Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 71



Bab 71

0Di dalam istana ini, semua orang memiliki kisah sedih dan kejam mereka masing-masing. Chu Qiao sudah melihat terlalu banyak dan sudah lama terbiasa dengan kekalahan pahit di bawah lapisan kemakmuran.     
0

Kembali di Lapangan Ying Ge, Yan Xun sedang minum di dalam paviliun di tengah hutan plum. Selama bertahun-tahun ini, dia selalu berhati-hati, dan kecuali di situasi yang sangat penting, dia jarang minum-minum. Chu Qiao berdiri di lorong dan mengamati pria itu, yang berpakaian hijau muda, dan tiba-tiba merasakan gejolak perasaan di hatinya. Dia tiba-tiba teringat tentang bertahun-tahun lalu, di salah satu sore hari, ketika pemuda itu tidur siang, dan segera terbangun karena mimpi buruk. Masih dalam keadaan pusing, pemuda itu bertanya dengan lemah, "Chu Qiao, kapan aku bisa dengan tenang minum sampai mabuk tanpa khawatir?" Di saat itu, mereka terlalu lemah dan tidak berani untuk meminum seteguk alkohol pun tanpa merasa takut tentang menjadi mabuk. Kini, mereka telah mencapai banyak hal, dan walaupun mereka memiliki keberanian untuk lepas kendali dan tenggelam dalam alkohol, beban yang mereka bawa semakin berat. Tekanan ini hanya membuat mereka semakin tidak mungkin mengangkat cangkir arak.     

Sesuai dugaan, Yan Xun hanya minum beberapa teguk sebelum dia berhenti. Musim dingin telah berlalu, dan bunga plum mulai berjatuhan saat angin bertiup. Dengan kelopak plum yang jatuh seperti hujan, jubah hijau muda itu berkibar di tengah angin bersama rambutnya yang bagaikan tinta. Matanya terpejam dan alisnya sedikit berkerut, dia membiarkan kelopak yang jatuh mengenai wajahnya dengan bebas, dan angin yang berembus mengibarkan lengan bajunya seakan-akan dia adalah seekor burung yang sedang berusaha terbang.     

Chu Qiao tidak mendekat dan hanya diam-diam dari jauh melihat pria yang telah berdiri di sisinya selama bertahun-tahun. Beberapa perasaan tidak mungkin dimengerti oleh orang lain dan beberapa kebencian tidak mungkin ditahan oleh orang lain. Bahkan di antara mereka, pasangan yang tidak menyembunyikan apapun dari satu sama lain, Chu Qiao tahu bahwa dirinya tidak akan pernah bisa berbagi kebencian mendalam yang dirasakan oleh Yan Xun. Yang bisa dia lakukan, adalah mengamati Yan Xun dari jauh, dan bila turun hujan, setidaknya dia bisa memberikan payung yang ada di tangannya.     

Wanita paling penting di kekaisaran ini telah meninggal, namun apa yang dia tinggalkan adalah batu besar yang menghancurkan permukaan danau yang terlihat damai.     

Di luar dugaan, di dalam Kompleks Harem[1] Kekaisaran, Nyonya Shu yang terlihat berkuasa tidak berhasil menggantikan posisi Muhe Nayun, karena banyak yang mencurigai keluarga Wei. Nyonya Shu sendiri juga menjadi orang yang paling dicurigai. Petugas dari Kantor Sekretaris, Pengadilan Urusan Internal, dan pengurus dari Kuil Agung secara rutin mendatangi Istana Shu Yun, tempat tinggal Nyonya Shu. Setelah pemeriksaan selama tujuh hari, tidak ada kesimpulan apa-apa namun hal ini tidak menghilangkan kecurigaan terhadap Nyonya Shu. Dengan manipulasi yang disengaja oleh beberapa orang yang berkuasa, posisi Nyonya Shu di dalam Kompleks Harem Kekaisaran menerima pukulan berat, dan demikian juga, keluarga Wei pun dikucilkan dan masa depan mereka terlihat suram.     

Di saat yang bersamaan, di dalam Istana Lan Xuan, Selir Xuan bangkit entah dari mana. Dia diatur untuk tugas malam selama tiga hari berturut-turut, dan di hari keempat, mendapat gelar Selir Mulia, menjadikan dia di tingkat yang sama dengan Nyonya Shu. Bahkan, saat ini, hanya dia dan Nyonya Shu yang menjabat pangkat itu. Terlebih lagi, stempel phoenix diberikan padanya, memberinya tanggung jawab untuk mengawasi pemakaman sang permaisuri. Kenyataannya, itu sudah memastikan posisinya sebagai orang nomor satu di dalam Kompleks Harem Kekaisaran.     

Dia berbeda dengan Selir Yuan yang tidak memiliki latar belakang keluarga yang kuat, dan tentu juga berbeda dari Muhe Nayun, yang keluarganya telah jatuh. Wanita ini, yang nama panggilannya adalah Lanxuan, memiliki nama keluarga yang mewah dan membawa sejarah ratusan tahun. Nama lengkapnya adalah Zhuge Lanxuan.     

Angin telah berubah arah dan hasilnya, keluarga Zhuge kini bangkit dalam kekuasaan dan kekuatan, langsung mencapai tingkat yang setara dengan keluarga Wei. Perayaan ulang tahun Kaisar kali ini pasti menjadi acara yang penuh gejolak. Pemakaman sang permaisuri baru diadakan tiga hari sebelum ulang tahunnya, dan di hari yang sama, dia akan menikahkan putri kesayangannya dengan Pangeran dari Yan Bei. Ketegangan semakin memuncak, karena rasa permusuhan yang disembunyikan mulai terlihat jelas.     

Di hari ke-17 bulan kelima, sekelompok kavaleri yang ganas memecahkan kedamaian di dalam ibu kota. Konsul dari keluarga Batuha telah tiba. Ba Lei, adik termuda Batu Tua, menangis kencang saat memasuki istana. Dia melompat ke patung sang permaisuri di Lapangan Zi Wei dan kemudian menangis dibuat-buat. Setelah itu, dia dipanggil ke dalam Istana Sheng Jin. Karena kesetiaan dan cintanya pada negara, sang Kaisar memutuskan untuk menemuinya langsung.     

Malam itu, Zhuge Yue, dan tuan dari keluarga Wei, Wei Shuye, menerima surat dari wilayah Barat Laut. Zhuge Muqing menatap surat itu lama sekali, sebelum akhirnya dia meletakkannya di samping. Perlahan dia menggelengkan kepalanya. "Bilang saja kalau tuan muda sedang sakit dan tidak bisa meninggalkan rumah."     

Zhuge Yue merengut, "Ayah, mengapa?"     

Zhuge Muqing menjawab pelan, "Tujuan kita sudah tercapai. Tidak akan terlihat bagus kalau kita menerima campur tangan dari pihak lain lagi. Kekuasaan keluarga belum mapan, dan Lanxuan perlu lebih banyak waktu di dalam istana untuk mengukuhkan kekuatannya."     

"Kalau kita bisa menyelesaikan ini, sang Kaisar akan semakin bergantung kepada kita."     

Zhuge Muqing perlahan mendongak dan menjawab, "Yue Er, apa kamu masih belum mengerti? Apakah sang Kaisar memperhatikan kita atau tidak, bukan bergantung pada kontribusi kita, melainkan kekuatanmu. Jenderal Meng telah berkontribusi untuk kekaisaran selama beberapa generasi, tetapi sampai kini dia masih hanya seorang jenderal. Tanpa tanah tanpa harta. Para keluarga bangsawan dan keluarga kekaisaran terpecah karena kekuasaan dan wewenang, dan tidak ada cara untuk memperbaiki ini. Sebagai ayahmu, aku sudah mengajarkan ini padamu berulang kali."     

"Tapi …."     

"Mari jangan bahas ini lagi. Mulai hari ini, kita akan menutup pintu untuk semua pengunjung. Mari kita duduk dan tunggu hasilnya tiga hari ke depan."     

Kata-kata Zhuge Yue dipotong oleh ayahnya. Sebenarnya, yang ingin dia katakan adalah, "Bagaimana jika si bodoh Ba Lei tidak berhasil dan Yan Xun berhasil meloloskan diri dari ibu kota? Apa yang akan terjadi di ibu kota jika Yan Xun berhasil pulang ke Yan Bei dan memulihkan kekuasaannya?" Itu berarti seluruh kekaisaran melepaskan seekor singa yang suatu hari nanti akan kembali dan memburu semua orang.     

Dia juga ingin berkata kalau ayahnya sudah tua. Yang tersisa dari pandangannya yang mulai goyah hanyalah keuntungan untuk keluarga dan bukan untuk seluruh dunia. Kalau negara ini sudah tidak ada, apa jadinya keluarga Zhuge? Kalau Yan Xun benar-benar berhasil kabur, bagaimana dengan Chu Qiao? Apakah dia akan mengikuti Yan Xun dan pergi ke Yan Bei?     

Walau demikian, meskipun Ba Lei bodoh, tetapi masih ada Wei Shuye. Dengan berkurangnya kekuasaan politik mereka akhir-akhir ini, mereka pasti akan memanfaatkan kesempatan ini.     

Zhuge Yue perlahan menengadah dan bergumam pada dirinya sendiri, "Jangan mengecewakanku …."     

Hari selanjutnya, Wei Shuye membawa 18 orang pendekar ke kediaman milik Batu Tua, sementara Zhuge Yue sama sekali tidak hadir. Walaupun baru pertama kali berjumpa, Ba Lei dan Wei Shuye tidak canggung. Setelah duduk, jenderal muda Ba Lei mengangkat bibirnya dan mencibir. "Tampaknya keluarga Zhuge berencana untuk melewatkan kesempatan untuk berkontribusi kepada negara ini. Kesempatan untuk bersinar tersisa untuk kita berdua saja."     

Wajah Wei Shuye kaku karena dia tidak ingin berbasa-basi dengan Ba Lei. Dia langsung membahas topik utamanya, "Jenderal, anda sangat percaya diri, tidak seperti saya yang bodoh. Apakah anda sudah memiliki rencana?"     

Tersenyum bangga, Ba Lei menjawab, "Tentu saja!"     

Di hari ke-18 bulan kelima, ketika malam sudah sangat larut, gadis itu berdiri di depan peta. Dia berulang-ulang menyusuri rencana untuk lusa, dan akhirnya berkata, "Semuanya sesuai rencana, kecuali bagian ini di mana kamu menuju ke Kuil Leluhur di selatan kota. Aku tidak yakin ini aman."     

Mengangkat alisnya tetapi tidak berkata apa-apa, Yan Xun memberi tanda agar Chu Qiao melanjutkan.     

"Mengikuti urutan upacara, kamu harus menuju ke Kuil Leluhur untuk bersujud di hadapan para leluhur dahulu, sebelum mengikuti petugas upacara kembali ke istana dan menikahi sang tuan putri. Di bagian ini, tentunya kamu akan dilindungi oleh tentara, tetapi mereka tidak dapat diandalkan. Kalau seseorang berniat mengadang kamu di jalan ini, akan menjadi bencana."     

Yan Xun melihat peta itu dan dia berkata dengan suara mendalam, "Wilayah ini ada tempat terbuka dan dekat dengan Garnisun Utusan Barat Daya. Dengan kehadiran begitu banyak kelompok, begitu ada kejadian, pasukan besar akan muncul, memperparah kejadian tersebut. Apalagi, kita memiliki hubungan dengan Utusan tadi, dia tidak akan berani macam-macam."     

Menggelengkan kepalanya, Chu Qiao tidak setuju, "Kita harus memperhitungkan semua kemungkinan dan mengambil kemungkinan yang terburuk. Kita berdua tahu kalau Garnisun Utusan Barat Daya tidak menyatakan persekutuan baik denganmu ataupun Yan Bei. Kita harus memiliki rencana untuk berjaga-jaga."     

Yan Xun mengangguk dan mengangkat peta itu. Dia mulai merencanakan situasi yang mungkin terjadi dan cara mengatasinya. Begitu juga, Chu Qiao bergabung dengannya, bersandar di meja dan melanjutkan membuat rencana. Setelah sekitar 15 menit, mereka bertukar catatan. Hanya dengan melihat sekilas, mereka berdua tersenyum lega. Jika Kaisar Xia berani memainkan kartunya, maka seluruh Kota Zhen Huang akan dikorbankan!     

Dua hari berlalu tanpa ada kejadian penting. Pada hari ke-20 bulan kelima, seluruh Kota Zhen Huang dipenuhi kegembiraan, karpet sutra merah digelar dari gerbang Zi Jin, sepanjang jalan melintasi Jalan Jiu Wai, sampai ke gerbang Istana Timur. Kaisar Xia memperlihatkan wajahnya yang jarang tampil di umum, saat para pejabat, pedagang, dan warga kota berkumpul di sekeliling, mereka semua meneriakkan kata-kata penghormatan, dan bersujud untuk menunjukkan penghormatan dan pujaan. Ini adalah gambaran sebuah masa yang jaya dan makmur.     

Untuk acara khusus ini, banyak narapidana, selain yang melakukan pembunuhan, diberi pengampunan. Di Lapangan Zi Wei, para narapidana yang diampuni bersujud, memenuhi seluruh tempat itu. Saat kereta sang Kaisar tiba, mereka bersorak-sorak menunjukkan rasa terima kasih dan penghormatan mereka.     

Semua pejabat, baik sipil maupun militer, bersama dengan utusan dari berbagai tempat, bersujud di depan Gerbang Zi Jin dan kemudian mengikuti barisan kereta itu dalam parade. Parade itu berlangsung sampai sore, dan sebuah pesta besar diadakan di Istana Sheng Jin. Sampai larut malam, lentera yang berwarna-warni menyinari langit dengan warna-warna yang cerah dan semarak. Sorakan para warga sangat keras, dan bisa terdengar dari jauh. Tetapi saat sorakan itu terdengar sampai di lapangan, sekelompok orang, yang berpakaian rapi, menuju ke Kuil Leluhur dengan perlahan.     

Berbeda dengan sorakan di bagian dalam kota, wilayah di sekeliling Kuil Leluhur sangat sepi. Suara tepuk tangan yang terdengar dari kejauhan membuat tempat ini semakin terasa terpencil. Bulan bersinar redup, sementara lentera merah tua menerangi jalan. Yan Xun, yang juga memakai pakaian merah tua, duduk di dalam kereta dengan mata terpejam, menunggu kesempatan untuk menyerang. Setelah kereta bergerak sebentar, tiba-tiba mereka berhenti. Yan Xun membuka matanya dan merengut. Sisa-sisa keraguan sudah sirna dari hatinya.     

Kereta kuda itu sangat sunyi. Begitu juga, di luar pun hening tanpa suara. Seakan semua orang lupa tentang asal dan tujuan kereta kuda itu. Tentu saja, tak seorangpun tahu bagaimana pria di dalamnya sudah meninggalkan kereta kuda itu.     

Di balik sebuah rumah besar, beberapa petarung, dengan kaki kuda mereka dibungkus kain, menyambut pria yang sedang mendekat. AhJing turun dari kudanya dan menuntun Yan Xun ke kudanya dan berbisik, "Yang Mulia, semuanya sudah siap."     

Yan Xun mengangguk dan dengan cepat, melompat ke atas kudanya. Setelah itu, dia memacu ke arah Garnisun Utusan Barat Daya di ujung jalan. Di sana ditempatkan lebih dari sepuluh ribu tentara Yan Bei, dipindahkan ke ibu kota oleh sang Kaisar untuk menjaga ibu kota. Walaupun para prajurit itu bukan bagian dari sekutunya, berhubung mereka adalah bagian dari Yan Bei, Yan Xun memutuskan untuk melibatkan mereka ke dalam kekacauan ini. Sekarang, dia sedang menuju ke sana untuk meminta bantuan.     

Tiba-tiba, pedang-pedang berkilau di bawah sinar bulan yang lembut! Teriakan terdengar dan para penjaga Kuil Leluhur muncul dengan pedang di tangan mereka. Dengan gerakan yang begitu lincah, jelas mereka bukan penjaga sesungguhnya melainkan veteran di medan perang.     

"Yan Xun telah melakukan pengkhianatan! Bunuh dia!" Para penyerang itu, menghunus senjata mereka, menyerbu maju. Barisan pertahanan yang dibentuk pengawal upacara dengan mudah ditembus oleh para penyerang. Saat itu, pemimpinnya bereaksi dan berteriak, "Pembunuh!"     

[1] Bagian terpisah di dalam istana, tempat tinggal permaisuri dan para selir     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.