Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 162



Bab 162

0He Xiao mengayunkan tangannya berulang kali untuk memerintah para pemanah, "Tembak! Tembak! Bunuh para bed*bah itu!"     
0

"Jenderal! Jenderal!" Seorang pembawa pesan berlari sambil berteriak, "Perintah dari Nona! Siapkan katapel tempur!"     

Sebaris katapel tempur yang masing-masing setinggi tiga meter dibawa ke tembok kota. Ini bukan katapel tempur biasa. Mereka lebih besar, lebih tebal, dan lebih kuat daripada katapel tempur biasa. Dengan tambahan tiga sumbu sebagai penunjang, dan pegas yang kuat untuk memberi dorongan, jarak lemparnya bisa melebihi 120 meter. Jarak ini sudah dua kali lipat katapel tempur biasa.     

Seorang prajurit berdiri di atas tembok kota, keringat mengucur di dahinya. Matanya dipenuhi antisipasi yang menggila. Sambil memegang sebuah belati, dia berteriak, dan memotong tali yang menahan lengan katapel tersebut! Terdengar suara berderak dari pegas, dan katapel perang itu mulai beraksi. Para penonton hanya tercengang dengan mulut menganga saat sebongkah batu penggilingan terlempar ke udara. Dengan suara berdebum yang keras, batu itu menghantam dua orang prajurit yang sedang menyerbu. Dengan jeritan kencang, para musuh menoleh, dan melihat kalau tidak hanya para prajurit saja namun kuda mereka pun terhantam sampai menjadi onggokan berdarah.     

"Hidup sang Nona! Woooo!" Di atas tembok kota Chi Du, kerumunan itu bersorak sorai. Sejak dikepung oleh pasukan Xia, mungkin ini pertama kalinya mereka merasa mereka bisa memenangkan pertempuran ini.     

Di hadapan alat perang yang begitu kuat, tidak ada yang bisa berpikir jernih. Para prajurit itu celingukan ke kanan dan kiri, dan bahkan lupa untuk terus menyerbu. Tetapi, pada saat inilah mimpi buruk yang sebenarnya dimulai. Seluruh barisan katapel tempur dilontarkan bersamaan, dan hujan batu-batu besar menimpa mereka dari atas.     

Pemandangan itu begitu mengerikan. Yang dilemparkan oleh katapel-katapel tempur itu bukan batu biasa. Ada batu penggilingan dari rumah, tiang rumah dari kayu tebal, atau bahkan ribuan keping genteng. Selusin prajurit terhantam oleh sebuah benda besar, dan saat dilihat lebih jelas, ternyata itu patung singa yang biasanya diletakkan di depan rumah-rumah besar! Tidak ada baju pelindung mau pun perisai yang bisa menahan senjata seperti itu. Pedang dihantam sampai berkeping-keping, tombak-tombak hanya menjadi kayu bakar. Pasukan Xia terus diserang senjata proyektil ini dan para prajurit mereka menjadi onggokan daging dan darah!     

Melihat itu, mata Zhao Yang menjadi merah, dia menarik kerah baju petugas logistik persenjataan dan berteriak di wajahnya, "Senjata apa itu? Mengapa dia bisa menembak begitu jauh? Mengapa dia begitu cepat? Beri tahu saya!"     

Petugas itu adalah seorang pria tua yang rambutnya sudah beruban. Sambil kesulitan bernapas, dia berusaha untuk menjelaskan, "Maafkan saya! Ampuni saya, Yang Mulia! Saya benar-benar tidak tahu!"     

"Dasar tidak berguna!"     

"Yang Mulia, biarkan pasukan kita mundur! Kalau seperti ini, kita bahkan tidak bisa mendekat!" Situ Jing berjalan mendekat dengan wajah muram.     

"Tidak! Tidak boleh mundur!" Mata Zhao Yang dipenuhi keyakinan, dan dia memberi perintah dengan dingin, "Siapa pun yang mundur walau hanya satu langkah akan dihukum mati!"     

"Maju!" Pasukan Xia berteriak dengan putus asa.     

Di dekat benteng, hujan panah menembus perisai yang mereka banggakan. Di jarak yang lebih jauh, terdengar suara bebatuan yang menggemuruh. Di bawah sebidang langit ini, jeritan kematian adalah satu-satunya suara yang terdengar. Pertempuran ini berlangsung selama tiga hari dan tiga malam. Pada fajar hari keempat, para prajurit Chi Du hampir tidak percaya saat mereka melihat seluruh pasukan Xia mundur. Sukarelawan dari Chi Du dan para prajurit Garnisun Utusan Barat Daya menangis bahagia sambil bersorak bersama.     

"Pasukan Xia sudah mundur! Mereka telah pergi!" Gelombang kebahagiaan menyebar dari tembok.     

Chu Qiao duduk di dalam markas pusat dan masih mengatur rencana dan perintah. Tiba-tiba, mendengar kabar dari barisan depan, gadis ini yang sudah tiga hari tiga malam tidak menutup matanya, langsung membeku. Duduk tegap, matahari cerah yang menerangi bumi membuatnya seperti sedang bermimpi.     

"Nona! Nona! Prajurit Xia sudah pergi! Kita menang!" Dengan memakai seragam pembawa pesan, Ping An bergegas masuk sambil mengayunkan pedang yang panjangnya setengah badannya dengan gembira. Tetapi saat di pintu masuk, bocah itu terkejut. Hal pertama yang dia lihat adalah Chu Qiao duduk di depan meja dengan wajah yang sangat tenang, namun ada jejak air mata yang mengalir jernih dari kedua matanya.     

"Nona! Nona!" Para prajurit dari Garnisun Utusan Barat Daya segera menyerbu masuk juga. Sambil menyeka air matanya, Chu Qiao berdiri, dan segera berubah kembali menjadi pemimpin tegas yang dikenal orang-orang. Saat dia melangkah keluar dari pintu, terdengar suara sorakan. Baik warga sipil maupun prajurit, mereka mengelilinginya dan melaporkan keadaan terakhir dengan bahagia.     

Gadis ini bisa mengerti kegembiraan mereka karena prestasi ini cukup membanggakan bagi siapa pun. Menghadapi 200.000 prajurit elite dengan hanya 10.000 prajurit dengan perlengkapan seadanya, mereka hanya kehilangan 200 orang selain 3.500 orang yang dikirim keluar pada awal pertempuran. Dengan kerugian sekecil itu, mereka telah membunuh lebih dari 50.000 musuh dan menghentikan 17 kali serangan. Dengan demikian, Garnisun Utusan Barat Daya akan menjadi salah satu satuan elite di benua ini. Pertempuran Chi Du selamanya akan tercatat dalam sejarah sebagai salah satu titik penting dalam Perang di Utara!     

Malam itu, saat kedua pasukan beristirahat, Chu Qiao tidak bahagia seperti para anak buahnya. Dia tahu kalau kekalahan Zhao Yang darinya hanya karena pria itu belum terbiasa dengan taktik dan peralatan canggih yang dia miliki. Mulai besok, Zhao Yang akan menyesuaikan taktiknya, dan sudah tidak mungkin mereka mendapatkan kemenangan mudah seperti ini lagi.     

Ditambah lagi, petugas logistik persenjataan baru saja melapor. Dalam pertempuran sengit itu, lebih dari 300 busur silang mereka telah rusak. Itu lebih dari tiga perempat seluruh persenjataan mereka. Lebih dari setengah anak panah telah terpakai. Sedangkan untuk katapel tempur, walaupun katapel yang rusak bisa diperbaiki, tetapi seluruh kota sudah kosong. Selain beberapa pot api yang disisakan, hanya sedikit amunisi yang tersisa di dalam kota. Sejak awal, sebagian besar senjata yang ada di sini memang dibuat dan ditimbun dengan terburu-buru karena Chu Qiao sudah mengantisipasi kalau Chi Du akan menjadi lokasi yang strategis. Sesuai dugaan, senjata-senjata ini memang dibutuhkan.     

Chu Qiao menggosok pelipisnya sambil mengernyit dan menatap peta. Dia terus menimbang-nimbang beberapa cara untuk bertahan. Ping An masuk ke dalam ruangan dengan perlahan dan menukar teko teh. Melihat kalau arang di dalam perapian sudah habis, dia segera menggantinya dengan yang baru.     

"Ping An, jam berapa sekarang?"     

Anak itu mendongak dan menjawab, "Nona, sekarang sudah jam sembilan malam. Anda harus beristirahat kalau bisa, karena anda sudah berhari-hari tidak tidur."     

Berusaha keras untuk tetap membuka matanya yang sudah merah, Chu Qiao bersandar di atas meja dan berkata, "Bangunkan aku kalau sudah jam sebelas malam."     

"Baik."     

Tidak lama setelah gadis itu tertidur, sebuah panggilan darurat membangunkannya. Ping An berbisik dengan jengkel, "Nona baru saja tertidur. Ada urusan apa? Tidak bisakah kalian menunggu sampai besok pagi?"     

"Ping An, biarkan mereka masuk."     

"Nona Chu!" Empat orang prajurit muda masuk ke dalam ruangan, pemimpin mereka melangkah maju dan menjelaskan, "Kami adalah bawahan Nyonya Yu. Nyonya Yu menerima pesan dari anda, dan mengirimkan kami."     

"Nyonya Yu menerima surat saya?" Chu Qiao sangat gembira dan berdiri. "Apa pesan darinya? Kapan dia bisa mengirimkan bantuan untuk kami? Apakah ada informasi tentang pasukan yang diutus?"     

"Nona, Nyonya tidak menjelaskan apa pun. Dia hanya berpesan kalau anda harus segera menuju ke Kota Lan, dan ada hal penting yang harus dia bicarakan dengan anda."     

Chu Qiao mengernyit, dan dia bertanya dengan perlahan, "Apa katamu?"     

"Nona, Nyonya Yu meminta anda segera menuju ke Kota Lan untuk membahas hal yang penting dengannya." Prajurit itu mengulang kata-katanya dengan hati-hati.     

Chu Qiao mengangguk, "Apakah dia mengatakan hal lain?"     

Prajurit itu menjawab, "Tidak, nona."     

"Oh, baiklah. Tunggu sebentar. Saya akan berkemas." Chu Qiao mengangguk. "Ping An, kemari, bawakan mantelku dari dalam kamarku."     

Ping An merengut, tetapi anak itu sangat cerdik, dia tidak berkata apa pun dan berbalik ke ruangan dalam. Di saat ini, salah satu prajurit itu menangkap lengan anak itu lalu mendongak dan berkata, "Nona, itu tidak perlu. Kami sudah mempersiapkan semuanya. Kita bisa pergi sekarang."     

Namun dalam sekejap mata. Chu Qiao merentangkan tangannya. Dalam sekilas, sebuah batu tinta melayang dan menghantam tangan prajurit itu. Dengan suara retakan yang keras, tulang prajurit itu pasti sudah patah, namun walaupun sangat kesakitan, prajurit itu tidak berteriak. Ping An sangat cerdik. Sambil berguling untuk menghindari prajurit yang lain, dia melompat keluar dari jendela.     

"Tangkap dia!" Pemimpin itu menyadari kalau mereka sudah ketahuan, jadi dia memutuskan untuk berhenti berpura-pura. Kelompok itu menerkam Chu Qiao, dan cukup jelas kalau mereka semua sangat ahli bela diri.     

Gerakan Chu Qiao sangat cepat. Dengan satu sentakan, belati yang tersembunyi di lengannya langsung turun, Dalam sekejap, belati itu menancap di salah satu penyerang. Tetapi pria itu hanya mengerang karena dia berhasil menghindari titik vital, dan belati itu hanya mendarat di bahunya. Chu Qiao mendorong di atas meja, dan dengan tendangan berputar, dia menginjak perut penyerang lainnya. Pria itu terpental ke belakang dan menghantam rak buku. Dua buah vas yang terletak di atas rak jatuh dan pecah berserakan. Saat ini, pintu tiba-tiba terbuka. Lebih dari 30 penjaga bergegas masuk, dan dengan tangkas, mereka menangkap para penyerang. Orang-orang ini semua dipilih oleh Yan Xun sebagai pengawal pribadi Chu Qiao. Song Qi Feng, pimpinan dari para pengawal, berjalan mendekat dan bertanya dengan gelisah, "Nona, apakah anda tidak apa-apa? Apakah anda terluka?"     

"Aku baik-baik saja." Chu Qiao menggeleng dan berkata dengan serius, "Mereka tidak berusaha membunuhku." Menghampiri mereka, Chu Qiao menatap pimpinan penyerang itu dan bertanya, "Siapa yang mengirim kalian?"     

Pria itu tersenyum getir. "Saya sudah mendengar kalau Nona Chu sangat ahli bela diri. Hari ini, setelah mengalaminya sendiri, saya bisa bilang kalau itu bukan hanya kabar burung."     

"Katakan yang sebenarnya, dan aku mungkin membiarkan kalian pergi."     

"Nona, semua yang saya katakan benar. Kalau anda tidak percaya saya, saya juga tidak bisa apa-apa."     

Chu Qiao merengut kebingungan dan berbagai pikiran melintas di benaknya. Sambil berbalik badan, dia bertanya kepada Song Qi Feng, "Siapa yang membiarkan mereka masuk ke dalam kota?"     

Ekspresi Song Qi Feng tidak wajar, dan dia menjawab dengan perlahan, "Pelayan ini tidak tahu."     

Chu Qiao melihat ke sekeliling, dan tiba-tiba bertanya, "Di mana Ping An?"     

"Ping An?" Song Qi Feng bertanya. "Saya tidak melihatnya."     

"Kamu tidak melihatnya?" Mata Chu Qiao dipenuhi keraguan saat dia menatap Song Qi Feng. Tiba-tiba dia tersenyum lembut dan berkata, "Oh, mungkin dia pergi mencari bantuan. Mungkin dia pergi ke Garnisun Utusan Barat Daya dan tidak melihat kamu. Mari kita pergi dan lihat di sana?"     

Dengan sekelebat, selusin pedang berkilau diarahkan ke lehernya. Song Qi Feng tersenyum pahit dan berkata, "Karena anda sudah menebaknya, saya tidak perlu berpura-pura lagi."     

Ekspresi Chu Qiao menjadi dingin saat Song Qi Feng melepaskan ikatan keempat pria itu. Andai saja tatapan bisa membunuh!     

"Nona, saya minta maaf. Qi Feng hanya mengikuti perintah. Kalau ada hal yang membuat anda marah, tolong maafkan saya."     

Chu Qiao bertanya dengan tenang dan dingin, "Kamu suruhan siapa? Serikat Da Tong? Atau Kekaisaran Xia?"     

Song Qi Feng membungkuk dengan hormat. "Saat kita tiba di tujuan, anda akan mengerti dengan sendirinya."     

Pria itu melangkah maju. "Pelayan ini mengerti kalau Nona sangat ahli. Saya tidak punya pilihan lain, jadi saya mohon kerja sama anda." Setelah berkata demikian, dia menutup mata Chu Qiao dengan kain dan menyumpal mulutnya, lalu mengikat gadis itu, membuatnya tidak bisa bergerak.     

"Ayo pergi!" Song Qi Feng memberi perintah. Kerumunan itu berjalan keluar. Tidak lama kemudian, sebuah kereta kuda datang. Chu Qiao diangkat masuk ke dalam kereta, dan mereka bergegas menuju ke Utara.     

"Berhenti! Siapa kalian?"     

Song Qi Feng duduk di atas kudanya dan menjawab, "Saya ada kepala pengawal Nona Chu, dan ini adalah pembawa pesan dari Kota Lan. Kami menuju ke Kota Lan. Ini adalah izin dari Nona Chu."     

Melihat Song Qi Feng, para prajurit segera berubah sikap, "Oh ternyata Tuan Song. Tunggu sebentar, saya akan segera membukakan gerbangnya!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.