Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 67



Bab 67

0Kabut malam mengaburkan pandangan mereka ke depan, dan jalur gunung yang asing terasa memanjang tanpa ujung. Li Ce mengikuti gadis itu dengan hati-hati. Karena tidak pernah mengalami kesulitan seperti ini, Pangeran Tang itu mengerutkan keningnya dengan menyedihkan. "Apakah Kaisar Xia akan mengirim orang untuk menyelamatkan kita?"     
0

Gadis itu tidak menjawab. Li Ce memang tidak mengharapkan jawaban darinya, maka tidak berapa lama kemudian, dia mulai mengeluh mengenai cuaca dingin di dataran tinggi tidak cocok untuk ditempati.     

"Ya." Suara yang rendah namun tegas menjawab. Li Ce, terkejut, mengangkat kepalanya dengan ragu. "Apa katamu?"     

Orang-orang tadi tidak mengenali Chu Qiao, jadi mereka pasti bukan dari Da Tong. Kalau begitu, Yan Xun pasti akan bergegas menyelamatkannya.     

"Mereka pasti akan datang," Chu Qiao menjawab dengan suara rendah. Pandangannya tegas, dengan kilauan tertentu di matanya.     

Mereka terus menyusuri jalur pegunungan sampai tiba di sebuah danau.     

"Li Ce!" Suara renyah gadis itu terdengar di sekitar danau.     

"QiaoQiao, aku masih di sini." Pria itu berdiri, melambaikan tangannya dengan bahagia, dan melihat Chu Qiao berjalan cepat ke arahnya. Setelah melirik ke belakang Chu Qiao, Li Ce berkata, "Kamu sudah menghabisi mereka semua?"     

Chu Qiao tetap diam dan mendekati tepian air. Dengan tangannya, dia menyendok sedikit air dan meminumnya.     

"QiaoQiao, itu hebat sekali!" Li Ce jongkok di sampingnya dengan bahagia. "Apakah kita akan menemukan lebih banyak musuh lagi?"     

Chu Qiao merengut. Li Ce sedikit terkejut dan menjadi canggung untuk sesaat. Dia menjelaskan, "Aku hanya merasa akan lebih mudah bagi kita untuk melarikan diri kalau kita membunuh mereka semua."     

Gadis muda itu mengangkat satu jari dan menggoyangnya maju mundur perlahan. Dengan suara mendalam, dia berkata, "Pertama, hanya aku yang melakukan semuanya, bukan kita. Kedua, ada ribuan musuh, kamu pikir berapa yang bisa aku bunuh? Kalau kamu tetap seperti sekarang, menjerit saat melihat tikus, cepat atau lambat aku akan terbunuh. Jangan salahkan aku kalau tidak memperingatkanmu, tetapi jika tidak ada jalan lain, aku akan dengan senang hati menyerahkanmu supaya aku bisa hidup."     

Li Ce merajuk seakan dia benar-benar sedih dan menarik pakaian Chu Qiao. "QiaoQiao, jangan dingin begitu."     

Chu Qiao mengerang, dan Li Ce langsung menarik kembali tangannya, lalu melihat di tempat yang tadi dia tarik ada darah yang mulai meresap keluar. Tampaknya itu luka yang baru. Chu Qiao mengernyit dan memeriksanya, ternyata ada luka panah di rusuk kirinya. Luka itu tidak besar namun terus berdarah dan rasa sakitnya tak tertahankan. Sangat mengejutkan bagaimana ia tidak menyadari luka itu.     

"QiaoQiao, kamu terluka lagi. Apakah kamu tidak apa-apa? Kamu harus bertahan," Li Ce juga mengernyit dan berkata dengan khawatir.     

Chu Qiao menekan luka itu, menutup matanya, dan kemudian bersandar pada sebuah pohon. Dia berkata perlahan, "Bantu aku memerbannya."     

"Apa?"     

"Bantu aku memerbannya!" Suara Chu Qiao menjadi tajam dan pedas.     

Terkejut, Li Ce mengangguk-angguk cepat dan menyobek sepotong kain dengan kikuk. Dia mengangkat pakaian Chu Qiao dan terlihat kulit mulus yang kini diwarnai merah darah. Mata panah tertanam dalam di bawah kulit di rusuk kirinya, dan kedua sisinya membengkak dan merah. Li Ce memegang panah yang patah itu dan memperingatkan dengan tegas, "QiaoQiao, kalau kamu kesakitan, teriak saja atau kamu boleh menggigitku."     

Chu Qiao menutup matanya dan menarik napas dalam-dalam, tetapi tidak berkata apapun.     

Wajah Li Ce menunjukkan keseriusan yang jarang ia tampilkan saat dia menggenggam panah itu dan mengernyit. Dengan satu gerakan cepat, dia menariknya keluar! Darah menyembur. Li Ce menutup luka itu dengan erat. Chu Qiao mengerang kesakitan dan terjatuh ke depan. Li Ce mengulurkan tangannya yang satu lagi untuk menangkap Chu Qiao saat ia terjatuh.     

"QiaoQiao? Apakah kamu baik-baik saja?" Li Ce bertanya dengan gelisah.     

"Aku belum akan mati." Suara Chu Qiao yang serak perlahan mencapai telinga Li Ce. Gadis itu menarik napas dalam-dalam dan dia menyandarkan dagunya ke bahu Li Ce. Li Ce menghela napas lega dan melanjutkan memerban luka Chu Qiao. Dalam gelapnya malam, tubuh Chu Qiao sedingin es. Li Ce menyadari bahwa gadis di hadapannya ini sudah tidak sanggup bertarung lagi, bahkan untuk satu pertarungan pun.     

Namun, di saat genting ini, langkah kaki terdengar dari kejauhan. Mereka berdua langsung menjadi tegang dan duduk tegak. Wajah mereka dipenuhi keseriusan, dan pandangan tajam mereka mengamati sekeliling.     

"Apa yang harus kulakukan?" Chu Qiao merengut. Dia sudah tidak bisa bertarung lagi. Bau darah di sana sangat kental, kalau mereka diam di tempat pasti akan mati.Satu-satunya jalan keluar adalah dengan membunuh Li Ce dan menggunakan samarannya dan membuat kekacauan, supaya dia sendiri bisa kabur. Pandangannya perlahan mengarah ke pria yang duduk di sampingnya, dan melihat wajahnya dipenuhi keseriusan dan ketegasan yang jarang terlihat. Chu Qiao bukan orang suci, namun menolong orang pun harus sesuai kemampuannya sendiri. Ketika kegunaan sudah mulai mengancam keselamatannya sendiri, orang pandai manapun pasti tahu apa yang harus dilakukan.     

Ditambah lagi, dengan kematian Li Ce, Yan Xun akan mendapat keuntungan besar. Seharusnya dia tahu apa yang harus dilakukan, pasti dia tahu apa yang harus dilakukan, dan dia harus melakukannya. Dia memiliki beban yang lebih besar di bahunya, karena ada orang-orang yang menunggunya. Kehidupannya masih sangat berharga dan bukanlah sesuatu yang bisa dengan mudah ia tinggalkan. Jarinya yang berat meraba belati yang terikat di pahanya, dan dia bersiap untuk beraksi.     

"QiaoQiao!" Li Ce tiba-tiba berbalik badan. Dengan wajah tenang, dia menjelaskan perlahan, "Aku akan memancing orang-orang itu, kamu gunakan kesempatan ini untuk kabur. Kamu harus berhati-hati!"     

Chu Qiao tertegun dan matanya membelalak. Li Ce melepaskan mantelnya dan menutupi Chu Qiao dengannya.Lalu ia mengeluarkan tabung logam dari ban pinggangnya, dan memberikannya kepada Chu Qiao sambil berkata, "Aku tidak menguasai ilmu bela diri, jadi Ayahku membuatkan senjata ini untukku. Kalau kamu menarik benang pelatuknya, lima puluh jarum akan ditembakkan keluar, masing-masing jarum diolesi racun yang sangat kuat. Tabung ini bisa ditembakkan 3 kali. Simpanlah. Mungkin ia bisa menyelamatkanmu di saat kamu membutuhkannya."     

Masih terperangah, Chu Qiao mengambil tabung logam itu, alisnya masih menyatu. Tidak mampu mengerti apa yang baru terjadi, ia menatap Li Ce, seakan untuk memindai otaknya dan melihat tujuannya yang sebenarnya.     

"Haha, apakah kamu tiba-tiba jatuh cinta padaku?" Li Ce tiba-tiba tersenyum, memamerkan giginya yang putih bersih. Dia menepuk-nepuk bahu Chu Qiao. "Jangan khawatir, ketika kamu kembali ke Zhen Huang, kamu masih ada kesempatan."     

"Li Ce! Simpanlah, aku tidak membutuhkannya." Chu Qiao menahan Li Ce dan berusaha mengembalikan senjatanya.     

"Aku juga tidak membutuhkannya. Sebenarnya, aku tidak terlalu tahu bagaimana cara menggunakannya. Mendengar betapa menyeramkannya senjata itu, mau tidak mau aku membayangkan secara tidak sengaja menembak diriku sendiri. Bukankah itu berarti tamat riwayatku? Kamu simpan saja dan coba senjata itu. Kalau memang bagus, aku akan minta satu lagi setelah aku pulang."     

Chu Qiao menggigit bibirnya. Akhirnya dia melepaskan tangan Li Ce, dan berkata, "Hati-hati."     

Li Ce tersenyum. "Kamu juga, aku masih mau belajar ilmu bela diri dari kamu kalau kita sudah pulang!"     

Chu Qiao mengangguk.     

Pria itu berdiri. Sambil dengan canggung mendorong ilalang yang berduri, dia berjalan menuju arah datangnya suara langkah kaki.     

"Oi! Bawa senjata!"     

Li Ce bahkan tidak menoleh ke belakang dan hanya melambai dengan santai. Di dalam sinar bulan yang berpijar lembut, Chu Qiao melihat sebongkah batu yang berlumuran darah di tangan Li Ce. Pakaiannya berantakan, langkah kakinya tidak seimbang, bahkan tidak ada sedikitpun keanggunan Pangeran Tang dalam dirinya. Sebetulnya, dia lebih terlihat seperti pengemis.     

Saat Chu Qiao menatap siluet pria itu, tangannya yang memegang belati mengendur.     

Masih ada waktu sebelum subuh, kegelapan menyelimuti tempat itu. Riak kecil di atas danau memantulkan cahaya yang sangat sedikit, hal itu terasa sepi dan menyedihkan. Sudah enam jam sejak Li Ce pergi. Langkah kaki di kedua sisi, bagaikan arwah yang mencari kehidupan, akhirnya mulai mendekat. Dengan bahu yang berdarah dan bibirnya yang pucat, pertarungan dan pelarian yang tak ada habisnya sudah memaksa Chu Qiao sampai melewati batas kesanggupan tubuhnya. Tetapi pada saat dia mencium kehadiran musuh, dengan tekad yang bulat, dia berdiri, kedua matanya bersinar bagaikan harimau kumbang yang lincah.     

Di dalam kegelapan, Chu Qiao seperti bayangan, bergerak cepat menembus hutan rimba. Dia berlari terus selama dua jam sebelum akhirnya dia berhenti. Bukit di kejauhan dipenuhi cahaya dari api, dan lekukan yang dibentuk oleh deretan obor terlihat seperti arit dewa kematian yang mendekat dengan cepat. Chu Qiao memperkirakan secara kasar waktu sebelum mereka tiba, dan dia memeriksa lukanya. Lalu dia menggosok kepalanya yang sakit karena kehilangan terlalu banyak darah dan akhirnya duduk, bersandar ke sebuah pohon untuk beristirahat dengan tenang.     

Suara nyaring kicauan burung menggema. Chu Qiao tiba-tiba membuka matanya dan melompat naik. Cahaya matahari yang agak hangat bersinar melalui dedaunan dan mengenai wajah Chu Qiao, sedangkan tetesan embun yang dingin mengental di hidungnya bagaikan kristal. Beberapa ekor burung gereja menukik turun dari awan dan memeriksa gadis itu dengan penasaran, dan tidak lupa menyanyikan kicauan yang menyegarkan. Nyanyian burung itu sangat merdu di telinga, suaranya terdengar seperti berasal dari para pemain musik paling berbakat di dalam Istana Sheng Jin.     

Chu Qiao terkejut lagi. Dia tidak percaya kalau dia sudah tidur selama itu. Dia memegang dahinya, dan memastikan kalau dahinya memang sedang membara seperti sepotong batu bara yang panas. Tenggorokannya terasa sakit, dan membuatnya semakin sulit bernapas seakan ada sesuatu yang tersangkut di dalam. Tidak diragukan lagi, di saat yang penting ini, dia telah jatuh sakit. Untungnya orang-orang itu belum datang untuknya.     

Ketika Chu Qiao mau bernapas lega? Langkah kaki terdengar menggema. Saat dia mengangkat kepalanya, sebuah suara yang menenangkan terdengar, "Apakah kamu sudah bangun?"     

Zhuge Yue, yang sedang memunggungi matahari musim dingin, muncul dari kedalaman hutan. Dia memakai jubah berwarna ungu tua, mode yang sedang banyak dipakai oleh anak-anak keluarga kaya di Kota Zhen Huang. Dengan jubah yang kendur, lengan baju yang besar, dilapisi berlapis-lapis bulu domba keemasan, jubah ungu itu dihiasi pola rumit yang dibuat dengan benang aneka warna dan membentuk banyak mawar yang sedang mekar. Di bawah matahari, pakaian itu tampak lebih hidup dan berwarna. Rambutnya yang panjang diikat ke atas dan menuruni punggungnya. Alisnya yang tegas, menghiasi matanya yang begitu gelap bagaikan jurang yang dalam. Lehernya putih bersih, tidak berbeda dengan seorang wanita, dagunya sedikit terangkat dan bibirnya merah cerah. Begitu saja, dia berdiri, menghadap ke cahaya. Matanya menatap Chu Qiao dengan acuh tak acuh, seakan hanya sedang melihat sebongkah batu tak bernyawa.     

Walaupun itu pakaian yang sama, Li Ce akan memancarkan aura yang berbeda jika dia memakainya. Pria ini memiliki keindahan yang jahat, tetapi aura berbahaya dan dingin yang dipancarkan dari matanya akan melenyapkan niat berteman dari orang lain.     

Chu Qiao tetap menengadah, memeriksa tamu tak diundang itu. "Mengapa kamu ada di sini?"     

"Di mana Putra Mahkota Li? Melarikan diri? Tewas? Atau … dibunuh, oleh kamu?" Zhuge Yue bertanya dengan acuh tak acuh, lalu mengangkat alisnya.     

Chu Qiao mengabaikan pertanyaannya dan langsung bertanya, "Sudah berapa lama kamu di sini?"     

"Sejak kamu tertidur seperti babi. Apakah kamu mau sedikit air?" Zhuge Yue menggoyangkan botol air di pinggangnya. Namun, melihat bagaimana Chu Qiao hanya menatapnya tanpa sedikitpun niat untuk berbicara, dia meletakkannya kembali.     

"Mengapa kamu menolongku?"     

Zhuge Yue tersenyum dingin dan melihat Chu Qiao dari ujung matanya. "Kamu pikir aku di sini untuk menolongmu?" Dengan lengan disilangkan, dia bersandar malas di batang pohon terdekat. Dengan tenang dan santai dia tertawa. "Xing Er, kamu pikir aku siapa? Zhao Song? Yan Xun? Yang hanya dengan tinggal di dalam ruangan kecil selama lebih dari sepuluh tahun, lalu aku mulai memercayai kalau kamu adalah wanita terbaik di dunia? Atau," dia berhenti dan mencondongkan badannya sedikit dan melanjutkan, "kamu pikir aku adalah orang paling bodoh di dunia, yang bisa teperdaya olehmu berulang kali?"     

Sambil mencibir, dia mendongak ke langit dan berkata dengan santai, "Aku hanya ingin melihat kegilaan apa lagi yang dilakukan oleh Li Ce dan melihat betapa menyedihkannya kamu dan Yan Xun. Aku tidak menyangka bagaimana para dewa akan menolongmu kali ini, merusak pertunjukan saat sedang mulai seru."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.