Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 103



Bab 103

0Tuan muda berjubah emas itu mengangkat tirai dan duduk di kasur besar itu. Sambil bersandar, dia melihat ke gadis yang masih bersujud di lantai. Dengan tenang, dia bertanya, "Masih tidak kemari?"     
0

Gadis itu menurut, dan berjalan ke arah pria itu, kepalanya menunduk dan tetap bersujud. Dia mengulurkan tangannya yang putih dan meletakkan sebelah kaki pria itu di dudukan kecil, membantunya melepas sepatu dengan lembut.     

Tiba-tiba, dengan suara berdentum, tuan muda itu menendang bahu gadis itu. Walaupun dia tidak menggunakan banyak tenaga, dia tetap menendang jauh tangan gadis itu. Gadis itu terkejut dan gemetaran. Dia bersujud di tanah, tidak berani mendongak.     

Tuan itu duduk di atas kasur dan menatap gadis itu, sambil mengerutkan alis. Wajahnya serius dan sepertinya agak marah, agak kecewa, dan lebih terlihat lagi, agak lega. Tidak perlu melihat lagi. Pria itu mengangkat kepalanya dan memandangi atap.     

Dia terlalu khawatir. Kalau memang benar itu Chu Qiao, bagaimana mungkin dia tertangkap dengan begitu mudah? Walaupun dia tertangkap saat sedang terluka, dia pasti sudah melarikan diri setelah itu. Bagaimana mungkin dia akan melayani orang lain dengan begitu hormat?     

Sedangkan pembunuh wanita tadi, suaranya di saat terakhir, dan gerakannya yang lincah …. Di saat ini, dia delapan puluh persen yakin identitas orang itu!     

Mengingat ini, dia merasa frustrasi. Apakah hujan membuatnya menjadi bodoh? Walau demikian, dia tidak memerintahkan bawahannya yang cakap dan pengawal kediaman ini untuk menangkap pembunuh itu. Untuk sesaat, dia tidak bisa mengerti niatnya sendiri. Apakah dia takut mengundang lebih banyak masalah? Apakah karena dia masih dua puluh persen tidak yakin? Ataukah dia tidak ingin gadis itu ditangkap oleh orang lain?     

Pria ini tidak mau memikirkannya lagi. Dia berdiri dan melangkah lebar menuju kolam di balik layar pembatas, melepaskan pakaiannya dan melempar jubahnya ke lantai. Dia memakai jubah putih di dalam, rambutnya tergerai di punggungnya. Wajahnya putih, bibirnya merah, dan dia tampil yang menawan, memancarkan aura yang tampan.     

Dia cuma seorang wanita saja!     

Pria itu berpikir pada dirinya sendiri, aku hanya ingin mendapatkan kembali apa yang menjadi milikku.     

Di bawah cahaya yang berkedip, tuan itu melepaskan jubah dalamannya, memperlihatkan bahunya yang atletis. Dia berjalan menuju ruangan lain di balik layar itu dan membuka pintu. Uap menyeruak keluar dari ruangan itu, membuat suasana terasa semakin intim.     

Kepala Chu Qiao menunduk, tidak berani menatap mata pria itu. Betul, gadis dalam gaun merah itu adalah Chu Qiao. Pengawal dari kediaman baru saja berkumpul di luar ruangan. Chu Qiao sadar sepenuhnya kalau dia tidak akan bisa kabur dari ruangan ini hidup-hidup bahkan jika dia memiliki senapan mesin ringan AK607.     

Didorong oleh keputusasaan, dia hanya bisa menyamar menjadi wanita yang sebelumnya di dalam ruangan ini dengan memakai pakaian wanita itu. Taruhan dia sukses, dia berhasil menipu Walikota Tian. Ditambah lagi, pria yang mahir bertarung di hadapannya ini tampaknya tidak tertarik pada dirinya.     

Chu Qiao tersenyum, merasa bangga pada dirinya. Dia berharap pria itu, yang sudah berulang kali menggagalkan rencananya, tidak mengejar nafsu. Dia berharap dirinya akan diusir dari ruangan ini oleh pria itu setelah dimarahi, supaya dirinya bisa keluar dari sini dengan aman.     

"Kamu, kemari." Tragedi melanda. Baru saja Chu Qiao tertawa sendiri, sebuah suara rendah terdengar dari ruangan sebelah itu. "Bantu gosok punggung saya."     

Wajah Chu Qiao menjadi bingung. Dengan cemberut, dia mempertimbangkan apakah perlu menyelinap ke dalam ruangan itu dan menghabisi pria itu dengan satu tusukan cepat. Namun, yang diucapkan pria itu setelahnya membuat dia kembali tenang.     

"Kamu boleh pergi setelah itu."     

Semakin sedikit masalah, semakin baik. Chu Qiao berdiri dengan riang dan berjalan ke dalam ruangan itu dengan kerendahan hati dan sopan santun seorang budak.     

Saat dia membuka pintu menuju ruangan uap itu, embusan udara hangat menyambutnya. Uap putih ada di mana-mana, membuatnya kesulitan untuk tetap membuka mata, dan untuk bernapas. Chu Qiao merengut. Saat dia bersiap untuk memasuki ruangan, pria itu berkata dengan suara rendah, "Lepaskan sepatumu."     

Chu Qiao merasa hangat dari bawah kakinya. Sepatunya telah basah kuyup. Dia terburu-buru menarik kakinya dan melepaskan sepatunya, lalu memasuki ruangan itu bertelanjang kaki.     

Ruangan uap itu sangat besar—lebih besar dari kamar tidur di luar. Dari luar, tidak ada yang akan membayangkan kalau ruangan sebesar ini tersembunyi di balik layar. Di tengah ruangan uap itu, ada sebuah mata air panas yang sebesar kolam renang. Ketiga tembok di sekeliling mata air itu dihiasi empat patung wanita cantik, yang dipahat dari giok putih. Mereka setengah telanjang dan berpose menggoda. Air panas mengalir keluar dari belakang kedua belas patung itu ke dalam kolam, mengikuti aliran air ke semua sudut ruangan, dan akhirnya keluar dari ruangan uap itu melalui saluran pembuangan.     

Chu Qiao menebak kalau air ini dihangatkan sendiri, akan sulit untuk mempertahankan proses ini. Ditambah lagi, suhu airnya sangat tinggi. Dengan kemajuan teknologi di masa itu, airnya akan dingin bahkan sebelum memasuki ruangan. Dari mana semua uap ini berasal? Tampaknya, kediaman ini dibangun di atas mata air panas bawah tanah. Apakah itu mata air panas alami atau buatan, tidak diketahui.     

Beberapa lilin ditempatkan di keempat sudut ruangan uap itu, menambahkan suasana intim. Ukiran bisa terlihat di tembok-tembok ruangan uap. Saat diperhatikan, Chu Qiao menyadari kalau ukiran itu adalah wanita telanjang yang menggoda. Bagian intim mereka ditutupi dengan berbagai pose mereka.     

Wajah Chu Qiao memerah, mungkin karena suhu di dalam ruangan itu yang tinggi atau karena alasan lainnya. Dia menunduk, tidak berani melihat lagi. Ada sebuah panggung tinggi di sisi atas kolam itu. Di bawah panggung, api membara dengan terang, menghangatkan panggung itu. Sebuah alas dari kulit beruang diletakkan di atas panggung itu. Ada buah-buahan, arak, dan daging yang diletakkan di samping alas itu. Chu Qiao melirik sebentar dan langsung mengerti untuk apa itu. Dengan api di bawahnya, alas itu tidak akan basah walaupun ruangan itu lembap. Dengan begitu, akan memudahkan bagi para pria untuk melakukan hubungan intim dengan para budak wanita setelah mereka mandi.     

"Kamu sudah mati?" sebuah suara rendah memanggil Chu Qiao.     

Chu Qiao memutar bola matanya dengan kesal. Menggosok punggungmu? Aku gosok sampai kulitmu mengelupas! Setelah itu, dia melangkah ke dalam ruangan itu. Saat dia mencapai kolam, uap menjadi semakin tebal. Pandangannya tertutup sampai-sampai dia tidak bisa melihat jarinya sendiri.     

Chu Qiao beringsut maju, mencari jalan dengan kakinya. Ada uap di mana-mana, membuatnya kehilangan arah. Dia tidak yakin kalah dia sudah mencapai pinggir kolam. Dengan suara percikan, dia kehilangan keseimbangan, tergelincir dan jatuh ke dalam kolam. Dia sebenarnya bisa menghindari jatuh itu dengan kemampuannya, namun melihat lawan yang sangat ahli berada di dalam kolam, dia harus jatuh ke dalam kolam agar tidak ketahuan.     

Di saat itu, sebuah lengan yang panjang meraih pinggang Chu Qiao. Dengan sedikit tenaga dan dua kali mendorong, dia membuat Chu Qiao berlutut di sisi kolam.     

"Aku hanya menyuruhmu untuk menggosok punggungku. Jangan banyak tingkah." Suara rendah itu menggema di dalam ruangan uap yang berkabut. Suara itu bernada malas dan meremehkan. Tampaknya, dia mengira kalau tindakan Chu Qiao hanya dibuat-buat untuk menggodanya.     

Chu Qiao menarik napas dalam-dalam, menekan rasa marah di dalam dirinya. dia berlutut di sisi kolam, melihat sekeliling, namun tidak menemukan handuk untuk menggosok punggung pria itu. Keringat mengalir turun di dahinya, membuatnya mengernyit.     

Dengan suara air, Chu Qiao merasa kalau pria itu berbalik badan menghadapnya walaupun dia tidak bisa melihat pria itu. Di dalam kabut, dia bisa merasakan tatapan tajam dan tidak sabar dari pria itu.     

Chu Qiao sempat berbicara padanya di akhir pertarungan mereka tadi. Untuk menutupi identitasnya, Chu Qiao mengubah suaranya. Dengan nada yang lembut dan tajam, dia berkata, "Tuan, bolehkah saya memijat anda terlebih dahulu?"     

Pria di depannya tetap diam dan berbalik badan, menunjukkan dia setuju.     

Chu Qiao menggulung lengan bajunya dan mengulurkan lengannya yang putih untuk memijat pria itu. Sebagai agen yang unggul, dia perlu menyamar dengan berbagai identitas di dalam beragam lingkungan dengan sempurna. Terutama untuk seorang agen wanita, di mana terkadang mereka harus berkorban secara seksual, untuk menyelesaikan misi mereka. Sedangkan untuk keahliannya memijat, dia telah dilatih secara profesional ketika dia masih di masa modern. Keahlian itu tetap ada, meskipun dia tidak menggunakannya selama bertahun-tahun. Dengan cepat, teknik pijatnya yang profesional membuat pria itu puas. Chu Qiao tahu kalau pria ini sudah mulai tenang karena otot-ototnya sudah mulai mengendur.     

Walaupun Chu Qiao tidak bisa melihat wajah pria itu, dia harus mengakui kalau tubuh pria itu bagus. Bukan sekadar bagus, tetapi sangat bagus. Pria itu berotot, namun bukan seperti para ahli bela diri. Lekuk tubuhnya sangat tegas, tidak terlalu besar atau terlalu kecil. Ini menunjukkan kalau dia terpelajar namun maskulin.     

Chu Qiao menyendok air hangat dari samping dan membilas punggung pria itu. Air mengalir turun di otot punggung pria itu dan kembali ke dalam kolam. Jari-jari Chu Qiao memijat punggung pria itu dengan bertenaga. Dia bisa dengan tepat mengenali titik akupunktur, menunjukkan keahliannya. Pria itu perlahan menarik napas dalam dan menyandarkan kepalanya ke belakang, hampir bersandar di paha Chu Qiao dan tertidur.     

Chu Qiao merengut, merasa tak berdaya. Sebenarnya, dia menyadari kalau pria ini sangat mahir bertarung. Bahkan jika Chu Qiao bertarung mati-matian, tidak ada jaminan kalau dia bisa meloloskan diri. Bahkan jika dia berhasil membunuh pria ini, akan sulit untuk kabur dari ruangan ini dengan semua penjaga di luar sana. Menahan amarahnya lagi, Chu Qiao menekan bahu pria itu dan perlahan memijatnya. Setelah sejenak, Chu Qiao sudah basah oleh keringat. Dia merasa lebih lelah daripada bertarung satu ronde.     

Tes! Setetes keringat menetes dari dahinya ke hidung pria itu. Tuan muda itu tidak membuka matanya, dan berkata dengan datar, "Lepaskan pakaianmu."     

"Ah?" Chu Qiao terkejut, namun segera tersadar. Menenangkan dirinya, dia menjawab cepat-cepat, "Tuan, apa yang ingin anda lakukan?"     

"Kamu pasti penasaran apa yang mau kulakukan padamu," kata tuan itu sambil tertawa, suaranya bernada mengejek. "Sayangnya aku tidak tertarik dengan hal itu saat ini. Aku tidak pernah melihat orang yang tetap berpakaian di dalam ruangan uap. Aku hanya berbaik hati mengingatkanmu, daripada kamu mati kepanasan."     

"Terima kasih atas kebaikan anda, Tuan. Saya tidak panas."     

Walaupun pria itu tahu dia sedang berbohong, mengingat apa yang dikatakan Walikota Tian, pria itu tidak ambil pusing. Dia tetap diam. Bagaimanapun, gadis ini masih perawan. Walaupun dia mungkin banyak akal, tetapi dia tetap masih malu-malu.     

Wajah Chu Qiao sangat bermusuhan. Uapnya sangat tebal, maka dia tidak perlu berpura-pura lagi. Pria itu sangat menyebalkan. Mengingat bagaimana pria ini merabanya pada saat di atap serambi, Chu Qiao tersenyum dingin. Sambil mengangkat alisnya, dia memikirkan sebuah rencana. Jarinya dimainkan di sisi luar bahu pria itu, mengarah ke bawah. Dengan niat menggodanya, Chu Qiao menyapukan jarinya dengan lembut di bahu, leher dan dada pria itu, membuat lingkaran-lingkaran.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.