Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 165



Bab 165

0Chu Qiao berdiri diam cukup lama sampai suara prajurit itu menghilang. Salju turun perlahan, menempel di wajah pria itu, namun tidak meleleh, melainkan perlahan mulai menumpuk. Angin menarik-narik lengan baju Chu Qiao seolah-olah mengingatkannya akan impian lamanya. Langit begitu kosong dan luas. Walaupun dunia ini begitu besar, mereka sepertinya telah ditelantarkan olehnya. Begitu banyak pikiran yang melintas di benak Chu Qiao. Dia memikirkan tentang impian mereka sejak kecil, tekad mereka untuk mewujudkannya, masa-masa penuh semangat, penantian dan harapan. Dia memikirkan sel penjara yang dingin dan gelap tempat mereka dikurung bertahun-tahun lalu di mana pemuda itu menggenggam tangannya dan menghangatkannya. Yan Xun telah menceritakan padanya banyak hal mengenai Yan Bei dengan tatapan yang cerah di matanya. Pria itu menggambarkan dengan indah salju, rumput, dan kuda-kuda di sana, beserta Dataran Huo Lei dan Pegunungan Hui Hui. Pria itu juga berkata kalau warga sipil di sana rajin dan baik hati, dan tidak ada pertikaian. Hanya ada kedamaian dan ketenangan, seperti sebuah utopia.     
0

Yan Bei, Yan Bei …. Chu Qiao mendongak perlahan, air mata mengalir turun di wajahnya. Dia berdiri tegak, tubuhnya seperti sebuah lembing. Kepingan salju mendarat di bahunya. Tidak ada orang yang akan melindungimu lagi. Biar aku yang melakukannya. Kita akan menunggu kepulangan mereka.     

Tidak ada orang yang menyangka Kota Bei Shuo akan tumbang secepat itu. Hanya dalam lima hari, di bawah serangan bertubi-tubi oleh Zhao Qi, Kota Bei Shuo sudah dikalahkan sepenuhnya. Kalau bukan karena peralatan yang ditinggalkan oleh Chu Qiao untuk pertahanan, Yan Bei pasti sudah diduduki oleh Xia.     

Pada saat ini, Cao Meng Tong berdiri di atas tembok kota melihat ke para prajurit Xia yang mendekat. Dia bisa merasakan tanah di bawah kakinya bergetar. Ada satu hal yang dia tidak bisa mengerti: ke mana pasukannya yang berjumlah lebih dari satu juta orang itu? Mengapa dia kalah dengan begitu telak, walaupun dia sudah berusaha dengan begitu berani? Namun, dia sudah tidak memiliki waktu untuk memikirkan hal ini lagi. Lu Zhi berlari ke sampingnya dan berteriak, "Jenderal, sudah waktunya untuk lari! Pasukan Xia akan segera tiba!"     

"Lari?" Cao Meng Tong berbalik dan bertanya sambil terbengong. "Lari?"     

"Betul!" Lu Zhi berseru. "Xia An sudah kabur bersama pasukan Bei Shuo. Saya dengar Kota Chi Du belum kalah. Wanita itu, Chu Qiao, sedang mempertahankan kota itu bersama para prajuritnya. Kita bisa lari ke Kota Lan melalui sana. Jenderal, cepatlah. Sudah tidak ada waktu lagi!"     

"Lari?" Cao Meng Tong masih perlahan dalam menjawab. Hanya dalam beberapa hari saja, rambutnya sudah menjadi putih. Bergumam pada dirinya sendiri, dia berkata, "Tidak mungkin. Aku tidak bisa lari."     

"Jenderal! Si pengecut tua itu, Xia An, sudah kabur. Dia adalah jenderal yang bertanggung jawab menjaga Bei Shuo. Dia saja sudah kabur. Untuk apa lagi kita tinggal di sini?"     

Cao Meng Tong mendesah dengan sedih. Dia menatap Lu Zhi dengan sepasang matanya yang sudah tua, dan menjawab, "Dia bisa kabur, tetapi saya tidak bisa. Lu Zhi, saya adalah komandan yang bertanggung jawab melawan pasukan Xia secara keseluruhan. Kalau saya kabur, Kota Bei Shuo sudah tamat."     

"Bei Shuo tetap akan runtuh bahkan jika anda tidak kabur! Jenderal, jangan keras kepala lagi!"     

Cao Meng Tong menggeleng kepalanya. "Tidak bisa. Lu Zhi, kalau kamu mau kabur, pergilah."     

Lu Zhi tertegun. "Jenderal, apakah anda benar-benar tidak akan pergi?"     

Cao Meng Tong menjawab dengan yakin, "Tidak."     

"Kalau begitu saya juga!" pria yang kasar itu menjawab. "Ini hanya kematian saja. Jenderal, anda telah membimbing dan merawat saya seperti ayah kandung saya. Kalau saya akan mati, saya akan mati bersama anda!"     

Cao Meng Tong tersentuh dan mulai berlinang air mata. Dia menepuk bahu Lu Zhi dan berkata, "Kita hanya bisa melihat kebaikan di orang lain pada saat dalam bahaya. Lu Zhi, tidak sia-sia saya membesarkanmu."     

"Jenderal, tolong beri saya 20.000 prajurit. Saya akan keluar dari kota dan melawan musuh sampai mati!"     

"Baiklah!" Cao Meng Tong berkata. "Saya akan memberikan pasukan pribadiku kepadamu. Mereka adalah prajurit yang paling setia kepada Yan Bei, dan juga prajurit-prajurit yang paling elite di dalam Pasukan Kedua, jangan kecewakan saya!"     

"Saya tidak akan mengecewakan anda, Jenderal!"     

Satu jam setelah itu, gerbang utara Kota Bei Shuo terbuka. Lu Zhi, bersama dengan pasukan pribadi Cao Meng Tong, menyikat seluruh barang berharga di dalam kota dan kabur. Cao Meng Tong berdiri di tembok kota dan melihat ajudan kepercayaannya meninggalkan dirinya. Dia muntah darah, lalu roboh ke tanah.     

Pasukan Xia melancarkan serangan lagi, membuat kekacauan di dalam kota. Semua warga sipil berlarian ke sana kemari dengan panik. Gerbang utara sudah disegel oleh para petugas dari Departemen Hukum Militer di bawah perintah Cao Meng Tong, untuk mencegah orang lain melarikan diri.     

Kekacauan, bersama dengan aroma darah dan teriakan-teriakan penuh nafsu membunuh, memenuhi seluruh kota. Pasukan Xia sudah mendekat sampai sisa 200 langkah dari kota. Mereka sudah mengeluarkan tangga mereka dan bersiap memanjat gerbang kota. Saat matahari terbenam, seluruh pemandangan menjadi merah menyala. Ini adalah serangan terakhir di hari itu. Pasukan musuh mengeluarkan aba-aba untuk menyerbu. Mereka berniat untuk menaklukkan Kota Bei Shuo hari itu juga!     

"Menyerahlah! Yang menyerah akan dibiarkan hidup!" Pasukan Xia mengirimkan sekitar 300 prajurit dengan suara keras untuk mendekati gerbang kota dan berteriak. Beberapa warga sipil di dalam Kota Bei Shuo sudah mau membuka gerbang dan menyerah, tetapi mereka dibunuh dengan cepat oleh para petugas. Jeritan kesakitan terdengar. Aroma darah dari prajurit Xia mulai tercium.     

"Jenderal! Jenderal! Peleton ketiga membutuhkan bala bantuan!" seorang prajurit yang bersimbah darah merangkak di tanah ke arahnya dan berseru.     

Cao Meng Tong melihat prajurit itu dan menggeleng perlahan. Jenderal tua itu menghunuskan pedangnya dan berjalan dua langkah ke depan dengan aura membunuh di sekitarnya. Sudah berapa tahun sejak terakhir kali dia terjun langsung ke medan perang? Selama bertahun-tahun ini, dia sudah diejek dan dikenal sebagai seorang jenderal yang juga desertir[1]. Sekalinya dia bersikap berani dalam hidupnya, berujung kepada kesalahan yang begitu besar. Sejak awal, kalau saja dia mendengarkan gadis itu, Chu Qiao …. Di saat ini, pikiran seperti ini melintas di benaknya. Dia menggeleng lagi, lalu menertawakan dirinya sendiri. Apa gunanya, memikirkan tentang ini sekarang? Dia tersenyum getir dan menjawab, "Saya adalah satu-satunya bala bantuan yang tersisa."     

"Jenderal!" prajurit itu terkejut, air mata mengalir turun di wajahnya. "Anda sudah berumur lebih dari 60 tahun. Ketidakmampuan saya yang membuat anda terpaksa bertarung di medan perang lagi."     

Jenderal tua itu melambaikan tangannya dan berkata dengan perlahan, "Mari bertarung bersama sampai mati!"     

"Baik!"     

Tiba-tiba, suara yang keras terdengar dari luar kota. Pasukan Xia menyalakan tanda bahaya mereka. Para prajurit Xia membeku saat mendengar suara itu, dan menoleh ke belakang dengan panik.     

Cao Meng Tong dan prajurit dari peleton ketiga itu juga terkejut. Mereka mendongak dan melihat ke kaki langit di kejauhan, dan menemukan sebuah bayangan hitam yang panjang sedang mendekat. Setelah itu, bayangan hitam itu perlahan menjadi semakin besar. Akhirnya, sebuah pasukan berpakaian hitam muncul dari kaki langit, mendekati kota dengan kecepatan yang mengerikan. Bendera berwarna merah dan putih berkibar di atas kepala mereka, seperti bola api yang membara di tengah udara!     

"Bala bantuan sudah tiba!" para prajurit bersorak sambil menangis bahagia, sorakan mereka menenggelamkan semua suara lainnya.     

"Itu pasukan kita! Bala bantuan kita sudah datang!"     

"Garnisun Utusan Barat Daya! Itu Jenderal Chu!"     

"Jenderal Chu sudah datang! Kita terselamatkan!"     

Pada saat itu, para prajurit berpakaian hitam berteriak dengan lantang. "Demi kemerdekaan!"     

Mereka berbaris dengan rapi, menyerbu maju dengan cepat dan suara bergemuruh mengikuti mereka dari belakang. Pasukan itu semakin lama menjadi semakin besar, memperlihatkan 20 hingga 30 ribu pasukan elite. Mereka mengayunkan pedang mereka di udara, dan menggunakan kaki mereka untuk mengendalikan kuda. Pada saat matahari terbenam, para prajurit itu mulai mengamuk kepada pasukan Xia dengan menakutkan, mereka menunggang kuda mereka dan menyerang musuh dari belakang!     

"Garnisun Utusan Barat Daya! Itu para pengkhianat!" Dibandingkan dengan sorakan dari dalam Kota Bei Shuo, pasukan Xia justru menjadi kalang kabut. Walaupun jumlah mereka lebih banyak, mereka tidak sempat mengubah formasi, karena diserang secara mendadak dari belakang. Ditambah lagi, Pasukan Barat Daya Zhao Qi tidak sehebat Pasukan Barat Laut milik Zhao Yang. Dan juga, Garnisun Utusan Barat Daya sangat terkenal. Tidak lama kemudian, pasukan yang berada di belakang barisan sudah dikalahkan.     

"Hidup Jenderal Chu!" para prajurit yang berdiri di atas tembok kota Bei Shuo bersorak, saling memeluk satu sama lain dengan bahagia.     

"Jenderal!" He Xiao bergegas ke depan dan berteriak, "Jumlah mereka lebih banyak. Sebaiknya kita tidak menghadapi mereka secara langsung!"     

Chu Qiao menggeleng dengan dingin dan menjawab dengan suara rendah, "Pasukan kita memiliki insting bertahan hidup yang kuat. Kita juga sudah memenangkan banyak pertarungan dengan menakjubkan dan itu membuat pasukan kita semakin bersemangat. Pasukan Xia saat ini belum bisa memastikan siapa kita. Kalau kita tidak memanfaatkan kesempatan ini sekarang, kita tidak akan mendapatkan kesempatan seperti ini lagi di masa depan!"     

Pasukan itu menyerbu dengan kecepatan tinggi. Sebelum perintah dari tenda pusat pasukan Xia bisa mencapai ke belakang, pasukan sejumlah 100.000 orang di belakang sudah dikalahkan dalam gelombang serangan pertama. Chu Qiao memerintahkan pasukannya untuk mengabaikan prajurit lawan yang kabur dan terus memacu langsung ke arah tenda pusat!     

Mimpi buruk pasukan Xia telah dimulai. Musuh mereka hanya pasukan yang beranggotakan beberapa puluh ribu orang saja, namun mereka semua adalah pasukan elite dan berpengalaman dalam pertempuran. Reaksi mereka sangat cepat dan lincah, membuat kekacauan di dalam medan perang.     

"Kalian semua, pertahankan barisan! Serang!" He Xiao berdiri di depan, diikuti oleh pembawa bendera yang mengibarkan benderanya di udara. Chu Qiao berada di tengah pasukan, menunggang maju di atas kudanya. Para pejuang itu, sudah tidak memedulikan nyawa mereka lagi, melampiaskan kekesalan mereka setelah ditindas begitu lama, menelan pasukan Xia dengan mudah.     

"Serang! Rapikan semua barisan!" Zhao Qi menunggang kudanya, berteriak dengan lantang. Dia ingin menenangkan pasukannya. Dia mengabaikan saran dari para ajudannya dan bergegas ke tepian medan perang. Namun, di saat ini, sebuah panah melesat ke arah tubuhnya. Salah satu ajudannya bergegas maju dan menghalangi panah itu dengan tubuhnya dan panah itu menembus dadanya. Zhao Qi terjatuh dari kudanya dengan panik, terhindar dari bahaya tersebut.     

Pasukan itu masih terus bergerak maju dengan cepat. Chu Qiao mengenali wajah Zhao Qi. Dengan tatapan tajam di matanya, dia melompat turun dari kudanya dan menginjak punggung pria tersebut. Hanya dengan satu tebasan, sebelum Zhao Qi sempat berteriak, kepalanya telah dipenggal oleh Chu Qiao!     

"Zhao Qi sudah mati! Cepat menyerah!"     

Bum! Seperti guntur yang menggelegar dari bawah tanah, pasukan Xia yang berjumlah 400.000 orang itu mundur. Chu Qiao berdiri di atas kudanya, mengangkat kepala Zhao Qi di udara. Tatapan di matanya sangat tegas sementara postur tubuhnya tegap.     

Pasukan Xia tenggelam dalam kekacauan. Cao Meng Tong, yang sedang berdiri di atas tembok kota, segera bereaksi dan memberi perintah, "Buka gerbang kota! Buka gerbang kota! Bunuh mereka semua!"     

Gerbang Kota Bei Shuo akhirnya terbuka. Para prajuritnya, yang semula tidak berniat untuk bertempur, bergegas keluar dari gerbang, memastikan kekalahan pasukan Xia!     

Pada hari ke-27 di bulan kesepuluh, Chu Qiao meninggalkan Kota Chi Du dan membakarnya. Api itu menghentikan Zhao Yang dan pasukannya; pria itu hanya bisa menonton saat Chu Qiao kabur bersama pasukannya yang berjumlah kurang dari 10.000 orang. Dalam perjalanan mereka menuju Bei Shuo, mereka bertemu dengan Lu Zhi dan pasukannya yang berjumlah 20.000 orang, yang sedang kabur ke arah Chi Du. Saat mereka mengetahui kalau Lu Zhi sudah mengkhianati Bei Shuo, pasukan pribadi Jenderal Cao Meng Tong langsung berubah sikap, mereka membunuhnya dan bersumpah setia kepada Chu Qiao dan Garnisun Utusan Barat Daya. Setelah itu, di bawah perintah Chu Qiao, mereka bergerak ke belakang barisan musuh dan melakukan serangan mendadak, membuat pasukan Xia kalah telak di Dataran Huo Lei, di depan gerbang Kota Bei Shuo.     

Dalam pertempuran ini, sekitar 70.000 musuh terbantai. Sebagian besar dari mereka tewas diinjak-injak oleh kuda perang saat mereka melarikan diri. Sekitar 30.000 pasukan musuh ditangkap sebagai tawanan perang, sementara komandan dari Garnisun Utusan Barat Daya, Chu Qiao, berhasil membunuh panglima utama dari pasukan musuh, Zhao Qi. Pria tersebut adalah pangeran ketiga dari Xia, dan merupakan calon penerus tahta yang paling kompeten. Kejadian demi kejadian ini menjadi pukulan besar bagi pasukan Xia.     

[1] Orang yang lari dari dinas ketentaraan atau membelot kepada musuh     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.