekitarnya menjadi hening.     

Chu Qiao terkejut, membuka matanya dengan ganas. Dia tertegun saat melihat seorang wanita, berusia sekitar 50 tahun, berdiri di hadapannya. Tatapan di mata wanita itu tenang, namun wajahnya pucat, seakan-akan dia sudah sangat lama tidak terkena matahari. Wanita itu menggunakan matanya untuk mengamati Chu Qiao dengan sangat berkonsentrasi.     

Melihat Chu Qiao sudah bangun, wanita itu menganggukkan kepalanya sebagai sebuah sapaan, dan bertanya, "Apakah kamu mau minum air?"     

Chu Qiao melihat wanita itu sambil mengernyit. Orang di hadapannya ini memakai pakaian yang terlihat sederhana namun saat diamati, bahan yang digunakan untuk membuat pakaian tersebut sangat mahal. Dia terlihat seperti seorang nenek dengan selera yang halus. Tampaknya dia seseorang yang berstatus tinggi namun tidak memiliki aura yang keras seperti orang-orang yang berkuasa. Dia memakai gelang kayu yang sudah tua di pergelangan tangannya, yang tidak sesuai dengan statusnya.     

Melihat Chu Qiao tetap diam saja, wanita itu berjalan ke pohon di samping dan mengambil sebuah teko dari salah satu pelayan. Dia menuangkan secangkir teh dan berjalan kembali dengan perlahan. Sambil memberikannya kepada Chu Qiao, wanita itu berkata, "Minumlah. Sangat mudah untuk menjadi haus di awal musim gugur. Orang muda seperti kamu harus memperhatikan kesehatan kalian."     

Chu Qiao meminum seteguk teh, merasa lebih segar. Dia melihat wanita itu dengan canggung dan berkata dengan hati-hati, "Maafkan saya. Saya baru memasuki istana dan tidak tahu banyak. Bagaimana saya harus memanggil anda?"     

"Saya? Saya bermarga Yao."     

Yao adalah marga yang sangat umum di Tang. Mulai dari Permaisuri hingga pelayan istana, sekitar 20 persen dari mereka memiliki marga ini. Dalam beberapa hari terakhir, Chu Qiao sudah berkenalan dengan tidak kurang dari tujuh atau delapan tetua dengan marga ini.     

"Bolehkah saya duduk?" wanita itu menunjuk ke sebuah kursi di samping dan bertanya dengan sopan.     

Chu Qiao mengangguk dengan cepat dan menjawab, "Silakan duduk."     

Melihat Chu Qiao yang celingukan, wanita itu membuka mulut dan berkata, "Permaisuri datang kemari. Para pelayanmu pergi keluar untuk menyambutnya."     

Chu Qiao melihat wanita itu dengan curiga. Pertanyaannya jelas: siapa sebenarnya anda? Kalau sang Permaisuri datang kemari, mengapa anda tidak menyambutnya di luar?     

Wanita itu tertawa. Tampaknya dia orang yang jarang tertawa, karena dia terlihat kolot. Tidak ada keriput di sudut matanya. Dia melihat Chu Qiao dan berkata, "Saya tidak apa-apa. Saya hanya ingin mengunjungimu saja."     

Tidak ada susunan dalam ucapan wanita itu. Chu Qiao tidak tahu bagaimana menjawabnya. Ada banyak aturan di dalam istana ini, ditambah lagi orang-orang di dalam istana, selalu menahan kata-katanya. Saat Chu Qiao masih merenungkan identitas wanita tersebut, wanita itu berkata, "Kamu sangat bagus."     

Chu Qiao tersenyum hambar dan menjawab, "Terima kasih atas pujiannya."     

"Saya bukan memuji kamu. Kamu memang bagus, tetapi saya rasa kamu tidak cocok untuk tinggal di dalam istana."     

Chu Qiao mulai tersadar. Apakah wanita ini salah satu orang yang cemburu akan perhatian Li Ce terhadap dirinya?     

"Jangan khawatir, saya tidak akan lama di sini."     

"Tidak, saya tidak bermaksud demikian." Wanita itu menggeleng dan melanjutkan, "Semua orang tidak cocok untuk ini pada awalnya, tetapi lambat laun akan terbiasa. Istana ini memang seperti itu. Ia akan menutupi kekuranganmu. Saya rasa kamu tidak terlalu buruk. Kalau kamu tinggal di sini, saya pikir istana ini akan berubah menjadi lebih baik."     

Chu Qiao mengernyit dan menatap wanita itu dengan curiga, tidak bisa menebak maksud di balik kata-katanya.     

"Sang pangeran ingin membongkar kuil di istana. Apakah kamu tahu itu?"     

Wanita ini berganti topik dengan cepat. Chu Qiao terperangah dan menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu."     

"Dia ingin memuja Dewa Kesenangan. Hah, saya benar-benar …." Wanita itu merengut, terlihat jelas terganggu oleh ini. Dia melihat ke arah Chu Qiao dan perlahan berkata, "Kalau kamu ada waktu, bicaralah dengannya. Biar bagaimanapun juga, dia adalah Putra Mahkota dari Tang. Dia tidak bisa bermain-main seperti ini terus."     

"Saya permisi dahulu." Wanita itu berdiri dan berkata kepada Chu Qiao, "Kamu terluka, tidak perlu mengantar saya." Setelah itu, dia berjalan keluar dari Kediaman Mihe melalui pintu belakang.     

Orang ini datang tanpa diundang, berbicara tidak jelas, lalu kemudian pergi. Chu Qiao merasa bingung.     

Setelah beberapa saat, Qiu Sui dan pelayan istana lainnya kembali. Ekspresi di wajah mereka aneh dan tampak agak gelisah.     

"Qiu Sui, apa yang terjadi? Apakah sang Permaisuri datang kemari? Mengapa kamu tidak membangunkan aku?"     

Qiu Sui menjawab, "Bibi Xi menyebarkan kabar kalau sang Permaisuri telah tiba di gerbang istana. Melihat anda masih terlelap, saya bilang bahwa anda sedang sakit dan tidak bisa menyambut beliau. Kami pergi ke sana setelah itu."     

Bagaimana dengan sang Permaisuri?"     

"Kami menunggu cukup lama, namun sang Permaisuri tidak turun dari kereta kudanya. Setelah itu, beliau berkata kalau beliau sedang tidak enak badan, dan pulang."     

"Oh." Chu Qiao mengangguk, tampaknya mengerti sesuatu. "Bantu aku masuk ke dalam."     

Para pelayan itu menurut dan mengangkat alas tidur Chu Qiao kembali ke dalam pintu istana.     

Setelah dipikir-pikir, Chu Qiao sudah dua hari tidak melihat Li Ce. Dia tidak merasa apa-apa, tetapi Qiu Sui dan yang lainnya merasa sedih. Bagaimanapun juga, ketika Chu Qiao sedang sakit parah beberapa hari yang lalu, Li Ce membuka Kediaman Mihe, yang dia tempati ketika dia masih muda, untuk dipakai oleh Chu Qiao sementara. Di dalam istana, siapa yang tidak mengerti niatnya?     

Namun, apa yang terjadi setelah itu membuat para pelayan di dalam Kediaman Mihe merasa sedih. Sang Putra Mahkota, yang baru saja menunjukkan sedikit dedikasi, dengan sembrono mengundang semua selirnya ke istana dia pada malam itu untuk berpesta dan minum-minum. Kabarnya dia tidur dengan delapan wanita pada malam tersebut. Beberapa hari ini, dia tidak mendatangi Kediaman Mihe, dan justru mengadakan pesta di dalam istananya. Selain itu, beredar kabar kalau dia berniat membangun kediaman baru untuk seorang pelayan istana yang membuat dia tertarik.     

Qiu Sui dan pelayan istana lainnya mendesah sepanjang hari seakan-akan mereka telah diabaikan. Mereka semakin jarang berbincang. Seluruh Kediaman Mihe dipenuhi oleh keheningan; hanya suara napas orang-orang yang bisa terdengar di sekeliling.     

Saat petang tiba, langit mulai gelap. Chu Qiao berdiri di depan jendela, tiba-tiba dia mendengar suara seruling yang menenangkan dari sisi seberang danau. Di kejauhan, suara itu hampir tidak terdengar namun membuat penasaran.     

Chu Qiao terus mendengarkan dan bertanya, "Apakah kamu tahu siapa yang sedang bermain seruling?"     

Para pelayan itu menggelengkan kepala. Chu Qiao berdiri, ingin pergi keluar untuk melihat. Qiu Sui dan para pelayan istana terkejut, dan menahannya karena takut dia akan semakin parah karena terlalu banyak bergerak.     

Chu Qiao tidak punya pilihan dan terpaksa menurut. Dia berbaring di atas alas tidur dengan tenang sampai semua orang di dalam rumah itu keluar. Lalu dia berjalan ke jendela dan bersalto keluar. Saat dia mendarat di tanah, kakinya menekuk, dan dia hampir terjatuh.     

Dia hanya memakai sepasang sepatu untuk di dalam ruangan. Saat dia menginjak trotoar batu, dia merasa dingin. Sama sekali tidak ada jejak orang di luar. Gaunnya yang putih menyeret di sepanjang trotoar, menjadi basah oleh genangan-genangan air tetapi tetap bersih dari debu. Dia berjalan perlahan menjauhi Kediaman Mihe.     

Dia berjalan ke arah danau lagi. Angin bertiup dari semua arah ke atas permukaan danau. Pria itu memakai jubah putih dan memegang seruling ungu di tangannya. Angin membuat lengan bajunya berkibar di udara. Bayangan yang sendirian itu terbentuk di bawah cahaya bulan yang pucat, menambahkan sedikit kehangatan dan ketenangan di malam tersebut.     

Perlahan Chu Qiao melangkah ke atas jembatan kayu. Pria itu berbalik badan, dan suara seruling terhenti. Pria tersebut tidak panik ketika dia melihat Chu Qiao, justru memberinya senyuman yang nakal. Dia memutar serulingnya dengan santai, sambil berkata, "Sudah malam kamu masih belum tidur? Pantas saja. Aku dengar kamu tidur sampai puas sepanjang hari. Ternyata kamu suka kelayapan di malam hari lalu tidur di siang hari."     

Chu Qiao tersenyum dan membalas dengan bercanda, "Aku masih baik-baik saja. Aku mendengar tentang kegiatanmu beberapa malam ini. Setelah begitu banyak kesibukan, kamu masih punya tenaga untuk memainkan seruling?"     

"Haha," Li Ce tertawa dan menjawab, "Aku masih kuat. Kalau kamu tidak percaya, kamu bisa periksa sendiri."     

Chu Qiao tersipu dan menegurnya, "Tidak senonoh."     

Li Ce memutar bola matanya dan berkata, "Iya, hanya Yan Xun yang sopan dengan wajahnya yang tabah. Sepanjang hari dia selalu bersikap seakan-akan seluruh dunia berutang kepadanya. Qiao Qiao, apa kamu yakin mau mengikuti dia seumur hidup? Aku berani jamin kalau kehidupan dia membosankan. Ini menyangkut kebahagiaanmu sendiri. Kamu harus berpikir jernih."     

"Membosankan bagaimana." Chu Qiao melihat pria tersebut. "Memang hanya kamu yang tidak membosankan."     

"Betul sekali." Li Ce tersenyum bangga. "Aku tampan dan pandai. Aku adalah bujangan yang paling didambakan di seluruh Benua Meng Barat. Ke mana pun aku pergi, aku membuat para wanita lajang jatuh hati. Para wanita yang sudah menikah memikirkan aku sepanjang hari. Para wanita dari umur tiga hingga delapan puluh tahun, semuanya tergila-gila kepadaku."     

Chu Qiao menutupi mulutnya dan tertawa. "Iya, kamu lebih tampan dari Song Yu, lebih hebat dari Pan An, dan lebih memukau dari Long Yang."     

"Siapa Song Yu? Siapa Pan An? Apakah Long Yang itu sebuah nama?"     

Chu Qiao tertawa. "Mereka semua pria tampan. Apakah kamu tidak pernah mendengar tentang mereka sebelumnya?"     

"Pria-pria tampan?" Li Ce menyeringai dan mengejek. "Kalau ada kesempatan, aku harus melihatnya sendiri."     

Cahaya bulan yang pucat menyinari lantai. Angin mulai kencang. Li Ce berdiri dan berkata, "Aku akan mengantar kamu kembali ke dalam. Di sini sangat berangin dan kamu masih belum pulih."     

"Baiklah," Chu Qiao menjawab.     

Li Ce melihat bahwa gadis itu masih memakai sepatu untuk di dalam ruangan. Bahan yang lembut itu sudah basah kuyup karena air. Dia merengut dan berkomentar, "Mengapa kamu memakai itu keluar?"     

Chu Qiao menjawab dengan santai, "Tidak apa, aku tidak akan mati. Aku pernah berjalan telanjang kaki sebelumnya, tidak seperti kamu, yang terlahir dengan sendok perak[1]."     

"Qiao Qiao, kamu harus ingat kalau kamu adalah seorang wanita, bukan seorang petarung." Wajah Li Ce menjadi tegas, suaranya terdengar agak marah. "Ada apa dengan Yan Xun? Apa dia tidak bisa mengerjakan urusannya sendiri? Kamu seorang wanita, tapi bukannya tinggal di rumah, justru kelayapan ke sana kemari? Tidak memedulikan kesehatanmu? Tidak berkata apa pun bahkan saat kamu terluka? Dengan semua bekas luka ini, bagaimana kamu mau menikah di masa depan? Aku mau lihat siapa yang mau menikahimu."     

Chu Qiao membalas, "Kamu yang tidak akan menikah. Ini bukan urusanmu."     

"Hmph, bukan urusanku? Aku mau ini menjadi urusanku!"     

Chu Qiao merengut. "Hei, Li Ce, kamu benar-benar meremehkan wanita!"     

"Memang kenapa kalau aku meremehkan mereka? Memang kenapa?" Pria itu menatapnya dari sudut matanya, poster tubuhnya seperti seorang penjahat.     

Chu Qiao berjalan di depan, mengabaikan pria tersebut dan berkata, "Aku tidak mau bicara denganmu lagi. Aku mau pulang." Saat dia selesai berbicara, dia merasa dirinya berputar. Saat dia sadar kembali, dia berada di dalam pelukan erat Li Ce. "Hei! Apa yang kamu lakukan? Turunkan aku!" Chu Qiao berteriak kaget.     

Mata Li Ce setengah menyipit. Dia melihat gadis itu dan menyeringai. "Tidak."     

Percikan api membara di dalam mata Chu Qiao. Dengan suara nyaring, dia berkata, "Kamu mau turunkan aku atau tidak? Kalau tidak, aku tidak akan bersikap baik lagi."     

Li Ce menjulurkan lehernya dengan santai dan berkata, "Kamu punya pisau yang disembunyikan di bawah leher dan kakimu. Aku tahu soal itu. Potong leherku ini. Kalau tidak, aku akan meremehkanmu."     

Chu Qiao menjawab dengan marah, "Li Ce, mengapa kamu begitu tidak tahu malu?!"     

Li Ce melihat mata gadis itu dengan tidak sabar, seakan-akan berkata: Jangan bilang kamu baru sadar hari ini? Angin meniup lengan baju mereka, membuatnya berkibar di udara lagi bagaikan kupu-kupu.     

Malam itu dingin. Danau mengelilingi mereka berdua. Li Ce membawa gadis muda itu di kedua tangannya dan berjalan perlahan di jembatan kayu tersebut. Ranting willow merunduk rendah di kedua tepi danau. Sesekali ikan koi melompat keluar dari permukaan air, menciptakan riak.     

Li Ce berjalan sambil bersiul dengan nada cepat. Nada itu sangat riang, sama seperti senyuman yang biasa terpampang di wajahnya.     

[1] Lahir di keluarga yang kaya raya     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.