Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 99



Bab 99

0Kabar itu tidak bohong. Pembunuh gelap dari Serikat Da Tong, yang bersembunyi di wilayah Xia, dikirimkan untuk memenggal para gubernur dari provinsi-provinsi yang ikut terlibat dalam pengejaran itu. Dalam waktu kurang dari dua hari, ibu kota menerima daftar berisi lebih dari 30 orang pejabat senior yang sudah tewas.     
0

Pada saat itu, para pengintai dan pemburu bayaran yang dikirim dari berbagai tempat, mundur kembali ke dalam wilayah mereka masing-masing, terintimidasi oleh kekuatan pasukan dari Yan Bei. Walaupun Yan Xun tidak punya kemampuan untuk memulai perang dengan seluruh Kekaisaran Xia, namun dia jelas sanggup melenyapkan pasukan satu provinsi, satu wilayah, atau sekadar satu kota, apalagi kalau hanya seorang pemburu bayaran. Mereka takut kalau ibu kota akan meninggalkan mereka di saat genting, sama seperti yang terjadi pada Yan Xun. Dan juga, siapa yang bisa menjamin kalau peramal buta di samping pintu, ibu-ibu yang berjualan kue di pinggir jalan, pelayan baru di dalam kediaman, atau selir baru itu bukan pembunuh gelap yang dikirim Serikat Da Tong, untuk mencabut nyawa mereka?     

Semakin sedikit masalah, semakin baik. Walaupun penting untuk membantu kekaisaran, namun nyawa mereka lebih penting lagi.     

Chu Qiao tentu tidak menyadari perubahan drastis dengan situasi di luar sana saat kapal mulai berlayar. Dia berbaring diam di dalam kabin untuk memulihkan diri, mengkhawatirkan bagaimana persekutuan melalui pernikahan Kekaisaran Tang dan Kekaisaran Xia akan mempengaruhi Yan Bei secara politik. Dia berharap bisa segera memasuki Tang Jing, lalu menuju selatan sepanjang jalur air untuk kembali ke Yan Bei dan mendiskusikan hal ini dengan Yan Xun.     

Dia tidak tahu badai apa yang menunggunya nanti. Ibu kota yang ramai dan makmur itu bagaikan sebuah jaring ikan raksasa, menampung kekuasaan dari seluruh dunia di dalamnya. Angin kencang bersama aroma kosmetik dari Tang mendekat dari selatan, membawa bersamanya perasaan yang seakan-akan menghipnotis.     

Dua hari kemudian, Zhuge Yue mengumpulkan pasukannya dan meninggalkan Kota Xian Yang, memasuki wilayah Tang melalui Jalur Bai Zhi. Di saat yang bersamaan, sebuah pasukan meninggalkan Yan Bei dan bergegas ke sisi tenggara Benua Meng Barat. Drama antara Yan Bei dan Ibu Kota Zhen Huang yang telah runtuh akan segera berlanjut di ibu kota Kekaisaran Tang.     

Saat malam tiba, cahaya menerangi kapal itu dan pemandangan di kejauhan. Gunung-gunung di kedua tepi sungai sangat megah. Sesekali, ada elang yang berputar di angkasa, merentangkan sayap besar mereka dan memekik keras.     

Di dalam kabin yang gelap dan sempit, napas gadis muda itu bisa terdengar dalam keheningan. Hanya ada lorong sempit di tengah kabin. Liang Shao Qing berguling dan berputar, tidak bisa tidur. Tiba-tiba tangannya membentur tembok kabin dengan keras.     

"Apa kamu begitu gelisah sampai tidak bisa tidur?" Suara gadis muda itu terdengar di telinga si pelajar. Liang Shao Qing menggosok-gosok tangannya yang memar dan menjelaskan, "Terlalu panas sampai saya tidak bisa tidur."     

Chu Qiao tertawa pelan, memilih untuk tidak membahas kecerobohannya. Dia bersandar di tepian kasur dan berkata, "Aku juga tidak bisa tidur. Kutu buku, buka tirainya. Di sini sangat pengap."     

Liang Shao Qing duduk dan membuka tirainya. Cahaya bulan yang keperakan menyinari wajah gadis muda itu, menampilkan wajahnya yang pucat. Chu Qiao menoleh dan melihat ke luar. Matanya hitam; alisnya panjang, seperti sayap kupu-kupu. Liang Shao Qing memandanginya, terpesona untuk sesaat.     

"Kutu buku, apa yang kamu lihat?"     

Chu Qiao cemberut dan menegurnya. Liang Shao Qing tersipu dan tergagap cukup lama sebelum akhirnya menjawab, "Saya sedang berpikir, berpikir tentang dari mana asalmu."     

Chu Qiao mengangkat alisnya dan menatap pria itu dari sudut matanya. "Kita baru saling kenal tidak lama, tetapi kamu menanyakan kisah hidupku. Apakah kita sedekat itu?"     

Liang Shao Qing tertegun. Dia menjawab, "Bagaimanapun, kita telah melalui situasi hidup dan mati bersama. Apa salahnya bertanya mengenai kampung halamanmu?"     

"Baiklah." Chu Qiao berbalik dan berbaring di atas kasur, menutup matanya dan tertawa pelan. "Ceritakan mengenai dirimu dulu."     

"Saya berasal dari Shangyu, yang terletak di Provinsi Zhao Yang, bagian dari Kekaisaran Xia."     

"Shangyu di Provinsi Zhao Yang?" Chu Qiao mengernyit dan menambahkan, "Margamu Liang. Apa hubunganmu dengan Liang Zhong Tang?"     

Liang Shao Qing menjawab dengan riang, "Beliau ayah saya. Apakah anda pernah mendengar tentangnya?"     

Chu Qiao membelalak dan berbalik badan lalu mengamati Liang Shao Qing. Sambil mengerutkan alisnya, dia berkata, "Apakah dia benar-benar ayahmu?"     

"Betul." Liang Shao Qing senang karena menemukan topik yang sama. "Ada masalah apa? Apakah kami tidak mirip?"     

Chu Qiao menggeleng dan menjawab, "Tidak."     

Liang Shao Qing menggaruk kepalanya dan tertawa. "Hehe, ibuku juga berkata demikian."     

"Ayahmu sangat berhati-hati dan cerdik. Dia memiliki koneksi di seluruh Shangyu. Itu hanya kota kecil, namun merupakan pusat makanan dan perdagangan di wilayah tenggara. Keluarga Liang di Shangyu juga merupakan keluarga bangsawan. Dengan otak dan kecerdasannya, mengapa dia bisa memiliki putra sepertimu?"     

"Semua orang berbeda. Ayah saya dan saya tertarik pada hal yang berbeda. Apa salahnya dengan itu?" setelah berkata demikian, Liang Shao Qing menatap Chu Qiao dengan curiga. "Bagaimana anda bisa tahu begitu banyak mengenai ayah saya? Dari mana asalmu? Mengapa para petugas itu mengincar nyawamu?"     

Chu Qiao menjawab dengan wajah biasa, "Itu hanya sesuatu yang pernah aku dengar dalam perjalanan dan aku mengingatnya. Walaupun kita tidak terlalu saling mengenal, kamu tahu sifatku. Aku menyinggung pejabat pemerintah dan terpaksa harus menutupi identitasku. Aku akan merepotkanmu untuk membantuku menutupi hal ini selama kita berada di atas kapal.     

Liang Shao Qing terperangah karena kata-kata Chu Qiao yang sopan. Menepuk dadanya, dia meyakinkan, "Jangan khawatir, saya berjanji saya tidak akan mengatakan apapun."     

Angin tengah malam perlahan menyapu kapal itu, membuat tirai berkibar di udara. Kapal itu mengapung perlahan di permukaan sungai, bergoyang lembut dari sisi ke sisi. Chu Qiao bersandar di sisi kasur, matanya setengah terpejam. Dia menatap keluar kabin, suasana hatinya terlihat jelas lebih santai dibandingkan beberapa hari terakhir. Dia sudah lama tidak merasakan kedamaian dan ketenangan seperti ini, sejak meninggalkan Kota Zhen Huang dan penjara raksasa itu. Dia merasa hidupnya menjadi lebih cerah sejak dia memulai perjalanannya sebagai buronan. Bahkan angin pun memberinya perasaan hangat.     

"Xiao Qiao?" Liang Shao Qing berbisik. "Xiao Qiao?"     

"Mmm? Ada apa?"     

"Apa yang sedang kamu nyanyikan?"     

Chu Qiao terkejut. "Apa yang aku nyanyikan? Apa aku tadi menyanyi?"     

"Iya, tadi. Kamu sedang bersenandung. Sangat indah, aku tidak pernah mendengar lagu seperti itu sebelumnya."     

Chu Qiao tersipu malu. Gadis muda ini, yang tidak berperasaan saat dia membunuh lawan-lawannya, tidak bisa menahan rasa malunya saat ketahuan sedang menyanyi secara tidak sadar. Dengan lembut, dia menjawab, "Ini sebuah lagu dari kampung halamanku."     

Liang Shao Qing berbalik dengan senang dan tidur tengkurap di atas kasurnya, dan meminta, "Nyanyikan satu lagi untuk saya, bolehkah?"     

Chu Qiao menggeleng dan menolak. "Nyanyianku payah."     

"Suaramu bagus," Liang Shao Qing memaksa dengan keras kepala. "Satu lagu saja, yah?"     

"Cuma nada-nada kecil. Kamu tidak akan suka."     

"Bagaimana kamu tahu aku tidak akan suka?" Liang Shao Qing cemberut, sambil mencari alasan untuk membuatnya bernyanyi. "Anggap saja permintaan maafmu padaku. Kamu sudah membuatku kehilangan semua barang bawaan dan diperbudak. Nyanyikan satu lagu saja sebagai permintaan maaf."     

Chu Qiao cemberut dan menjawab, "Kamu seorang pria dewasa, tetapi bisa memikirkan alasan seperti itu."     

"Xiao Qiao, hanya satu lagu saja. Lagi pula, kita sedang tidak bisa tidur."     

Chu Qiao menarik napas dalam-dalam dengan gugup dan berbisik, "Aku … aku mulai nyanyi ya?"     

"Ayo, ayo silakan," Liang Shao Qing menyemangatinya.     

Chu Qiao membuka mulutnya beberapa kali tapi tidak ada kata-kata yang keluar. Dengan frustrasi, dia berkata, "Aku sudah sepuluh tahun lebih tidak menyanyi."     

Liang Shao Qing cemberut dan menjawab, "Sepuluh tahun lebih? Kamu umur berapa tahun ini?"     

Chu Qiao sadar dia kelepasan bicara. Dengan marah, dia menjawab, "Kamu mau dengar atau tidak?"     

"Mau. Aku masih menunggu kamu menyanyi."     

"Kalau begitu aku mulai." Gadis muda itu mendeham. Suara seraknya terdengar lembut di malam ini, bagaikan daun yang berguguran di musim gugur.     

"Aku tahu, aku selalu tahu kamu ada di sana,     

Di dalam kegelapan, di dalam kesedihan, di dekat tebing tinggi di pantai.     

Kita pernah bilang kalau kita akan berjalan bergandengan, bersama, di tengah kegelapan,     

Menciptakan dunia cerah kita di tengah hinaan orang-orang.     

Akan ada merpati dan kuda di padang yang hijau,     

Gunung, sungai, danau dan langit biru yang luas.     

Sinar matahari tak akan menyilaukan,     

Langit malam akan dipenuhi bintang-bintang.     

Aku tahu, aku selalu tahu kamu ada di sana,     

Di pegunungan yang tinggi, di padang yang hijau, menungguku untuk kembali ke sisimu.     

Kamu pernah menyuruhku untuk membuka mata dengan berani,     

Menatap kaki langit yang bersinar dengan cerah di kejauhan.     

Aku tahu di depan sana banyak rintangan,     

Aku mengerti kalau kesulitan tidak akan ada habisnya.     

Tak peduli sebesar apapun badai itu, aku tidak akan takut untuk menutup mataku,     

Karena kutahu kamu akan ada di sana untukku."     

Malam itu terasa berat. Angin sepoi-sepoi meniup kabin itu. Suara Chu Qiao bagaikan aliran dari mata air yang hangat, menghangatkan suasana yang dingin di dalam kabin itu. Liang Shao Qing diam cukup lama, memandangi Chu Qiao.     

Suara roda bergulir melintasi dek menggema. Chu Qiao memandang ke luar, melihat sebuah bayangan melintas dari sudut kabin. Kegelapan membungkus pemandangan di keempat penjuru. Air sungai mengalir dengan tenang, kesunyian menyelimuti mereka.     

Dokter yang dibawa keluarga Zhan sangat ahli. Dalam waktu kurang dari tiga hari, luka Chu Qiao sudah hampir sembuh. Pria tua itu sudah menyadari kalau dia seorang wanita saat dia merawat Chu Qiao, namun dia cukup pengertian dan tidak membongkar rahasianya, bahkan dia memberikan sebotol obat untuk menghilangkan bekas luka, dan mengajari Chu Qiao cara memakainya.     

Di hari itu, ketika kapal mereka berlabuh di Dermaga Mei Cheng, langit masih belum gelap. Para awak kapal turun untuk beristirahat. Banyak pejabat setempat yang berkumpul di kedua tepi sungai untuk menyambut keluarga Zhan. Suasananya sangat ramai. Chu Qiao menatap keluar jendela, lalu merengut. Liang Shao Qing berlutut di atas kasur, merasa bingung. "Xiao Qiao, ada masalah apa?"     

Chu Qiao menunjuk ke kerumunan, dan berkata, "Lihat. Para pejabat di sini berpangkat rendah, di bawah tingkat kedelapan. Selain itu, hanya ada para tetua dari berbagai keluarga yang hadir. Bagaimanapun, Mei Cheng adalah kota yang cukup berpengaruh. Mengapa tampaknya mereka tidak mampu mengirimkan sambutan yang pantas? Sepertinya tuan kita tidak memiliki latar belakang yang kuat, tidak cukup kuat sampai perlu ditemani ratusan pelayan untuk sebuah perjalanan biasa."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.