Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 69



Bab 69

0"Pegangan yang erat!" Pria itu berteriak. Dengan sebuah cambukan, kuda itu melesat maju.     
0

Terdengar suara dari kuda-kuda yang sedang berpacu. Chu Qiao didekap erat di dada pria itu. Sebuah angin yang dingin dan tajam bertiup melintas. Walaupun sedang badai besar di sekeliling, hanya beberapa tetes hujan yang membasahi Chu Qiao. Ia berbalik badan dan menatap ke balik bahu pria itu, yang terlihat hanyalah tirai awan yang menyelimuti langit dengan erat, seakan hari sudah malam. Suara kuda-kuda yang berpacu di dalam hutan lebat itu menggemuruh, dan tidak jelas ada berapa banyak musuh di sana. Tidak mungkin membedakan kawan dan lawan, atau untuk memisahkan pengawal kekaisaran dengan orang-orang yang menyerang mereka. Dari arah dia melarikan diri, burung-burung mulai terbang memutar di atas. Suara logam beradu terus berlanjut. Pepohonan pun berguncang keras seperti akan tercabut sampai akarnya.     

"Itu Tuan!"     

Tiba-tiba, suara gemerisik terdengar dari depan. Pria-pria berpakaian hitam berpapasan dengan mereka, dan saat pandangan mereka bertemu, mata mereka dipenuhi rasa hormat dan mereka mengangguk dengan takzim. Mereka mencabut senjata masing-masing, sebagian dengan pisau yang mengancam, sebagian dengan pedang yang mematikan. Tanpa keraguan, mereka menyerbu ke arah orang-orang haus darah yang sedang mengejar Chu Qiao.     

"Tuan! Tepat di depan!"     

"Tuan! Musuh 80 langkah di barat!"     

"Tuan! Bala bantuan dari selatan!"     

"Tuan! Bala bantuan dari barat laut!"     

"Tuan! Bala bantuan dari timur!"     

Dalam keadaan hiruk pikuk, bala bantuan datang untuk membantu satu demi satu. Sama sekali tidak terpengaruh oleh semua ini, pria itu memegang tali kekang dengan satu tangan dan memeluk gadis itu dengan tangan yang lain. Perlahan, mereka sudah meninggalkan kekacauan itu jauh di belakang mereka. Pepohonan yang padat digantikan dataran dengan rumput tinggi. Tangan Chu Qiao berlumuran darah segar. Dengan gelisah, dia menengadah dan bertanya, "Kamu terluka?"     

Yan Xun juga sedang memakai pakaian serba hitam, wajahnya ditutupi kain. Dia melihat ke bawah dan bertanya, "Di mana Li Ce?"     

Chu Qiao menjawab jujur, "Dia melarikan diri."     

Dalam kegelapan, alis Yan Xun meninggi. Dengan mata yang menyeramkan, dia menatap ke arah hutan yang masih diterangi cahaya obor. Akhirnya, dia berbalik dan melambaikan tangannya. Dia memerintahkan, "Mari kembali ke kota."     

"Tunggu!" Chu Qiao buru-buru menambahkan, "Zhuge Yue sudah kembali dan dia masih di dalam sana."     

Yan Xun, dengan tampang yang agak terkejut, menjawab, "Kamu mau aku kembali ke sana dan memanfaatkan kesempatan ini untuk membunuhnya?" Terkejut, niat awal Chu Qiao menghilang bagai kabut. Yan Xun melanjutkan, "Kita belum bisa menunjukkan diri kita saat ini. Kita tidak punya banyak waktu, terpaksa harus melepaskan dia kali ini."     

Di atas kuda yang memacu, Chu Qiao meringkuk di dada Yan Xun. Menatap dari balik bahunya yang bidang, berlapis-lapis pohon tampak jelas. Langit ditutupi kegelapan, begitu gelap, seakan terbuat dari tinta.     

Musim semi di dataran tinggi Hong Chuan selalu terlambat mulai. Saat ini, bunga-bunga di Kekaisaran Tang dan Kekaisaran Song sudah mekar penuh tetapi tanah di Kekaisaran Xia masih tetap gersang di cuaca yang begitu dingin, dengan angin dingin dari barat laut yang sesekali membawa aroma bunga yang khas. Menurut Yan Xun, itu adalah aroma bunga Huo Yun.     

Tampaknya segala hal yang melibatkan Pangeran Tang itu akan berubah menjadi rumit dan membingungkan. Baik itu ketika ia dihajar oleh Chu Qiao ataupun usaha pembunuhan ini, semua kejadian ditutupi oleh seseorang. Jika Chu Qiao tidak menderita luka parah sampai ia memerlukan dua minggu penuh untuk memulihkan diri, dia juga akan ragu dan berpikir seluruh kejadian itu hanya mimpi buruk sesaat.     

Walaupun ada Chu Qiao sebagai saksi utama, seluruh kejadian ini masih dipenuhi misteri. Walaupun dipikirkan selama beberapa hari, tidak ada hasilnya. Yan Xun tidak memiliki pilihan selain mengerahkan seluruh kekuatan yang dimiliki Da Tong di ibu kota. Bahkan setelah itu pun, mereka masih memerlukan waktu sepuluh hari untuk mendapatkan kesimpulan yang kira-kira masuk akal. Tetapi kesimpulan ini membuat Chu Qiao merasa terperanjat. Dia tidak mau percaya bahwa itu benar.     

"Karena kita tidak dapat menemukan akar permasalahannya, kita harus melihat dari hasil akhirnya. Yakni, walaupun sudah dilakukan berbagai usaha dan menggerakkan lebih dari tiga ribu prajurit untuk memburu para pembunuh, Kekaisaran Xia masih dianggap gagal dalam melindungi Pangeran Li Ce. Karena ini, mereka harus mengalah dalam urusan penerapan pajak di bea cukai Tang Hu. Di dalam Kekaisaran Tang sendiri, kejadian ini memicu serangkaian pemeriksaan, yang melibatkan lebih dari selusin bangsawan dari keluarga-keluarga yang memiliki kewenangan militer. Akibatnya, dari antara para bangsawan ini, kemungkinan besar tiga orang tuan tanah dicabut kekuasaan atas pasukan mereka. Yang paling mencurigakan di antara semuanya adalah, walaupun disergap oleh pasukan yang berjumlah lebih dari sepuluh kali lipat jumlah mereka sendiri, semua anak buah Li Ce hanya terluka namun tidak ada korban jiwa sama sekali. Dengan hasil seperti ini, walaupun kita bisa bilang Li Ce sangat beruntung, saya harus menyimpulkan kalau keberuntungannya terlalu besar dan sulit dipercaya. Kesimpulannya, setelah kita menghapus semua pilihan yang tidak mungkin, pilihan yang tersisa, walaupun sangat kecil kemungkinannya, adalah kebenaran."     

Sambil berbaring menyamping, Yan Xun bersandar di bantal empuk di dalam kereta kuda, tangannya memegang dahinya.     

Dengan muka masam, Chu Qiao mengingat-ingat kejadian di hari itu, namun dia tidak bisa menemukan satupun kesalahan dalam kesimpulan tersebut. Kalau benar apa yang dikatakan Yan Xun, bahwa semua ini perbuatan Li Ce, maka sangat berbahaya untuk terlibat dengan orang itu.     

Yan Xun bukan satu-satunya orang yang tertarik dengan kejadian ini. Begitu dokter pergi, istana memanggil Chu Qiao. Yan Xun menemaninya sepanjang jalan sampai gerbang Chang Ping, di mana Chu Qiao diminta melanjutkan sendiri. Chu Qiao turun dari kereta dan mengikuti pelayan yang menunggu di sana untuk membawanya ke aula depan.     

Mungkin masih terlalu pagi. Istana Sheng Jin masih dalam keadaan tenang. Burung-burung putih melayang dengan anggun di langit yang biru, sementara angin dingin menyapu pakaian semua orang, membuat lengan baju mereka berkibar seperti kupu-kupu.     

"Kasim Bai!" Seorang kasim muda berlari dari Istana Xiang Zhang dan berseru kepada kasim tua yang sedang menunjukkan jalan, "Kasim Bai! Nyonya Qin dari kediaman Shu Yi telah meninggal!"     

"Apa?" Kasim Bai terperangah dan menjatuhkan tongkat ekor kuda[1] miliknya. Dengan terbata-bata, dia bertanya, "Apa yang terjadi?"     

"Kediaman Shu Yi mengabarkan bahwa dia mendadak sakit setelah memakan kue kurma merah yang disiapkan oleh dapur barat. Pengadilan Urusan Internal telah tiba."     

"Kenapa bisa seperti itu?" Kasim itu mengerutkan alisnya. Dia berbalik badan dan baru mau berbicara saat Chu Qiao memotongnya, "Kasim, silakan lanjutkan dengan urusan penting anda, saya sudah tahu jalan menuju aula depan."     

"Ah, terima kasih," kasim yang lebih tua itu menjawab dengan bersyukur, sebelum berbalik ke kasim yang lebih muda. "Tunjukkan jalannya, cepat!"     

Chu Qiao sudah tinggal di dalam istana selama bertahun-tahun dan cukup kenal dengan para selir dan kasim. Lebih tepatnya, Kaisar Xia bukan orang yang penuh hawa nafsu, dan akibatnya, para wanita di dalam istana jarang terlibat dengan sang Kaisar. Samar-samar dia masih ingat kalau Nyonya Qin tidak terlalu menyolok dan selama ini adalah salah satu orang yang paling diam dan damai di dalam istana. Dia sering pergi ke ruang Shang Yi untuk meminjam buku. Bahkan orang yang senetral itupun tidak bisa lari dari politik dan berakhir tewas.     

Chu Qiao tidak mau memikirkannya terlalu lama. Melintasi Istana Xiang Zhang, dia memasuki Danau Ba Qu Ming. Pohon-pohon willow di sepanjang kedua tepi danau sudah mulai tumbuh. Beberapa bahkan sudah berbunga, membentuk sepetak hijau cerah. Angin semilir membuat riak di atas air yang berwarna hijau pucat. Berdiri di jembatan di atas danau, dengan angin menyegarkan meniup wajahnya dan pakaiannya berkibar di dalam angin, pantas saja Chu Qiao merasa hatinya dipulihkan. Berjalan melintasi Paviliun Rong Hua, gerbang menuju aula depan sudah dekat. Dia mengambil jalan samping, yang lebih tenang dan sepi. Dia berjalan di bawah deretan atap bata merah dengan lapisan emas dan hiasan gunung di kejauhan. Air danau yang biru ditemani pohon-pohon willow yang berbunga di sepanjang tepiannya. Pakaiannya yang putih dan rambutnya yang hitam pekat sungguh serasi dengan sekelilingnya, menciptakan pemandangan yang anggun.     

Tetapi ketenangan ini pecah saat jeritan kesakitan mendadak terdengar di udara, membuat langkah Chu Qiao terhenti. Dia mendongak, dan melihat elang yang seputih salju jatuh dari langit dan menghantam tanah dengan suara keras. Sebuah panah tajam menembus dadanya, menodai bulunya yang indah dengan darah merah tua. Sejumlah langkah kaki terdengar. Sambil merengut, Chu Qiao meraih pintu terdekat di lorong dan menghindar ke dalamnya. Tetapi, begitu pintu tertutup, dia disergap oleh seseorang yang bertenaga sangat kuat, tapaknya bisa menggerakkan angin.     

Lawannya sangat kuat. Tanpa disadari, Chu Qiao sudah dikekang olehnya. Dengan reaksi cepat yang mengagumkan dan tanpa mengenali si penyerang, Chu Qiao berbalik dan mengunci tapak lawannya. Dengan memuntir pergelangannya yang lain, dia mencengkeram leher penyerangnya. Namun, tepat pada saat dia mengenai sasarannya, sebuah tangan yang kurus dan dingin, mengunci lehernya dengan erat.     

Bergerak secepat kilat, mereka berdua bertanding dengan imbang.     

Semua pintu dan jendela tertutup, tanpa seberkas cahaya pun. Di dalam ruangan itu, mereka tidak bisa melihat jelas wajah satu sama lain. Keduanya diselimuti kegelapan dan hanya pandangan tajam mereka yang berkilau, bagai dua ekor binatang buas yang tidak sengaja bertabrakan satu sama lain.     

Walaupun mereka sama-sama saling mengekang pergerakan satu sama lain, tetapi mereka tidak bertindak lebih dari itu. Hampir bersamaan, mereka berdua melepaskan jari masing-masing. Melihat gerakan lawannya, mereka terus membuka jari masing-masing, satu per satu. Akhirnya, mereka berdiri bebas, saling berhadapan, namun itu tidak menghilangkan ketegangan di udara.     

Sementara itu, sebuah suara lembut terdengar dari halaman, "Kakak Yun, mengapa anda melakukan ini?" Memakai pakaian berwarna biru dengan hiasan phoenix, dan memakai hiasan kepala berwarna ungu dan ukiran emas, wanita itu berjalan maju dikelilingi oleh para pelayannya. Dengan lengan baju yang panjang berbulu dan tubuh yang ramping, wajahnya bagai dewi Yunani.     

"Sebagai saudari, aku tidak tahan melihatmu melakukan kesalahan sebesar ini." Setelah para pelayannya membawakan kursi dari kayu Phoebe Zhenan, Nyonya Shu mengibaskan lengan bajunya dan perlahan duduk. Dengan senyum tipis, dia mengambil surat yang diambil dari elang putih tadi. Mengeluarkannya dan memeriksanya dengan seksama, dia berseru, "Wanita istana berkomunikasi dengan orang luar adalah pelanggaran besar. Kakak, setelah memegang kendali di istana selama enam tahun, bagaimana mungkin anda tidak tahu? Mengapa anda melakukan kesalahan seperti ini?"     

Sebagai seseorang yang pernah menjadi wanita paling menonjol di istana, Muhe Nayun memakai gaun Cina berwarna ungu tua dengan hiasan keemasan. Berdiri tegak, dengan dua orang pelayan di belakangnya, dia masih secantik saat masa emasnya. Namun kini, dia terlihat agak kurus dan pucat. Tanpa menoleh ke Nyonya Shu sama sekali, dia memerintahkan kedua pengikutnya, "Ayo pergi."     

"Tunggu!"     

Seakan dia tidak mendengarnya, Muhe Nayun terus berjalan.     

Beberapa orang pelayan mengikuti dan menghalanginya. Dengan suara mendalam, mereka memperingatkan, "Yang Mulia, tolong berhenti. Nyonya ingin mengatakan sesuatu."     

Dengan suara keras, Muhe Nayun menampar wajah pelayan itu. Permaisuri Xia itu mengangkat alisnya dan membentak, "Ketahui posisimu! Berani sekali kamu menghadang jalanku?!"     

Pelayan itu, terkejut, dan langsung bersujud. Bagaimanapun, sebagai Permaisuri selama lebih dari sepuluh tahun, dengan reputasi dan pencapaiannya, dia masih bisa menanamkan rasa takut di dalam para pelayan ini.     

Tatapan Nyonya Shu terpaku dan dia menjawab dengan acuh tak acuh, "Pengaruh Kakak masih tetap begitu besar, seperti di masa lalu. Ini sesuatu yang pantas dirayakan."     

Ekspresi Muhe Nayun tidak ramah dan dia berkata dengan dingin, "Kita tidak pernah terlalu akrab dan jarang berhubungan. Aku tidak pernah takut kepadamu, dan bahkan sekarang pun aku tidak menganggap kamu. Bangkit dan jatuhnya wanita di dalam istana adalah hal yang sangat biasa, dan karena kita bukanlah kawan ataupun lawan, kamu tidak perlu terus memanggilku Kakak."     

Nyonya Shu tersenyum singkat dan menjawab, "Kepribadian Kakak Yun sangat galak dan kata-katanya sangat terang-terangan. Saya semakin terpesona olehmu."     

"Terima kasih, tetapi tidak terima kasih. Aku masih ada urusan lain, jadi aku permisi dahulu dan tidak bisa menemanimu menikmati bunga." Setelah berkata demikian, Muhe Nayun berbalik badan dan pergi.     

"Tunggu!" Wajah Nyonya Shu menjadi murung. Perlahan ia berdiri, lalu mengangkat surat di tangannya dan bertanya dengan dingin, "Kakak, apakah anda tidak berencana untuk memberi penjelasan tentang ini?"     

[1] alat dari kayu dengan ujung berbulu panjang, biasa terbuat dari ekor kuda     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.