Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 68



Bab 68

0Chu Qiao berdiri. Sakit di tubuhnya tak tertahankan, lalu rasa pusing karena demam menghantamnya bagai arus deras. Dia sudah tidak makan seharian dan semalaman, wajahnya seputih salju. Dia bersandar pada sebuah pohon dan menarik napas dalam beberapa kali untuk menenangkan diri, sebelum berbalik menuju hutan yang lebat.     
0

"Kamu akan pergi begitu saja?" Zhuge Yue menaikkan alisnya dan mulai melangkah, berniat mengikutinya. Begitu dia mengangkat kakinya, Chu Qiao tiba-tiba berbalik badan, dan dengan suara mendesing, sebuah kilat putih melesat di udara. Bagai burung pipit yang lincah, kaki kiri Zhuge Yue mendorong kencang, dan dia melompat ke udara. Kilat putih tadi menggores wajahnya. Dengan suara mendengung, kilat itu melubangi batu tebal. Beberapa helai rambut melayang turun dan di pipi kiri Zhuge Yue ada bekas garis putih samar. Sesaat kemudian, keluar cairan merah tua dari garis putih itu. Tipis dan lurus, bagaikan silet yang memotong kertas.     

Chu Qiao memperingatkan dengan dingin, "Jangan berpikir aku tidak berani membunuhmu."     

Zhuge Yue mengusap bekas darah di wajahnya dan menjawab santai, "Tetapi apakah kamu mampu?" Lengan bajunya yang panjang dan berwarna-warni berkibar di tengah angin dingin yang sudah menembus pepohonan lebat. Chu Qiao diam dan melotot ke arahnya, musuh bebuyutannya selama bertahun-tahun, sebelum akhirnya memegang sarung pedangnya, sedikit demi sedikit mencabut pedangnya. Perlahan, dia mengatakan, "Kalau begitu, mari kita pastikan hari ini."     

Dengan mengibas cepat lengan bajunya yang panjang, pedang Zhuge Yue muncul di tangannya. Masih di dalam sarungnya, dia mengarahkan ujung sarungnya ke Chu Qiao. "Baiklah. Kalau begitu kutemani kamu bermain."     

Chu Qiao, dengan mengibaskan pergelangan tangannya, mengarahkan pedangnya dan meledak ke arah Zhuge Yue. Namun di saat itu, serangan rasa mual menghantamnya. Terlalu lemah bahkan untuk mengerang, dia terjatuh ke arah Zhuge Yue.     

"Tangkap wanita itu!"     

Sekitar selusin pria melompat keluar dari semak-semak. Pemimpin mereka, dengan sumpitan[1] bambu masih di mulutnya, menyadari kalau Zhuge Yue masih berdiri tegak. Tanpa keraguan, dia menggembungkan pipinya dan menembakkan jarum-jarum setipis rambut tepat ke arah dada Zhuge Yue.     

Dengan satu kibasan lengan bajunya, lebih dari selusin jarum ditangkis olehnya. Dengan kemilau kebiruan di ujungnya, terlihat jelas kalau jarum-jarum itu beracun. Dengan mengulurkan tangannya, dia memanfaatkan kesempatan ini untuk menarik Chu Qiao, yang sudah pingsan, ke dalam pelukannya. Lalu dia menyadari kalau wajah Chu Qiao terlihat semakin pucat; bahu kirinya tertusuk sekitar tujuh atau delapan jarum yang berdekatan satu sama lain, dan sedang mengeluarkan darah hitam.     

Zhuge Yue cemberut. Sudah jelas kalau keadaan tiba-tiba menjadi buruk. Tepat pada waktunya, dia menyadari tabung logam yang tergantung di pinggang Chu Qiao, dan tanpa menunggu lebih lama, dia menarik benang pelatuknya. Beberapa jeritan menyeramkan langsung terdengar. Di dalam hujan jarum, tidak seorang pun yang lolos. Dengan memanfaatkan kesempatan itu, dia menggendong Chu Qiao dan kabur.     

Chu Qiao hanya pusing sebentar karena penyakitnya, jadi dalam beberapa saat, dia sudah kembali tersadar. Saat membuka matanya, dia melihat Zhuge Yue sedang menggendongnya, dan suara gemerisik di belakang mereka, pertanda jelas bahwa mereka sedang dikejar. Saat ini, bahunya sudah tidak terasa sakit, karena dia sudah tidak bisa merasakan apapun di lengan kirinya. Dia mengatupkan giginya dan berteriak dengan keras, "Turunkan aku!"     

Sepenuhnya mengabaikan dia, Zhuge Yue memotong sulur yang menghalangi jalurnya.     

"Zhuge Yue turunkan aku!"     

"Berisik!" Zhuge Yue berhenti dan menekan Chu Qiao ke batang sebuah pohon, lalu berkata dengan dingin, "Apa kamu mau mati? Tidak masalah, tetapi beri tahu aku terlebih dahulu, di mana Li Ce!"     

"Aku tidak tahu!"     

Dengan mencibir, Zhuge Yue menjawab, "Kamu tidak tahu? Kalau begitu aku minta maaf. Bukankah kamu tidak suka berutang budi pada orang lain? Aku akan membuatmu berutang budi padaku, sebuah bantuan yang begitu besar, kamu tidak akan bisa membayarnya seumur hidupmu."     

Suara orang-orang yang mengejar mereka semakin mendekat, bagaikan geraman seekor binatang liar yang siap menerkam. Tiba-tiba, petir menyambar, dan kemudian diikuti suara gemuruh guntur. Dan hujan deras langsung turun. Butiran air yang berat membuang percikan lumpur saat ia jatuh ke tanah. Masih ditekan ke pohon, mata Chu Qiao bagaikan serigala yang waspada saat dia terus melotot pada Zhuge Yue.     

"Zhuge Yue, kamu terus mengikutiku. Apa kamu yakin kamu tidak jatuh cinta padaku?"     

Dengan senyuman lebar, Zhuge Yue mendekatkan wajahnya ke telinga Chu Qiao, hampir menyentuhnya. Dia berbisik dengan suara serak, "Kamu begitu takut berutang budi padaku. Apa kamu yakin bukan karena kamu takut jatuh cinta padaku, membuatmu sulit untuk membalaskan dendam saudara saudarimu?"     

Chu Qiao membalas, "Kalau memang itu membuatmu merasa lebih baik, aku tidak akan mengungkapkan pikiranku sampai saat aku membunuhmu."     

Zhuge Yue menyeringai. "Sama juga untukmu. Kalau kamu punya keberuntungan untuk hidup sampai besok, aku akan kembali dan memberitahumu betapa lucunya kamu."     

"Zhuge Yue! Kalau kamu tidak membunuhku sekarang, kamu akan menyesalinya di kemudian hari!"     

"Aku lebih penasaran bagaimana seseorang yang kesulitan bertahan hidup bisa membuatku menyesal."     

Dengan tatapan mengancam, Chu Qiao menggeram, "Suatu hari aku akan memastikan kamu mati di tanganku."     

Zhuge Yue tidak menganggap ancaman itu. "Suatu hari? Kata-kata itu sudah kuno. Xing Er, apakah kamu tidak memiliki sesuatu yang baru?"     

Gerombolan berisi setidaknya seratus orang mendekati mereka dengan hati-hati. Mereka semua berpakaian hitam dan wajah mereka tertutup kain. Dengan setiap langkah, mereka memeriksa sekeliling. Empat ekor anjing berukuran besar memimpin jalan, mengarahkan gerombolan itu ke tempat persembunyian kedua orang itu.     

Chu Qiao tertawa ringan. "Tampaknya kita kedatangan tamu. Zhuge Yue, kalau kamu masih ada kata-kata terakhir, kamu bisa katakan sekarang. Kalau aku sedang senang, aku akan bantu kamu menyampaikannya."     

"Bukankah seharusnya aku yang berkata begitu? Aku cukup yakin mereka tidak sedang mengejarku."     

Chu Qiao mengejeknya, "Kamu pikir mereka masih bisa membedakan kita?"     

"Kalau mereka bahkan tidak bisa melakukan itu, maka mereka hanyalah sampah tak berguna yang tidak pantas dibiarkan hidup."     

Anjing-anjing, seakan menandai pertumpahan darah yang akan segera tiba, mulai menggonggong dengan galak secara bersamaan. Gerombolan itu berhenti seketika, tetapi kemudian mereka langsung berlari ke arah mereka berdua!     

Whoosh! Dengan dengungan tajam, Zhuge Yue mencabut pedangnya. Bayangannya terlihat jelas saat pedang itu dengan tepat menebas panah yang mengarah ke mereka sekaligus membelah dua si anjing yang sedang menerkam. Darah segar berhamburan ke sekeliling, sebagian memercik di jubahnya, terlihat bagaikan kelopak bunga yang sedang mekar.     

"Maju!" seseorang berteriak. Pria-pria berpakaian hitam itu maju cepat berurutan, pedang mereka membelah malam yang berat itu dan hujan panah mereka menembus udara. Tak ada hal lain selain rasa haus darah dan kematian.     

Dengan satu kilatan pedangnya, dua kepala mental ke udara. Sosok Zhuge Yue melompat, secepat kilat bagaikan elang. Disaksikan oleh semua orang, keahlian berpedangnya yang memukau ditampilkan, indah bagaikan kembang api. Di saat ini, kedua mayat tak berkepala jatuh sambil tetap mempertahankan pose bertarung mereka, dan melangkah beberapa langkah melewati Zhuge Yue sebelum akhirnya terjerembap ke dalam kubangan lumpur, darah menyembur dari luka mereka dan membuat kotor.     

Setelah itu, Zhuge Yue melangkah mundur ke tempatnya semula, dan dengan tebasan berkali-kali, dia menangkis hujan panah yang deras. Chu Qiao berdiri di belakangnya. Saat ini, racun sudah menyebar ke setengah tubuhnya dan dia tidak memiliki sisa tenaga di tangan kanannya untuk memegang pedangnya. Kedua kakinya gemetar dan kalau bukan karena dia begitu bertekad untuk bertahan, pasti dia sudah tergeletak di tanah.     

Zhuge Yue membalik badan dan mengangkat alisnya. "Kamu sudah dalam keadaan separah itu, mengapa kamu masih terus memaksakan diri?"     

Chu Qiao menjawab dengan lemah, "Bukan urusanmu!"     

"Kalau aku tidak di sini, kamu sudah mati sejak lama, tetapi kamu masih berani bicara soal membunuhku. Sungguh tidak tahu malu!"     

Tepat di saat itu, sebuah panah melayang dari titik buta Zhuge Yue, di ketinggian yang nyaris menyentuh tanah. Mengarah tepat ke jantung Zhuge Yue, Chu Qiao dengan tajam menyadari itu dan menerkam ke arah Zhuge Yue. Beberapa tebasan pedang tajam mengayun di udara. Dengan memegang gagang pedang, Zhuge Yue menancapkannya ke tanah dan menggunakannya sebagai tumpuan. Dengan berputar cepat, dia menarik Chu Qiao dan menghindari panah mematikan itu.     

"Kalau kamu terus main-main, kita berdua akan mati di sini!" Chu Qiao berseru dengan marah.     

Zhuge Yue menjawab, "Jadi kamu juga takut mati?"     

Chu Qiao mengatupkan rahangnya dan mencabut pedangnya juga. Tanpa gerakan yang tak diperlukan, tanpa gaya yang norak, gerakannya sangat rapi dan mantap. Setiap ayunan pedangnya mematikan.     

Guntur menggelegar dan turun hujan yang sangat deras. Berpijak di atas campuran darah dan lumpur, ratusan pembunuh menghunuskan pedang mereka lalu maju bersama dan mengepung mereka berdua. Tidak ada teriakan ataupun jeritan, tidak ada suara pertarungan, semuanya tertutupi suara hujan yang menggemuruh. Namun di tengah hujan yang dingin membeku, bayangan berkelebat, saling silang dan bertukar pukulan. Darah tertumpah dan potongan tubuh terpental ke pepohonan di sekitar.     

Jantung para pembunuh itu berdetak kencang, dan darah mereka mendidih. Semua senjata mereka terhunus, mereka tetap bergerak dengan lincah. Namun tetap saja, melihat ronde pertarungan sebelumnya di mana pihak mereka menderita kekalahan besar, punggung mereka merinding. Masih membentuk lingkaran, mereka perlahan mundur sambil tetap mengawasi kedua orang itu, yang masih dalam kuda-kuda yang agresif. Dengan aba-aba dari pemimpin mereka, semuanya meraih ke belakang mereka. Setelah itu, muncul sederetan tombak pendek, masing-masing sepanjang setengah meter.     

Sambil mengerutkan alisnya, wajah Zhuge Yue terlihat serius lagi dan dia memperingatkan, "Berhati-hatilah."     

"Maju!" teriak sang pemimpin. Tak terhitung jumlah tombak yang melayang ke mereka dari semua arah, meninggalkan jejak berkilau saat tombak-tombak itu memotong udara.     

"Minggir!" Sambil mendorong Chu Qiao ke samping, Zhuge Yue mengayunkan pedangnya. Dengan gerakan bagai petir, dia menangkis dua tombak, dan saat melakukan itu, kekuatan yang besar itu mengupas selapis kulit. Melihat itu, Chu Qiao menghunus pedangnya dan bersiap maju menyerang. Di saat itu, sebuah panah perak melintas dengan suara mendesing, dan sebuah rantai hitam jatuh dari langit, bagaikan ular. Rantai itu melilit pinggang Chu Qiao. Dengan kekuatan yang besar, dia terangkat ke atas sebelum tombak-tombak itu mengenainya.     

Para pembunuh terkejut, tetapi dengan reaksi cepat, mereka menengadah dan membidik ke atas, lalu melihat sebuah bayangan turun bagaikan komet. Mengayunkan pedang di tangannya, pendatang itu penangkis semua panah. Rantai pengait itu seakan hidup, bahkan saat ia mengayunkannya dengan santai, dia masih bisa melintasi hutan lebat dengan mudah.     

Sebuah angin dingin bertiup melintasi hutan lebat itu. Saat Chu Qiao melayang berlalu, melihat kerumunan di bawah, dia melihat Zhuge Yue dalam pertumpahan darah, hanya tersisa matanya yang masih bersih jernih. Di saat itu, Zhuge Yue menatapnya acuh tak acuh. Satu-satunya hal yang bisa dilihat di dalam matanya yang dalam tak berbatas, adalah pantulan pedangnya.     

Petir menyambar dan guntur menggelegar. Saat para pembunuh mendongak untuk mencari gadis yang menghilang itu, sejumlah rantai pengait muncul tiba-tiba. Lebih banyak orang yang datang, turun dari langit.     

"Tuan, pergilah lebih dahulu!" AhJing berteriak sambil memenggal seorang musuh.     

Beberapa orang berpakaian hitam tiba, melindungi Chu Qiao dan pria tadi. Pedang tipis menyerang para musuh, dan kuda-kuda bergegas melintasi lumpur menuju ke mereka.     

"Ayo pergi!" suara pria itu berteriak, dengan nada yang tidak terbaca emosinya. Dia menarik pinggang Chu Qiao dan melompat ke atas salah satu kuda. Mengayunkan cambuknya, dia pergi.     

"Cegat mereka!" musuh mereka berteriak, dan serombongan pembunuh maju.     

Dengan dengusan tanpa emosi, pria itu dengan mudah menggorok salah satu pembunuh. Darah yang menyembur keluar masih panas dan membutakan satu pembunuh lain, yang menjadi panik. Saat dia masih terkejut, dadanya dihantam oleh panah.     

Pria di atas kuda itu menarik tali kekang dan kuda itu berdiri di kaki belakangnya. Dengan suara keras, kaki depan kuda itu menendang keras dada dua orang pembunuh yang sedang mendekat. Saat itu, rusuk mereka hancur, darah mereka menyembur keluar bagaikan air mancur. Terpental lebih dari 30 meter ke belakang, mereka menabrak empat orang rekan mereka.     

Melihat kalau mereka tidak bisa mengalahkan para penyusup ini, pimpinan para pembunuh mengeluarkan sebuah tabung dari pinggangnya dan menembakkannya ke langit. Sebuah kembang api biru pucat meledak di udara, menyinari sekeliling.     

[1] senjata untuk meniup jarum yang biasanya beracun     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.