Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 133



Bab 133

0Chu Qiao tertegun saat melihat pemandangan di depannya. Dia berbalik dan bertanya, "Bagaimana kamu melakukan ini?"     
0

Li Ce tertawa. Dia menarik tangan gadis itu dan berjongkok, lalu mencelupkan tangan mereka ke dalam air. Chu Qiao sedikit berteriak karena terkejut.     

Li Ce tersenyum bangga. "Aku pandai kan? Aku menyuruh orang untuk menguburkan akar teratai di bawah. Dengan air dari mata air panas, bunga-bunga ini mekar dalam satu malam."     

Chu Qiao menutupi mulutnya dan tertawa. "Sangat mengesankan. Dengan uang dan kekuasaan, kamu bisa melakukan apa pun yang kamu mau. Bahkan para dewa bunga harus menurut padamu."     

"Dengan uang, aku bisa melakukan apa pun yang aku mau? Itu sebuah ucapan yang baru," Li Ce menjawab sambil tertawa. "Kemari, ikuti aku."     

Mereka berdua berjalan di trotoar batu di sisi danau. Li Ce tampak sangat akrab dengan tempat ini. Dia mengandalkan cahaya pucat dari bulan untuk melangkah, membawa Chu Qiao ke atas perahu kecil. Dia berdiri di sisi depan perahu dan mengambil sebuah dayung. Perahu itu menjauh dari tepian, meluncur dengan anggun ke tengah danau yang bersih itu. Angin bertiup lembut, membawa aroma bunga teratai. Danau itu terlihat luas dan megah. Di bawah sinar bulan, tempat ini tampak seperti lukisan.     

Perahu kecil itu melintasi daun-daun teratai, membuat mereka terlempar ke samping. Chu Qiao mengulurkan tangannya, merasakan sentuhan beberapa bunga teratai putih dan tersenyum. Li Ce melepaskan dayungnya, duduk di depan dan menatap gadis itu sambil diam. Pantulan cahaya istana di kejauhan terlihat di atas permukaan air, membuatnya terlihat merah dan kuning, seperti pelangi setelah badai.     

Chu Qiao berbalik badan, tersenyum kepada Li Ce, dan berkata, "Terima kasih, Li Ce."     

"Terima kasih? Untuk apa?" Mata pria itu menyipit; matanya melihat ke atas dan membawa aura serius dan licik yang unik. Matanya yang setengah menyipit itu tampaknya menyembunyikan banyak hal di bawahnya.     

"Terima kasih karena sudah merawatku selama ini. Kalau bukan karena kamu, aku pasti sudah mati."     

Li Ce tersenyum dan menjawab, "Kalau begitu, kamu harus berterima kasih kepadaku dengan benar. Menyelamatkan nyawamu bukan hal kecil. Bagaimana kalau kamu tinggal di Tang dan menikah denganku sebagai tanda terima kasihmu?"     

Air mengalir dengan lancar, membuat suara samar saat dilalui oleh mereka, dan mengubur suara-suara itu di bawah bunga-bunga teratai. Chu Qiao mendongak dengan berseri-seri dan berkata, "Keindahan bunga teratai terletak pada kenyataan bahwa ia dikelilingi oleh lumpur, namun tidak ternodai. Aku sudah bersama denganmu begitu lama, tetapi aku masih bisa berpikir dan berbicara seperti orang normal. Aku rasa ini adalah semangat dari bunga teratai."     

Li Ce menaruh tangannya di jantung dan mendesah. "Qiao Qiao, kamu sungguh puitis. Aku menjadi semakin terpesona olehmu."     

Chu Qiao mendongak ke bulan. "Kamu terpesona oleh terlalu banyak hal. Keserakahan bukanlah hal yang baik."     

Li Ce berdiri, lengan bajunya berkibar bersama angin. Dengan nada santai, dia membalas, "Beberapa hal, tidak peduli betapa kamu menginginkan mereka, tidak bisa diperoleh. Aku harus berusaha lebih keras dan memandangi mereka lebih lama."     

Chu Qiao terkejut, tetapi ekspresinya tidak berubah. "Bunga teratai ini bisa mekar lagi setelah mereka gugur. Kamu berhasil membuat mereka mekar sekali lagi dalam waktu yang sangat singkat. Ini hal yang langka."     

Li Ce mengangguk dan mendesah. "Iya, mereka akan mekar lagi tahun depan."     

Perahu itu bergoyang dari samping ke samping, terus meluncur di atas air, mengikuti arus.     

"Yan Bei tempatnya dingin?" Li Ce tiba-tiba berkata. "Aku dengar di sana turun salju sepanjang tahun. Bunga-bunga sangat jarang terlihat."     

Chu Qiao melihat bayangan pria itu yang panjang dan menjawab dengan riang, "Setiap musim memiliki kelebihannya masing-masing. Dataran Yan Bei yang bersalju adalah pemandangan yang langka juga. Kalau suatu hari kamu bosan melihat pemandangan di Tang, kamu bisa pergi ke perbatasan di Pegunungan Hui Hui. Keindahan dari dataran tinggi Yan Bei akan melebihi harapanmu dan memikat hatimu."     

Li Ce terkesima, dan kehilangan konsentrasinya sejenak. Dia tertawa bahagia dan berkata, "Kamu memang paling mengerti aku. Kamu masih memikirkan aku di setiap waktu."     

Tiba-tiba, dengan bunyi dentuman kecil, perahu itu membentur tepian. Danau itu tidak besar; mereka sudah menyeberanginya dalam waktu yang begitu singkat.     

Mereka berdua turun dari perahu dan berjalan perlahan menuju Kediaman Mihe. Cahaya bulan menyinari tubuh mereka, tampak begitu murni, kesepian, dan suram. Bayangan mereka terpantul ke atas tanah, menempel bersama, terpisah, menyatu kembali, dan terpisah lagi untuk selamanya. Lagi pula, kedua bayangan ini memang tidak pernah ditakdirkan untuk bersama.     

Dalam sekejap, mereka telah mencapai pintu masuk Kediaman Mihe. Keduanya berdiri di sana, berbagi kecanggungan. Li Ce dengan malas bersandar di sebuah pohon delima, membuat kelopak bunganya jatuh dan tersebar di sekitarnya.     

Li Ce menguap dengan malas dan berkata, "Sudah sangat malam. Aku rasa aku tidak bisa bangun tepat waktu besok pagi."     

Chu Qiao mengangguk dan menjawab, "Kamu malas. Aku dengar dari Qiu Sui saat sesi pagi hari ini, kamu bahkan tidak memakai sepatu bot. Hal itu membuat Kaisar Tang sangat murka."     

"Apa gunanya membahas itu?" Li Ce mengibaskan tangannya dan berkata. "Aku tidak mau bangun begitu pagi. Apa mereka tidak bisa menggeser sesi pagi ke sore hari? Menyebalkan. Bagaimana kalau begini? Aku akan mengirimkan orang untuk mengawal kamu keluar dari istana besok. Kamu bisa pergi dan jaga dirimu sendiri setelah itu. Aku tidak akan ada di sana."     

Chu Qiao mengangguk dan menjawab, "Tidak perlu merepotkan kamu."     

Li Ce tertawa dan berkata, "Baiklah. Perjalanan ini sangat jauh, jaga dirimu baik-baik. Kalau …." Dia tiba-tiba kehilangan kata-kata. Li Ce menertawakan dirinya sendiri dan berbalik, bibirnya membentuk sebuah senyuman. "Kalau suatu hari, kamu merasa cuaca di Yan Bei tidak nyaman, kamu boleh mempertimbangkan kembali kemari untuk memulihkan diri. Walaupun tidak ada padang pasir atau padang rumput di sini, tempat yang hangat ini cocok untuk kamu tempati."     

Chu Qiao tersenyum pahit. "Dalam hidup ada pasang surut, bersama dengan perjumpaan dan perpisahan. Semua hal di dunia ini bergantung kepada takdir."     

Li Ce menggelengkan kepalanya dan berkata dengan ringan, "Aku berharap hari itu tidak akan pernah terjadi padamu. Jaga dirimu."     

Hati Chu Qiao tiba-tiba merasakan setitik kesedihan. Saat bayangan Li Ce memudar di kejauhan, Chu Qiao berbalik perlahan. Cahaya bulan menyinari jarak di antara mereka berdua yang terus bertambah, dan membungkus seluruh istana itu.     

Saat itu malam musim gugur yang dingin. Bayangan Li Ce menghilang di tengah deretan pohon delima yang rapat, menyisakan aroma tanaman wangi-wangian di trotoar. Bunga teratai telah berhenti bermekaran di depan Kediaman Mihe, membuat malam terlihat hitam pekat dan terpencil.     

Chu Qiao memakai jubah tipis. Dia berjalan kembali dengan perlahan. Angin menyibak rambutnya, membuatnya berkibar-kibar bagaikan kupu-kupu.     

Kediaman Mihe adalah tempat yang besar. Ada lebih dari 30 bangunan dengan tinggi yang berbeda-beda. Pemandangan di sini bagus. Bisa dibayangkan betapa megah tempat ini sebelum dikosongkan. Chu Qiao berjalan dengan tenang di sepanjang jalan setapak. Ranting yang berbunga di kedua sisi menjuntai ke bawah, menyentuh dahinya. Alas sepatunya tipis, membuatnya merasa dingin saat dia menginjak di jalan batu. Dia mencium aroma arak yang tipis saat angin berembus. Chu Qiao mendongak ke paviliun di tepi air di lantai kedua, dia melihat seorang pria berpakaian hijau berdiri di bawah pohon ara. Pria tersebut sedang menatap ke arah kamar Chu Qiao.     

"Siapa di sana?" suara nyaring gadis itu memecah keheningan malam, mengejutkan sebaris bangau di danau. Pria itu menoleh dan menatapnya dengan bingung. Chu Qiao melihat pria itu, dan terkejut. Dia tidak bisa berkata-kata untuk sejenak.     

Pria ini terlihat seperti Li Ce. Di dalam kegelapan, mereka hampir seperti orang yang sama. Namun, sedetik kemudian, Chu Qiao menghilangkan pikiran ini dari benaknya karena aura mereka berdua sangat berbeda.     

Pria itu menggunakan pohon ara sebagai sandaran, berdiri diam di malam itu. Cahaya bulan menyinari wajahnya yang tampan, menunjukkan wajah sedihnya yang seperti embun beku di atap saat musim gugur. Pria itu menatap Chu Qiao, tetap diam dan merengut perlahan.     

"Kamu siapa?" suara pria tersebut terdengar di bawah cahaya yang samar. Suaranya dingin dan tidak berperasaan.     

Chu Qiao merasa bahwa dia bukan orang sembarangan. Dengan sopan, Chu Qiao melangkah maju dan menjawab, "Saya tinggal di sini. Anda siapa?"     

Pria itu tertegun; matanya menunjukkan semburat ketidaktahuan. Dia mendesah, lalu bergumam pada dirinya sendiri, "Oh, sudah ada orang lain yang tinggal di sini."     

Cahaya bulan menerangi pakaian pria tersebut, membuatnya tampak putih jernih. Chu Qiao tahu bahwa seharusnya dia pamit dan pergi dari sana, untuk menghindari masalah. Tetapi, ada kata-kata yang tertahan di tenggorokannya, membuatnya memotong pikiran pria tersebut.     

Pria itu melangkah perlahan dari pohon ara ke jalan batu itu. Angin membawa daun ara ke udara, dan membuat debu ikut terangkat. Chu Qiao menyipitkan matanya dan menutupi matanya dengan tangan.     

"Tempat ini menghadap Kolam Tai Qing. Angin di sini selalu besar. Ingatlah untuk memakai topi kalau kamu di luar sini."     

Chu Qiao tertegun saat ia menatap pria itu. Namun, ia hanya melihat kedamaian dan ketenangan di dalam mata pria tersebut.     

"Terima kasih. Saya sudah di luar terlalu lama. Para pelayan pasti sedang mencari saya. Saya permisi dahulu. Di sini sangat berangin. Silakan pulang lebih cepat, Tuan."     

Chu Qiao tahu lebih baik tidak bertanya lebih lanjut mengenai identitas pria ini karena dia mungkin tidak akan memberitahunya. Chu Qiao pamit dengan sopan dan bersiap untuk pergi.     

Pria itu tampaknya tidak mendengar ucapan Chu Qiao, masih berdiri di tempat semula dan memandangi gadis itu. Suaranya terdengar buram, dia berkata, "Sang Pangeran pasti sangat menyukaimu?"     

Chu Qiao tahu kalau pria ini sama seperti orang lain yang salah mengira dirinya sebagai selir kesayangan Li Ce. Dia tidak mendebat lebih lanjut, membungkuk dengan diam, dan berkata, "Selamat tinggal."     

"Tetapi kamu belum menjawab pertanyaan saya."     

Chu Qiao sedikit mengernyit. Dia berbalik tetapi melihat kalau pria tersebut tidak bersikap kekanak-kanakan. Pria itu hanya bertekad menunggu sampai dia menjawab.     

"Sadarkah anda kalau saya memang selir kesayangan sang pangeran, tindakan anda saat ini sangatlah tidak pantas?"     

Pria itu membeku dan berkata, "Saya sudah lama tidak pulang. Saya tidak tahu kalau ada orang yang tinggal di sini. Maaf."     

Chu Qiao menjawab, "Tidak apa-apa, tadi anda tidak tahu. Sekarang setelah anda tahu, bukankah sebaiknya anda kembali?"     

Pria itu mengangguk dan tertawa. "Memang ada sedikit kemiripan."     

Chu Qiao merengut dan membalas, "Tuan, anda datang kemari di tengah malam dan mengucapkan semua kata-kata yang samar ini, namun anda tidak mau mengungkapkan identitas anda. Kalau bukan karena anda sangat berbudaya dan sopan, saya akan menganggap anda penyelinap dan menangkap anda. Anda masih berkeliaran di sini di malam selarut ini, apakah anda tidak takut masalah?"     

Pria itu membeku cukup lama sebelum akhirnya menjawab, "Maaf. Saya terbawa suasana saat mengenang seorang kerabat yang sudah meninggal."     

"Tidak apa-apa untuk terbawa suasana, tetapi ingatlah untuk sadar pada waktunya. Bagaimanapun, di sini adalah istana kekaisaran. Kekaisaran Tang sangat menekankan sopan santun. Lebih baik berhati-hati."     

Pria itu tersenyum dan mengangguk. Lalu dengan sedikit melambai, dia berjalan menjauh dari Kediaman Mihe. Sebelum dia berjalan dua langkah, dia berbalik dan menunjuk ke atap, lalu berkata, "Ada sebaris lonceng di sana yang sudah tertutup debu. Nona, bila anda sempat, anda bisa menyuruh pelayan untuk membersihkannya. Suaranya sangat menyejukkan.     

"Terima kasih sudah mengingatkan."     

Pria itu tersenyum. Dengan tatapan hangat, dia mengangguk dan berkata, "Aku adalah Raja Luo."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.