Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 73



Bab 73

0Tidak peduli siapa yang mengucapkan kalimat terakhir itu, seluruh pasukan langsung hening setelah mendengarnya.     
0

"Para pejuang Yan Bei!" Yan Xun duduk di atas kudanya, dan menatap ke orang-orang yang mengangkat tangan mereka di udara. Matanya membentuk garis tipis saat dia berkata dengan tegas, "Ayahku dibunuh dengan sadis delapan tahun lalu! Yan Bei telah jatuh, dan diinjak-injak oleh para penjahat. Kemuliaan pejuang Yan Bei juga dihancurkan oleh Kekaisaran yang busuk! Kita adalah orang-orang yang setia pada Kekaisaran. Kita menjaga perbatasan dan bertarung melawan bangsa barbar, dan kita melindungi kedamaian di dalam Kekaisaran. Namun dengan berlalunya waktu, kemakmuran di ibu kota sudah menutupi mata para pemimpin ibu kota. Mereka melupakan siapa yang berjuang di perbatasan. Mereka melupakan siapa yang membangun tembok pertahanan dengan keringat dan darah! Mereka melupakan siapa yang menghadapi badai dan menahan orang-orang Quan Rong di perbatasan. Mereka melupakan siapa yang menyelamatkan Kekaisaran di saat-saat genting!"     

"Itu kita! Kita, Yan Bei!" para prajurit bersorak.     

"Betul sekali! Itu kita!" Angin mulai berembus, pemuda itu merobek jubah merah tuanya, menunjukkan baju perang hitam legam. Di atas baju itu disulam elang emas. Itu adalah bendera perang Yan Bei! Seekor elang besi berwarna keemasan!     

Yan Xun berteriak lantang, "Sang Kaisar sudah bukan lagi seorang pemimpin yang bijak. Dia tidak bisa membedakan kesetiaan dengan kejahatan! Kita bisa berdarah di medan perang, kita bisa berjuang demi para warga, tetapi kita tidak bisa menjadi budak untuk tuan yang membayar kesetiaan dengan pembantaian!"     

"Kita tidak akan menjadi budak!" semua orang bersorak mengikuti.     

Angin mulai berembus semakin cepat, Yan Xun mencabut pedang dari pinggangnya. Angin yang kencang membuat baju perang pemuda itu berkibar-kibar dan sulamannya pun bergerak mengikuti. Seakan-akan elang besi keemasan itu siap terbang kapan saja! Setelah terperangkap selama delapan tahun, Pangeran itu mengeluarkan teriakan keras, "Para pejuang! Ikuti aku! Keluar dari ibu kota dan kembali ke Yan Bei! Kita tidak punya pilihan selain memberontak! Mulai sekarang, Yan Bei akan menjadi wilayah yang berdaulat!"     

"Keluar dari ibu kota! Kembali ke Yan Bei!" Pekikan bersemangat menembus langit!     

Pada saat ini, di dalam Lapangan Ying Ge, Chu Qiao memakai blus hitam panjang dan menunggu di dalam kegelapan malam. Di belakangnya ada sekelompok pria yang berpakaian serupa. Seekor elang putih terbang di langit dan kemudian bertengger di bahunya. Setelah mengambil surat dari burung itu, dia membacanya dengan serius sebelum menghela napas lega dan memerintahkan, "Berangkat. Mari kita gunakan jeroan[1] busuk dari orang-orang yang sedang berkuasa sebagai pengorbanan untuk terlahir kembalinya negara kita!" Dengan gemerisik pendek, halaman itu sudah dikosongkan.     

Sementara itu, seorang petugas wanita berpakaian rapi bergegas ke arah sang tuan putri. Wajahnya menunjukkan kepanikannya, "Tuan Putri! Upacara sudah mau dimulai! Mengapa anda masih di sini? Petugas upacara sudah menunggu anda dan beberapa pelayan sedang berlutut di Aula Bai He!"     

Sama paniknya, gadis berpakaian merah cerah itu tergesa-gesa memegang tangan petugas wanita tadi. "Pengasuh Miao, apa yang harus kulakukan? Sudah melewati waktu yang dijadwalkan, tetapi dia masih belum kembali. Apakah terjadi sesuatu?" Petugas wanita itu hanya berusia sedikit di atas 20 tahun tetapi dia terlihat sangat dewasa untuk usianya. Dia menenangkan Zhao Chun Er dan memeluknya erat. Dengan lembut dia berkata, "Saat ini, di luar istana, semua orang sedang bersorak dan sedikit tertahan oleh kerumunan itu adalah hal yang wajar. Anda tidak perlu khawatir."     

Zhao Chun Er menggigit bibirnya dan rasa kekhawatirannya tidak berkurang sedikitpun. Dia meyakinkan dirinya untuk memercayai kata-kata itu, dan berhenti terlalu memikirkannya. Mengikuti petugas itu, dia melangkah menuju Kompleks Harem Kekaisaran.     

Di dalam kegelapan, alis petugas wanita itu berkerut. Untuk semua upacara kekaisaran ada batasan waktu yang harus dipatuhi. Bagaimana mungkin rakyat di luar sana berani menghalangi jalannya iringan kerajaan? Pasti telah terjadi masalah.     

Saat itu, seekor kuda tiba-tiba tiba di gerbang istana. Seorang prajurit melompat turun dan terhuyung-huyung ke gerbang istana sambil kehabisan napas, namun ia dihalangi oleh para penjaga. "Aku memiliki hal penting untuk disampaikan pada sang Kaisar! Biarkan aku masuk!"     

Para penjaga menolak untuk membuka jalan. Sambil mengadang pembawa pesan itu, seorang penjaga memperingatkan, "Tolong tunjukkan pada kami perintah dari sang Kaisar."     

Prajurit itu, kepalanya dipenuhi keringat, mengamuk, "Ini urusan yang sangat genting! Kalau ditunda, sepuluh kepala kalian pun tidak cukup untuk membayarnya!"     

"Apa yang terjadi?" Zhao Chun Er bertanya.     

"Yang Mulia, Tuan Putri?" Dengan hanya melihat sedikit dari pakaiannya, prajurit itu mengenalinya. Melangkah maju, dia berbisik cepat padanya. "Tuan Putri, ini sungguh kacau! Pangeran dari Yan Bei, Yan Xun, memberontak! Dia sedang menuju ke sini dengan prajurit dari Garnisun Utusan Barat Daya!"     

Duk! Salah satu penghangat tangan di telapak Putri Chun jatuh ke lantai. Wajah gadis muda itu putih bagai kertas dan bibirnya berubah biru kehitaman. Dia begitu terkejut, sampai tidak sanggup berkata-kata.     

Mereka sudah menguasai jalur menuju Dewan Tetua Agung dan Aula Ibu Kota. Para Tetua dan Jenderal masih di dalam istana. Sebelum mereka pergi, kita harus memberi tahu mereka agar mereka bisa membuat rencana! Tuan Putri? Tuan Putri?"     

"Ah, kamu, kamu benar." Akhirnya bereaksi, Tuan Putri Chun mengangguk kaku. Wajah ketakutannya sirna. Mencoba bersikap kuat, dia berkata, "Ikuti aku."     

Prajurit itu, dengan senang, mengikuti sang tuan putri. Para penjaga mengerutkan kening dan dengan berani, dia berjalan ke arah sang tuan putri dan berkata, "Tuan Putri, ini melanggar aturan."     

"Aturan apa?!" Petugas wanita itu menjawab dengan galak, "Kalau sang Tuan Putri mau membawa masuk seorang pelayan, apakah dia membutuhkan izin darimu? Siapa yang kamu layani, beraninya meragukan sang Tuan Putri?"     

"Pengasuh Miao, mari kita pergi." Zhao Chun Er sangat pucat dan berbalik menuju Aula Fang Gui. Pernikahan akbar malam ini akan diadakan di sana, dan semua pejabat sudah tiba. Saat sang tuan putri dan rombongannya memasuki gerbang, para penjaga menatap dingin satu sama lain, mata mereka saling memberi isyarat.     

Melewati berbagai bangunan di dalam istana, langit sudah sepenuhnya gelap. Selain beberapa lentera yang menyediakan cahaya remang-remang yang hanya cukup untuk berjalan, tempat itu sangat sunyi. Zhao Chun Er tiba-tiba berhenti. Wajahnya sekarang sangat pucat dan menyeramkan. Dia berbalik dan berkata kepada prajurit itu, "Kemarilah, ada yang ingin kutanyakan padamu."     

Prajurit itu bergegas maju. Membungkuk, dia mendekat ke sang Tuan Putri. Zhao Chun Er berjalan maju, hampir menempel ke prajurit itu. Petugas wanita itu merengut, tetapi saat dia baru mau berbicara, terdengar jeritan. Setelah itu, si prajurit melompat dan menendang sang tuan putri. Tuan putri itu terjatuh dan sebagian dari jubahnya sobek.     

Sangat terkejut, petugas wanita itu menjerit, "Pembun- …." Tetapi sebelum dia menyelesaikan kalimatnya, dia menghentikan dirinya sendiri. Prajurit itu sedang kejang-kejang di lantai, seluruh tubuhnya berlumuran darah. Zhao Chun Er bersusah payah bangun dari lantai dan merangkak dengan kikuk ke arah prajurit itu. Dengan belati emas di tangannya, dia menusuk dada prajurit itu! darah bercipratan, dan banyak darah, yang masih hangat, memercik ke mana-mana. Walaupun dia bersimbah darah, sang tuan putri terus mengayunkan belatinya. Suara logam memotong daging dan tulang terdengar menyeramkan di lorong yang kosong.     

"Tuan Putri! Tuan Putri!" Petugas wanita itu, hampir menjerit, tergopoh-gopoh mendekat dan memeluk Zhao Chun Er. Menarik tangannya, dia memohon, "Dia sudah tewas! Sudah tewas!"     

Klang! Belati itu terjatuh ke lantai. Gadis muda itu, dengan matanya terbuka lebar, terduduk dengan tangannya masih gemetaran.     

"Aku sudah membunuh seseorang …. Aku sudah membunuh seseorang …."     

"Tuan Putri, apa yang terjadi? Apakah pria ini menyinggung anda?"     

"Pengasuh Miao!" Zhao Chun Er memegang tangannya erat-erat, matanya sangat merah. Dia memerintahkan, "Tinggalkan istana secepatnya dan cari Pangeran Yan. Beri tahu dia agar jangan gegabah! Jangan merusak masa depannya! Dia tidak menginginkan pernikahan ini, aku tahu. Aku mengerti sepenuhnya. Aku tidak akan memaksanya lagi. Aku akan pergi dan menjelaskan pada sang Kaisar sekarang!"     

"Tuan Putri! Apa yang anda katakan?"     

"Pergilah!" sang tuan putri berseru dengan marah. Dia menenangkan diri dan berkata, "Pergi dan cari dia sekarang lalu sampaikan padanya apa yang kukatakan. Aku akan menghadap sang Kaisar sekarang dan membatalkan pernikahan ini. Aku tidak akan memaksanya lagi!"     

"Tuan Putri …."     

"Pengasuh Miao, kumohon …." Tetesan besar air mata mengalir dari mata Zhao Chun Er. Wajahnya masih pucat dan bibirnya masih biru kehitaman. Matanya kini merah sepenuhnya. Menggigit bibir bawahnya, dia memaksa dirinya agar tidak menangis. Dengan sebercak besar darah di lehernya, dia menggenggam erat tangan petugas wanita itu dengan tenaga yang demikian besar seakan-akan dia ingin menancapkan jari-jarinya ke dalam daging.     

Petugas wanita itu pada dasarnya belum terlalu berpengalaman, dan menghadapi kekacauan ini, dia begitu ketakutan dan mulai menangis dan meratap, "Tuan Putri, jangan khawatir, saya pasti akan menemui Pangeran Yan."     

"Baik, kalau begitu cepat pergi. Saat ini istana sangat kacau. Berhati-hatilah." Zhao Chun Er menghapus air matanya.     

"Um, jangan khawatir." Keduanya bertukar kata doa singkat sebelum berpisah menuju arah yang berbeda.     

Angin dingin menyapu debu dan dedaunan di lantai. Petugas wanita itu bergegas melewati lorong kecil. Saat dia berbelok melewati air mancur hiasan, pandangannya menjadi putih. Sebelum dia bisa mengenali penyerangnya, dia jatuh ke genangan darahnya sendiri. Di dalam kegelapan, beberapa pria melangkah keluar, ternyata pemimpin mereka adalah penjaga tadi.     

"Kakak Yu, mengenai sang Tuan Putri …."     

"Tidak usah khawatir, dia tidak akan menyebarkan pesan itu." Pria itu, dengan wajah keras, berbisik, "Kunci gerbang utara dan bersiap untuk menemui nyonya kita di gerbang barat."     

Di dalam sebuah gubuk bobrok di dekat gerbang barat, seorang wanita berpakaian putih berdiri di halaman. Melihat ke api biru yang membakar di langit, wajahnya tidak menunjukkan emosi apapun. Setelah cukup lama, dia memerintahkan anak buahnya, "Ikuti rencana semula, dalam dua jam, lumpuhkan seluruh Pasukan Hijau, Pasukan Kavaleri Pemberani, dan semua komando militer lainnya di dalam ibu kota."     

Xia Zhi dan Xirui menerima perintah dengan diam. Bian Cang maju dan berkata, "Nyonya, semuanya masih tenang di dalam istana. Gerbang timur dan utara sudah dikendalikan. Rencana Nona Chu sudah berhasil."     

"Ya, sekarang mari kita laksanakan rencana api." Nyonya Yu mengangguk.     

Dengan pantulan bulan yang hening di atas air yang tenang, perayaan terus berlanjut. Namun, beberapa menyadari kalau binatang buas itu semakin mendekat dan perlahan bergerak ke bagian Kekaisaran yang tidak dilindungi.     

Setelah dua jam, sekelompok pria berpakaian hitam bergegas ke gerbang barat. Penjaga di gerbang bersikap seakan tidak melihat mereka sama sekali, dan tak seorangpun membuat suara.     

"Zuo Qiu, bawakan pesan untuk Yang Mulia. Semuanya sudah beres, lanjutkan sesuai rencana."     

"Baik, Nona." Pengikut yang setia itu meninggalkan istana. Chu Qiao melepaskan baju perang yang berlumuran darah dan menampilkan jubah yang memesona di bawahnya. Dengan cepat, dia berjalan ke tandu yang disembunyikan di semak-semak. Para pelayan mengangkat tandu itu, dan tanpa sepatah katapun, mulai berjalan maju.     

[1] Isi perut     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.