Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 175



Bab 175

0"Tuan Putri, jaga diri anda. Serahkan semuanya kepada saya." Setelah selesai berbicara, pria itu berbalik dan pergi; bayangannya tampak kesepian dan pucat di bawah cahaya bulan.     
0

Ketika Nalan Hong Ye kembali ke dalam istana, dia mendengar suara keras tangisan bayi. Pengasuh sedang menggendong Qing Er dan berusaha menenangkan bayi itu, tetapi bayi itu terus menangis, dan wajahnya mulai memerah. Dalam rentang waktu dua hari, anak itu sudah kehilangan kedua orang tuanya. Ditambah lagi, ibunya dibunuh oleh bibinya sendiri. Apakah anak ini akan tumbuh besar dan membenci bibinya kalau dia tahu semua yang sudah terjadi?     

Nalan Hong Ye duduk di bawah jendela panjang, berpikir pada dirinya sendiri. Cahaya bulan saat itu terang, seperti piring dari giok. Bulan bersinar ke lantai, meneranginya.     

Bibi Yun membawa Qing Er mendekat, sambil tertawa, dan berkata dengan hati-hati, "Tuan Putri, Yang Mulia sedang tersenyum."     

Nalan Hong Ye menggendong anak itu. Bayi itu menatap Nalan Hong Ye dengan matanya yang hitam dan tersenyum riang. Seketika itu juga, rasa frustrasi di dalam hati gadis itu menghilang. Gadis itu memandangi sepasang mata bayi itu yang akrab, dan teringat adiknya sendiri. Ketika adiknya masih hidup, gadis itu merasakan kebencian terhadapnya karena nasib mereka. Adiknya seorang pria, tetapi terbelakang secara mental. Adiknya tersebut tidak bisa menghadapi kesulitan dan menangani masalah negara, dan memengaruhi kerja keras Kekaisaran Song selama ratusan tahun. Sedangkan dirinya sendiri, gadis ini berbakat tetapi dia seorang perempuan. Dia sudah membanting tulang selama bertahun-tahun, tetapi justru dicap sebagai orang yang haus kekuasaan. Tetapi, setelah adiknya meninggal baru dia menyadari kalau mereka adalah satu, ditakdirkan untuk menderita melalui susah dan senang bersama-sama. Hanya ketika adiknya masih ada, baru dia bisa menstabilkan Kekaisaran Song dan melindungi garis keturunan keluarga Nalan. Untungnya, dia masih memiliki Qing Er.     

Gadis itu menunduk ke anak kecil yang dibungkus di dalam bedung, dan merasakan air mata di matanya. Untungnya, anak ini masih hidup. Mereka berdua adalah dua anggota keluarga Nalan yang tersisa.     

"Tuan Putri, lihatlah Yang Mulia. Dia begitu menggemaskan!" Bibi Yun membelai pipi sang kaisar cilik sambil tertawa. Qing Er terlihat bahagia, membalas dengan melambaikan tangannya yang kecil, putih dan gemuk sambil tertawa. Bayi itu melihat ke Nalan Hong Ye dengan matanya yang hitam pekat, tampak seperti mengerti pikiran gadis itu.     

Prang! Nalan Hong Ye dan Bibi Yun terkejut dan berbalik, melihat seorang pelayan istana telah memecahkan sebuah teko teh.     

Bibi Yun mengamuk, "Makhluk tidak berguna! Kamu sudah mengagetkan Yang Mulia dan Tuan Putri! Hati-hati dengan nyawamu!"     

Nalan Hong Ye sedikit merengut dan menepuk-nepuk bedungan Qing Er, takut anak itu terkejut. Namun, wajah bayi itu tidak berubah. Dia masih tertawa, seolah-olah dia tidak terkejut.     

Bibi Yun tersenyum dan berkata, "Tuan Putri, lihatlah betapa berani Yang Mulia. Ketika dia tumbuh besar, dia akan menjadi kaisar baik yang pandai dan berani."     

Nalan Hong Ye sedikit tersenyum. Namun, seketika itu juga, dia membeku dan wajahnya menjadi pucat.     

Bibi Yun bingung. "Tuan Putri, ada apa?"     

Tangan dan kaki Nalan Hong Ye menjadi dingin saat dia berusaha menenangkan dirinya sendiri. Dia menyerahkan anak itu kepada Bibi Yun dengan cepat lalu berdiri di samping, menepuk tangannya dengan keras.     

Prok! Suara keras bergema di samping telinga anak itu, tetapi tampaknya dia tidak mendengar apa pun. Anak itu mengulurkan tangannya yang kecil dan gemuk lalu meraih kancing baju Bibi Yun.     

Nalan Hong Ye semakin putus asa. Dia bertepuk tangan beberapa kali lagi, matanya mulai memerah. Saat dia bertepuk tangan, dia berseru, "Qing Er! Qing Er! Lihat kemari! Bibi ada di sini!"     

Namun, anak itu tidak menoleh. Bayi itu menguap dan bersandar kepada Bibi Yun, mulai tertidur lagi.     

"Qing Er, jangan tidur! Qing Er, bibi ada di sini!"     

"Tuan Putri!" Air mata mengalir turun di wajah Bibi Yun. Dia berlutut di lantai, memohon, "Jangan memanggil lagi. Jangan memanggil lagi."     

Nalan Hong Ye menjadi gusar. Dia meraih bahu Bibi Yun dan berteriak, "Apa yang terjadi? Ada apa ini?"     

Bibi Yun menangis. Dia menjawab, "Saat anak ini dibawa kemari, saya menyadari ini. Saya memanggil tabib dari istana sang ratu dan baru mendapat jawaban darinya setelah memukulinya. Sang ratu sejak awal sudah tahu mengenai ini, tetapi merahasiakannya. Dia takut jika dia mengungkapkannya, anak ini tidak akan bisa menjadi Putra Mahkota. Selama bertahun-tahun, mereka berusaha mengobati anak ini, tetapi tidak berhasil. Ini adalah penyakit keturunan."     

Saat itu juga, Nalan Hong Ye merasa seluruh dunia berputar. Qing Er tuli. Qing Er tuli! Berita ini menghancurkan dirinya. Kesedihan yang menumpuk lama di dalam hatinya meluap seperti banjir bandang. Dia merasakan sensasi manis di tenggorokannya saat dia memuntahkan darah ke seluruh pakaiannya!     

"Tuan Putri! Tuan Putri!" Bibi Yun terkejut. Dia meletakkan sang kaisar dan bergegas menopang sang tuan putri.     

Karena tiba-tiba diletakkan di lantai, Qing Er membuka matanya dan melihat ke sekeliling dengan curiga. Setelah itu, dia mulai menangis kencang. Para pelayan berbondong-bondong masuk ke dalam ruangan, membuat ruangan itu menjadi kacau. Bibi Yun berteriak, "Panggil tabib! Panggil tabib!"     

Nalan Hong Ye tertegun. Dia mengulang-ulang kalimat yang sama di dalam pikirannya: Yang kamu tabur adalah apa yang kamu tuai.     

Betul, dia telah membunuh Cui Wan Ru, tetapi ratu itu telah meninggalkan bencana besar untuknya. Kalau saja dia tahu, dia akan mengabaikan keberatan dari Hong Yu dan kenyataan bahwa keadaan adiknya tersebut mungkin akan terungkap. Dia akan mengatur agar adiknya itu menambah selir, agar mereka bisa melahirkan lebih banyak keturunan. Namun, semua itu sudah terlambat.     

Air mata mulai mengalir tidak terkendali di wajahnya. Dengan lantang, dia menangis dan berseru, "Ayah, Ayah, saya pantas untuk mati!"     

Nalan Hong Ye bangun beberapa kali dengan orang-orang mengelilinginya, tetapi matanya tetap tertutup. Selama lima tahun, ini pertama kalinya gadis itu begitu keras kepala. Dia berharap bisa terus tidur saja, tidak memedulikan hal di sekitarnya. Sekelilingnya menjadi sunyi, tetapi sebuah bayangan berdiri di depannya, tetap berada di sana untuk waktu yang lama.     

Ketika gadis itu membuka mata, cahaya bulan bersinar melalui jendela yang dihiasi oleh bunga, dan menerangi meja belajar. Suara doa dari kuil mengalun ke telinganya bersama dengan angin dingin, melewati tembok istana yang tinggi. Ini dengan tegas mengingatkan waktu dan keadaannya saat ini.     

"Saya sudah menyembunyikan kenyataan kalau sang kaisar tuli. Selain orang-orang di istana ini, orang lain tidak akan tahu," Xuan Mo berdiri di depan kasur dan berbisik lembut. Suaranya menenangkan, seperti angin yang melalui seruling. Cahaya lilin menyinari wajahnya, yang dihiasi lekukan dan sudut yang tajam.     

"Sebelum sang kaisar cukup umur dan mengambil alih urusan negara, kita masih memiliki lebih dari sepuluh tahun untuk membuat rencana. Walaupun dia tuli, begitu dia menikah di usia 15 tahun dan memiliki anak, masih ada harapan untuk Song. Tuan Putri anda adalah pilar bagi Song. Kalau anda tumbang, sang kaisar tidak akan selamat. Begitu keluarga kekaisaran layu, orang luar akan menggunakan kesempatan untuk meraih kekuasaan, memecah belah kekaisaran. Perang akan timbul; warga sipil tidak akan bisa menikmati kehidupan yang baik lagi. Semua jerih payah para leluhur akan menjadi sia-sia. Tuan Putri, anda sangat cerdas dan pandai. Saya yakin anda tidak akan duduk berpangku tangan dan melihat Kekaisaran Song tumbang."     

Nalan Hong Ye mendongak ke arah pria yang tumbuh bersamanya itu. Sebuah perasaan sedih muncul dari dalam hatinya lagi. Betul, dirinya sudah memikirkan apa yang dikatakan pria itu tadi. Namun, ini akan menjadi perjalanan yang sulit!     

"Terima kasih, Xuan Mo." Gadis itu sudah lama tidak memanggil nama pria tersebut. Xuan Mo terkejut dan tampak tersentuh. Tetapi, pria itu menjawab dengan hormat, "Ini memang tugas saya."     

Nalan Hong Ye duduk dan terbatuk dua kali, wajahnya pucat. Dia tersenyum ringan dan berkata, "Kamu sudah menjadi semakin dewasa. Kamu sudah memiliki pembawaan seperti ayahmu."     

Raja An Ling adalah ayah Xuan Mo. Dulu dia bertugas sebagai seorang jenderal di bawah keluarga Nalan. Dalam perang di perbatasan selatan, dia sudah menyelamatkan nyawa Nalan Lie. Karena itu, dia dimasukkan ke dalam keluarga kekaisaran, menerima marga Nalan.     

Xuan Mo membungkuk dan menjawab, "Terima kasih atas pujian anda, Tuan Putri."     

"Saya dengar Yu Shu sudah hamil. Benarkah?"     

Wajah Xuan Mo terkejut. Dia sedikit merengut. Setelah beberapa saat, dia menjawab dengan suara rendah, "Betul."     

Nalan tertawa. "Yu Shu berbudi baik dan sangat cerdas. Kamu harus memperlakukannya dengan baik."     

Xuan Mo menjawab dengan datar, "Ini karena kebaikan hati Tuan Putri."     

Istana itu kosong; doa dari kuil semakin keras bersama dengan suara tangisan para pejabat. Mereka berdua saling berpandangan, tidak tahu harus berkata apa. Xuan Mo mengeluarkan sebuah surat dari kantongnya yang masih dalam keadaan bagus. Tanpa membukanya, pria itu menyerahkannya kepada Nalan Hong Ye dan berkata, "Ada surat dari Yan Bei."     

Mata Nalan Hong Ye langsung berbinar-binar. Dengan buru-buru, dia mengambil surat itu. Xuan Mo mulai merengut, tatapan di matanya menjadi tegas. Dia mundur setengah langkah dan berkata, "Saya permisi dahulu."     

"Mmm," Nalan Hong Ye menjawab. Walaupun gadis itu sedang tersenyum, nada suara terdengar acuh tak acuh.     

Cahayanya pucat. Hanya bayangan tipis yang terlihat.     

Ketika Bibi Yun masuk ke dalam ruangan, Nalan Hong Ye tersentak kembali menjadi dirinya yang biasa. Setelah para tabib memeriksanya, gadis itu meminum obatnya dan para pelayan istana undur diri. Gadis itu duduk di depan mejanya dan mengelus-elus surat itu. Kesedihan di matanya mulai muncul lagi; dia tidak berani membuka surat itu untuk membacanya. Ada keheningan di seluruh ruangan. Ruangan itu diterangi oleh cahaya lilin yang berkedip-kedip dan dijernihkan dengan dupa wangi.     

Surat itu berisi: Saudara Xuan Mo, perang di Yan Bei telah selesai. Saya baik-baik saja, tolong jangan khawatir. Berkat kamu, masalah mengenai ransum telah terselesaikan, dan pasukan Xia berhasil dihalau. Namun, belum ada pemenang jelas dari perang ini. Saya tidak punya keyakinan penuh untuk menang. Saya sarankan kamu jangan terlalu berpihak kepada Yan Bei, karena saya khawatir orang-orang bisa menggunakan hal ini untuk menyerang kamu di istana. Politik adalah hal yang berbahaya. Berhati-hatilah. Kalau kamu menjadi terlibat karena saya, saya tidak akan bisa memaafkan diri saya bahkan sampai mati.     

Pernikahanmu bertepatan dengan hari pasukan Xia mundur. Kalau kamu bisa datang ke Yan Bei, saya akan memberikan sambutan yang hangat. Kita sudah tidak bertemu selama sepuluh tahun. Saya merindukan kamu.     

Air mata mengalir turun di wajah gadis itu lagi, ke atas kertas putih tersebut. Mereka menunjukkan kesedihan yang dia rasakan di dalam. Gadis ini sudah menahan begitu dalam. Dia sudah menekan perasaannya dan terus menekannya begitu lama. Hanya ada rasa lelah dan kesepian yang sudah menumpuk di dalam hatinya. Masalah negara ini, masalah pribadinya …. Saat ini, ditambah dengan kalimat yang dituliskan pria itu: Pernikahanmu bertepatan dengan hari pasukan Xia mundur …. Pandangan gadis itu menjadi kabur. Badai sedang mengamuk di luar, sama seperti perasaannya: suram. Gadis itu menyiapkan tinta dan kuas dan mulai menulis dengan perasaan getir di dalam hatinya: "Saya sudah merencanakan seluruh hidup saya, tetapi tidak mendapatkan yang saya inginkan ….     

Saat dia menuliskan kata-kata terakhir, tulisan tangannya sudah mulai berantakan. Tiba-tiba gadis itu merosot ke atas mejanya dengan air mata di matanya. Begitu saja, dia tertidur.     

Ketika Bibi Yun masuk, wanita itu hampir menangis. Tuan putri sudah mengurus negara selama bertahun-tahun, tetapi ini pertama kalinya wanita itu melihat gadis ini begitu memilukan. Bibi Yun membantu gadis itu ke kasur untuk beristirahat dan berjalan kembali ke meja. Saat melihat kalau surat itu sudah selesai, dan ditujukan kepada raja Yan Bei, Bibi Yun merasa tidak senang. Dia tidak membaca isi surat itu, memasukkannya kedalam amplop dan menyegelnya dengan lilin. Dia menyerahkan surat itu kepada pelayan istana dan memerintahkan, "Antarkan surat ini ke kediaman Xuan, dan beri tahu dia untuk mengirim surat ini seperti biasa."     

"Saya mengerti."     

Di dalam hujan dan kegelapan, seekor elang hitam terbang dari kediaman Xuan menuju ke barat laut dengan kecepatan penuh.     

Ketika Yan Xun menerima surat Nalan Hong Ye satu hari sebelum dia berangkat, Feng Zhi berdiri di sampingnya. Yan Xun merengut cukup lama saat dia menatap surat itu, lalu dia tertawa dengan kencang dan berkata, "Orang ini begitu sembrono. Tidak tahu dia menyalin kata-kata keluhan wanita mana, tetapi justru dia kirimkan kepada aku."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.