Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 80



Bab 80

0Yan Xun semakin mengerutkan alisnya, dan menghindari tatapan Zhao Chun Er. Dia sengaja berputar menyamping. Wajahnya terlihat semakin dingin dan tegas dari samping.     
0

"Chun Er, kembali!" Zhao Song berteriak marah.     

Zhao Chun Er tiba-tiba jatuh ke lantai, dan merangkak ke depan. Dia meraih jubah Yan Xun dan mulai menangis lagi, "Kakak Xun, jangan memberontak, kumohon!"     

Mata Zhao Song dipenuhi amarah. Dia berteriak, "Chun Er, apa yang kamu lakukan?" Sambil berkata demikian, dia mencambuk kudanya dan memacu ke depan. Di saat itu juga, pejuang dari Serikat Da Tong serempak maju ke depan, dan melindungi Yan Xun dengan pedang mereka, meneriakkan pekikan perang yang mengintimidasi!     

"Kakak Xun, Chun Er memohon padamu! Ayah akan membunuhmu! Dia akan mengirim orang untuk mengejarmu!" Zhao Chun Er meratap di tanah. Namun Yan Xun sama sekali tidak goyah, dan dia mengangkat kepalanya dan melihat ke langit, tidak menghiraukan jubahnya yang dicengkeram erat oleh Zhao Chun Er. Matanya agak tertutup rambutnya, tetapi ketika angin malam berembus, bisa terlihat di wajahnya yang keras ada sepasang mata bersinar di dalam kegelapan yang menunjukkan keputusan dan tekad yang tak tertandingi.     

Pada saat ini, terdengar suara pedang beradu di kejauhan, dan ledakan api keemasan terlihat di langit di atas sisi selatan kota. Yan Xun dan Chu Qiao menoleh ke bola api itu dengan tampang muram.     

"Divisi ke-19 telah menerobos masuk! Yan Xun, kalau kamu tidak mau lebih banyak orang tak bersalah mati bersamamu, cepatlah menyerahkan dirimu!" sambil mengayunkan pedangnya untuk memaksa para pejuang Da Tong mundur, Zhao Song berseru dengan lantang.     

"Yan Xun, kita tidak bisa menunda lebih lama lagi."     

Yan Xun berbalik dan mengangguk perlahan, dan langsung memutar kudanya. Tanpa keraguan, dia menuju ke sumber konflik. Zhao Chun Er, masih terduduk di tanah, kehilangan keseimbangannya dan terjatuh ke tanah. Chu Qiao dan para pejuang berbaju hitam mengikuti di belakang Yan Xun. Dari kejauhan, Chu Qiao masih bisa melihat Zhao Chun Er masih merangkak dan meratap sementara Zhao Song duduk tegak di atas kudanya di samping gadis itu, tangan pemuda itu menggenggam erat pedangnya. Angin dingin terus mengibarkan jubahnya, bahkan rambut hitamnya yang berantakan terlihat kesepian dan terasing.     

Persahabatan selama delapan tahun, pada akhirnya hanya sekilas mimpi, dan kembali menjadi abu. Sejak dia mengikuti Yan Xun ke dalam Istana Sheng Jin, hasilnya sudah ditakdirkan. Pangeran Ketiga Belas, aku telah mengkhianati persahabatan dan kepercayaanmu.     

"Hiyah!" Dengan teriakan pendek, Chu Qiao mencambuk kudanya dan melaju pergi. Meninggalkan bukan hanya kedua orang itu, namun juga kenangan delapan tahun itu di belakangnya. Matanya terpaku ke depan, di bendera perang Elang Besi yang hitam.     

Di Jalan Nan An, warga sipil yang rusuh sudah terkendali. Komandan Fang Baiyu dari Divisi ke-19 memegang pedang panjangnya dengan tubuh bermandikan darah, membunuh semua musuh sepanjang jalan bersama prajuritnya. Ke mana pun dia pergi meninggalkan kekacauan.     

Pembawa pesan bergegas melalui medan perang, membawa pulang potongan-potongan berita yang tidak menguntungkan. Yan Xun duduk di atas kudanya, tanpa suara dan tanpa ekspresi, dan tidak mungkin bisa menebak apa yang sedang dia pikirkan.     

Chu Qiao menyipitkan matanya dan bertanya, "Apakah masih belum cukup juga?"     

Yan Xun menjawab perlahan, dan menggeleng dengan tenang, "Belum cukup."     

"Sudah ada banyak korban jiwa!"     

"Aku tahu."     

Chu Qiao menarik napas dalam dan merengut. Dengan nada serius, dia menjawab, "Yan Xun, jumlah korban jiwa terlalu besar, pasukan Garnisun Utusan Barat Daya tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Kalau kita terus menunggu, mereka akan dilumpuhkan."     

Yan Xun membalas, "Divisi ke-12 dan ke-36 masih menunggu kesempatan di luar kota. Kalau kita mundur sekarang, mereka akan menyergap orang-orang kita. Kalau sampai itu terjadi, kepulangan kita ke Yan Bei tidak akan lancar, dan akan terus diserang oleh kekaisaran."     

"Walaupun begitu, kalau kita terus menunggu, korban jiwa kita akan menjadi terlalu parah! Merawat yang terluka dan mengatur jalur mundur akan membuat kekacauan di dalam pasukan kita sendiri."     

Yan Xun sedikit merengut, namun disusul dengan gelengan kepalanya. "Jangan khawatir, aku sudah punya rencana sendiri."     

"Yan Xun …."     

"AhChu, tinggalkan ibu kota sekarang."     

Chu Qiao terkejut, namun dengan cepat menjawab, "Aku tidak mau."     

"AhChu." Bahkan di tengah semua pembunuhan dan darah itu, pemuda itu bertampang lembut, dan berkata dengan halus, "Tinggalkan ibu kota terlebih dahulu, dan pergi ke Chi Shui untuk mengatur urusan penyeberangan sungai bersama dengan AhJing. Dia tidak terlalu pintar dengan hal semacam ini, aku khawatir."     

"Tidak, aku mau tetap bersamamu!" Chu Qiao menggeleng dengan keras kepala dan memaksa.     

Yan Xun kini berwajah keras dan menegurnya dengan tegas, "Chu Qiao, ini adalah masalah yang sangat penting, jangan bersikap kekanak-kanakan sekarang!"     

"Ada bahaya di semua tempat di dalam ibu kota, dan Divisi ke-12 dan ke-36 sedang mengincar kita, menunggu kesempatan untuk menyerang kapan saja, bagaimana bisa aku meninggalkanmu di sini untuk menghadapi ini sendirian!"     

Yan Xun tersenyum. "Bodoh, siapa bilang aku sendiri? Ada sepuluh ribu prajurit dari Garnisun Utusan Barat Daya, kamu tidak perlu khawatir tentangku!"     

Chu Qiao segera menjawab, "Mereka baru berpindah pihak, siapa yang tahu apakah mereka akan menyerah lagi? Bagaimana aku bisa memercayai mereka?"     

"Kalau Garnisun Utusan Barat Daya tidak dapat diandalkan, bahkan jika kamu tetap di sini, kita tidak bisa kabur dari takdir kita. AhChu, seseorang tidak boleh mengandalkan kepada orang yang mereka ragukan, dan tidak boleh meragukan orang yang mereka andalkan. Kalimat ini, adalah apa yang kamu ajarkan padaku."     

Chu Qiao melihat dengan curiga kepada Yan Xun, dan menyampaikan keraguannya, "Yan Xun, apakah kamu benar-benar memercayai mereka?"     

"Aku bukan memercayai mereka, aku percaya pada diriku sendiri!"     

Suara pekikan perang menembus langit malam lagi. Ini adalah gelombang serangan dan balasan yang lain. Anak panah menghiasi langit, dan kota itu dinodai warna darah. Jubah hitamnya masih berkibar, pandangan Yan Xun tajam bagaikan pedang, dan dia dengan damai mengamati pertarungan di hadapannya. Perlahan, dia menyatakan, seakan ini adalah fakta, "Selain bertahan di bawah saya, mereka tidak punya cara lain untuk menyelamatkan diri. Kalau bertempur sampai mati, mereka masih punya secercah harapan untuk selamat. Tetapi jika mereka menyerah kepada kekaisaran, mereka akan dicap sebagai pengkhianat baik oleh Yan Bei maupun Kekaisaran Xia."     

"Tetapi pertempuran ini terlalu berdarah. Aku mengkhawatirkan reputasi tentang kebaikan hatimu."     

"Kebaikan hati?" Yan Xun mendengus. "Ayah terlalu baik hati, dan itulah mengapa dia tewas di dataran tinggi Yan Bei. Aku akan memastikan diriku tidak menjadi seperti dia."     

Tiba-tiba, rasanya seperti wajah Yan Xun ditutupi oleh lapisan kabut hitam. Terkejut, Chu Qiao mengangkat kepalanya dan melihat ke arah pria itu, lalu bertanya dengan lembut, "Yan Xun?"     

Yan Xun menundukkan kepalanya, dan melihat ke arah Chu Qiao. Masih di atas kuda, dia merentangkan tangannya dan membungkus erat tubuh kecil gadis itu dalam pelukannya. "AhChu, percayalah padaku. Tunggu aku di Chi Shui. Kita akan pergi bersama."     

Angin semakin kencang, dan tiba-tiba Chu Qiao merasa merinding. Dia mengulurkan tangannya dan balas memeluknya, dengan suara bergetar. "Yan Xun, kalau terjadi sesuatu padamu, aku akan memastikan untuk membalaskan dendammu."     

Angin menyapu sepanjang jalan, dan pekikan perang dari kejauhan terdengar samar-samar. Rambut sehitam tinta terurai di wajah tampan Raja Yan Bei itu, saat dia mengangkat dagu gadis itu dengan satu tangan, dan tersenyum lembut. Saat mereka saling bertatapan, perasaan mereka untuk satu sama lain meluap. Delapan tahun bersama melalui hidup dan mati, hubungan mereka sudah diukirkan sangat dalam di jiwa mereka sejak dahulu.     

Mata Yan Xun sangat serius, dan dia berbisik, "AhChu, aku belum pernah mengatakan ini padamu sebelumnya. Aku hanya akan mengatakan ini sekali saja, jadi dengarkan baik-baik. Aku ingin berterima kasih karena kamu telah menemaniku selama bertahun-tahun ini di dalam neraka. Terima kasih karena tidak meninggalkanku di masa-masa kelam hidupku. Terima kasih karena selalu ada di sisiku. Kalau bukan karenamu, Yan Xun bukan siapa-siapa, dan mungkin sudah mati di malam bersalju delapan tahun lalu. AhChu, aku hanya akan mengucapkan kata-kata ini kali ini saja. Selanjutnya aku akan menunjukkan dengan tindakanku, dan menebusnya untukmu dengan sisa hidupku. Ada sesuatu di antara kita yang tidak perlu kita katakan untuk mengertinya. AhChu, kamu adalah milikku seorang, dan aku akan melindungimu. Aku akan pergi denganmu. Dari sejak aku menggandeng tanganmu delapan tahun lalu, aku tidak pernah berniat untuk melepaskannya."     

Chu Qiao perlahan menutup matanya. Angin malam membuat suara seperti ulat sutra, dan saat itu, hatinya terasa seperti daun murbei[1] yang perlahan digerogoti.     

Yan Bei, Dataran Huo Lei, Pegunungan Hui Hui ….     

"Yan Xun, aku tidak memiliki rumah. Karena kamu selalu ada bersamaku membuatku menganggap kampung halamanmu sebagai milikku juga."     

Pria itu menarik napas dalam-dalam, dan mempererat pelukannya. Hatinya bagaikan danau besar yang meleleh di tengah kehangatan musim semi. "AhChu, percayalah padaku." Dia menghela napas pendek. Dia tidak mengatakan harus percaya dia tentang apa, tetapi AhChu mengerti. Dia mengatakan dalam hati, tentu saja dia percaya Yan Xun. Kalau dia tidak percaya pria itu, siapa lagi yang bisa dia percayai? Di dunia ini, mereka hanya memiliki satu sama lain.     

"AhChu, ada sesuatu yang ingin kulakukan sejak lama."     

Wajah gadis itu yang putih bersih tiba-tiba merona merah, namun jelas ini bukan pantulan dari api peperangan. Dia mendongak dan tersenyum lembut. "Apa lagi yang kamu tunggu?"     

"Haha!" Raja muda itu tertawa dengan gagah, dan mendekat. Dengan lembut, dia menempelkan bibirnya ke bibir lembut gadis itu.     

Di saat itu, Chu Qiao menutup matanya, dan melepaskan pikiran dan perasaannya yang terkekang. Semua potongan dan serpihan emosi selama delapan tahun terakhir ini bergemuruh di dalam pikirannya. Sementara itu, di kejauhan, teriakan mengguncang bumi, dan semakin dekat dengan mereka, suara pedang beradu menggema. Seluruh Kota Zhen Huang gemetar di bawah langkah kaki mereka, dan terdengar seperti jeritan terakhir dari binatang buas yang sudah disudutkan. Istana Sheng Jin yang dihias dengan mewah itu telah ditelan api, bersama dengan menara-menara dan istana-istana emas yang mengelilinginya, semua tenggelam dalam kobaran api. Para tetua dan bangsawan kekaisaran yang korup itu menggosok mata mereka, tidak percaya apa yang mereka lihat.     

Delapan tahun lalu, tak seorang pun akan percaya kalau dua orang anak kecil yang lemah dan tak berdaya itu akan memiliki keberanian dan kekuatan sebesar ini. Kini, delapan tahun kemudian, tak seorang pun meragukannya, bahwa anak-anak di masa lalu telah tumbuh besar, dan mereka telah mengasah cakar mereka, siap untuk merobek tembok ibu kota demi melarikan diri dari tempat tak berakhlak ini dan memasuki dunia luar.     

"AhChu, tunggu aku!"     

"Tentu saja." Sambil melepaskan pria itu, senyum mereka di wajah Chu Qiao. "Kita akan berkuda di padang rumput di Dataran Yan Bei, melangkah ke dalam salju di Pegunungan Hui Hui. Aku akan menunggumu, Yan Xun!" Di tengah angin malam yang berkecamuk, dengan mendecakkan lidahnya, gadis muda itu mengisyaratkan kudanya untuk bergerak. Dengan satu pasukan pengawal, mereka bergegas menuju gerbang barat!     

Yan Xun duduk diam di atas kudanya dan pandangannya terpaku kepada Chu Qiao, yang perlahan menghilang ke dalam kegelapan malam. Di bawah langit malam, sosoknya bagaikan pohon tinggi yang berdiri sendirian di tengah dataran, tanpa sedikitpun tanda-tanda akan membengkok ataupun patah. "Sejarah tidak akan mengingat hal-hal kecil, hanya akan mengingat hasilnya. Dan hasil ini akan selalu ditulis oleh pemenang!"     

"Pangeran! Divisi ke-12 mulai bergerak, dan Divisi ke-36 juga mulai menunjukkan tanda-tanda pergerakan!" Seorang pengintai memacu maju di atas kudanya, dan Yan Xun mengangguk, sambil bergumam, "Sudah waktunya."     

Sebuah kilatan cahaya melesat di langit malam. Kembang api yang menyilaukan itu sangat mencolok, dan warna api yang biru langit itu menarik perhatian semua orang. Di padang yang sepi, sekelompok orang sedang bergerak cepat, namun saat melihat kembang api itu, semua orang berhenti.     

"Serangan balasan sudah dimulai." Wajah Chu Qiao tegang, dan dia bergumam pelan, "Yan Xun, berhati-hatilah. Hiyah!" Di padang rumput itu, gadis muda ini bergegas menuju tepi sungai Chi Shui. Sementara itu, di atas menara, seorang pria dengan wajah yang serius dan tegas, mengangkat secangkir arak dan berkata dengan bangga, "Para pejuang! Kejayaan Yan Bei kini ada di tangan anda! Orang-orang tua di Dataran Yan Bei bergantung pada kita. Jika kita kalah, mereka tewas bersama kita! Aku, Yan Xun, akan menunggu kemenangan yang kalian bawa pulang!"     

Puluhan ribu prajurit segera meraung menjawab, "Panjang umur Yang Mulia! Yan Bei tidak akan musnah!"     

"Yan Bei tidak akan musnah!" Teriakan yang memekakkan telinga bergaung di langit di atas ibu kota. Bahkan Istana Sheng Jin terlihat bergetar di bawah kekuatan pekikan perang ini. Yan Xun mencabut pedangnya, dan berteriak lantang, "Elang Perang Yan Bei, akan terbang melintasi seluruh daratan dan sungai. Kita tidak akan dikekang oleh apapun! Para pejuang, gunakan pedangmu untuk menunjukkan pada ibu kota yang tidak berguna ini, seperti apa semangat perang Yan Bei itu!"     

[1] Daun yang menjadi makanan utama ulat sutra     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.