Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 83



Bab 83

0Secara mengejutkan, kerugian-kerugian separah itu bukanlah masalah terbesar yang dihadapi kekaisaran. Setelah pertempuran itu, seluruh perekonomian Kota Zhen Huang lumpuh total. Di tengah teriknya musim panas, gunung-gunung mayat membawa wabah penyakit. Banyak bangunan yang terbakar habis dalam kebakaran itu, mengakibatkan sejumlah besar pengungsi yang tidak memiliki tempat tinggal. Bahkan para prajurit yang terluka harus beristirahat di pinggir jalan. Dan lebih parah lagi, hujan turun selama beberapa hari berturut-turut. Mayat-mayat yang belum dipindahkan terendam air dan membusuk dengan cepat, mengeluarkan bau yang tajam, dan lalat beterbangan.     
0

Sebelum Yan Xun pergi, dia memastikan kalau kebakaran itu menelan cadangan makanan di dalam kota. Para pedagang makanan juga sudah diserang oleh warga pada saat kerusuhan. Dalam bencana ini, Kota Zhen Huang bahkan tidak bisa menyediakan makanan bagi rakyatnya. Dalam setengah bulan, sejumlah warga mulai berjatuhan karena penyakit dan kelaparan. Selama masa perjuangan untuk bertahan hidup ini, warga yang sebelumnya damai, mulai menampilkan sisi gelap mereka dan perampokan sering terjadi. Beberapa bahkan mulai angkat senjata dan membentuk kelompok milisi bersenjata untuk merampok makanan.     

Sampai di satu titik, hanya dalam 2 hari, 30 kelompok prajurit yang diperintahkan untuk berpatroli di kota, menghilang tanpa jejak. Beberapa hari kemudian, barang-barang milik mereka—seragam, belati, sepatu— muncul di selokan. Di antara itu, terkadang ada benda-benda yang lebih pribadi atau menjijikkan, seperti pakaian dalam, dompet, atau potongan tubuh, bola mata, dan bahkan tulang ….     

Tidak ada setitik pun ketertiban yang tersisa di dalam ibu kota kekaisaran.     

Setengah bulan kemudian, para pengungsi yang semakin menggila mendobrak gerbang kota dan kabur dari kota tersebut. Keluarga kekaisaran Zhao melihat semua ini tapi tidak bisa berbuat apapun untuk membalikkan keadaan ini.     

Zhao Zhengde berdiri tak berdaya di reruntuhan Istana Sheng Jin dan tersenyum getir, sebelum pergi bersama kelompok pasukan bersenjata terakhir. Dikawal oleh Song Que, kereta kudanya bergerak pergi, menjauh dari kota yang sudah runtuh ini. Kekaisaran Xia memiliki sejarah lebih dari 300 tahun, dan ibu kota kekaisaran telah bertahan dari berbagai serangan musuh.     

Pada tahun 633, Pertahanan Ibu Kota Kekaisaran, Kaisar Bai Wei memimpin 8,000 pasukan kavaleri melawan 200,000 pejuang Quan Rong. Pengepungan ini berlangsung satu bulan penuh, dan mereka kehabisan makanan dan anak panah. Walau demikian, mereka menolak untuk menyerah. Akhirnya bala bantuan dari berbagai keluarga bangsawan tiba untuk memecahkan kepungan. Cerita ini menjadi legenda.     

Pada tahun 684, keluarga bangsawan Wo Long membelot, dan membuka Gerbang Bai Shui, membiarkan koalisi besar antara Kekaisaran Tang dan Kekaisaran Song untuk memasuki perbatasan tanpa perlawanan. Musuh langsung menyerbu ke jantung kekaisaran, dan mencapai Bukit San Li, yang berjarak tidak sampai 50 kilometer dari Kota Zhen Huang. Kaisar pada masa itu sedang memeriksa perbatasan di barat daya, dan di ibu kota hanya ada Pangeran Zhao Chongming yang baru berusia delapan tahun, dan sang Permaisuri, Muhe Jiuge. Pada saat itu, seluruh pejabat menyarankan untuk mundur, tetapi Permaisuri yang berumur 27 tahun itu berdiri di puncak menara pengawas selama 3 hari penuh bersama putranya, sampai mereka melihat bendera kekaisaran dikibarkan di Bukit San Li, setelah mereka berhasil mengusir musuh.     

Pada tahun 741, semasa Pemberontakan Chi Chao, gerbang kota dihancurkan sepenuhnya. Bahkan saat itu pun, keluarga kekaisaran Zhao tidak meninggalkan ibu kota satu langkah pun!     

Tahun 735 …. Tahun 761 …. Tahun 769 …. Tetap berdiri dengan keras kepala walaupun menghadapi berbagai pertempuran di atas padang rumput ini selama 300 tahun lebih, ibu kota ini akhirnya ditinggalkan oleh keluarga kekaisaran Zhao di pagi hari ke-9 bulan keenam. Mereka meninggalkan jantung kekaisaran, yang telah dipertahankan leluhur mereka selama lebih dari 300 tahun. Dengan menyedihkan, mereka mundur ke Kota Suci, Kota Yun.     

Sejarawan di masa depan memiliki opini yang berbeda-beda mengenai alasan diambilnya keputusan ini, namun mereka semua setuju kalau orang yang menyebabkan semua ini, tak lain adalah Raja baru dari Yan Bei, Yan Xun! Dengan kekuatannya sendiri, bersama 5,000 pejuang dari Serikat Da Tong, dia berhasil melakukan apa yang tidak bisa dilakukan oleh 200,000 pejuang Quan Rong, dan 580,000 prajurit dari koalisi Tang-Song! Seluruh benua Meng Barat gemetar karena kekuatan singa yang baru terbangun ini. Masa ini sudah jelas akan didominasi oleh Yan Bei, dan api peperangan baru saja dinyalakan kembali.     

Di pagi yang berawan, terompet perang dibunyikan dari atas menara pengawas Kota Zhen Huang. Matahari perlahan terbit dari kaki langit, namun kabut tetap bertahan, sepertinya akan segera hujan. Selusin prajurit, semuanya memakai baju perang berwarna hijau pucat, berdiri di atas menara pengawas itu, melihat ke kejauhan. Di sepanjang jalan yang kosong, tidak ada seorangpun yang terlihat. Sambil menghela napas, prajurit tua itu menurunkan terompetnya, dan berbalik badan.     

"Apakah masih tidak ada orang yang datang?" Terdengar suara yang mendalam. Terkejut, prajurit tua itu mendongak, dan melihat seorang pria yang berusia 20an, tampan dan muda. Memakai mantel hitam, dia menutupi pakaiannya agar tidak ada orang yang mengenali jabatannya. Walau demikian, prajurit tua ini bisa melihat bahwa pria ini seorang jenderal, dan berasal dari golongan yang berbeda dari dirinya.     

"Jenderal, tidak ada yang datang."     

Pria muda itu mengangguk diam, seakan sudah menduga hal ini. Dia mengamati prajurit tua yang tampak berusaha keras untuk menyokong beratnya baju perang itu dengan tubuh yang berusia 50 tahun. Bahkan ukiran divisi di bahunya sudah mulai pudar. Pria muda itu bertanya, "Divisi ke-19 seharusnya sudah pergi ke Kota Yun bersama sang Kaisar. Mengapa kamu tidak ikut?"     

"Jenderal, saya sudah terlalu tua. Saya tidak sanggup melakukan perjalanan panjang. Lebih baik saya memberi kesempatan kepada orang-orang muda." Sambil menghela napas, pria tua itu melanjutkan, "Saya mendaftar pada usia 14 dan menjadi pengurus kuda. Kemudian saya ditugaskan untuk menjaga kota ini. Saya sudah menjaga kota ini lebih dari 30 tahun. Bahkan saat kota ini diserang, walau semua warga melarikan diri, saya tidak bisa lari. Selama gerbang ini masih ada, saya harus di sini."     

Pria muda itu mengernyit, dan di dalam matanya terlintas emosi yang pelik, sementara tatapannya tetap terpaku pada prajurit tua itu.     

Pria tua itu tidak menyadari ini, dan melanjutkan, "Terlebih lagi, seluruh keluarga saya meninggal dalam pertempuran itu. Pergi ke Kota Yun sendirian tak akan berarti. Lebih baik saya tetap di sini dan mencari tubuh dari orang-orang yang saya kenal ataupun tetangga untuk dikuburkan. Manusia pada akhirnya harus kembali ke tanah!"     

Pemuda ini menundukkan kepalanya, dan ekspresinya terlihat sedih. Di belakangnya ada reruntuhan yang memanjang tanpa akhir. Sebelumnya, di sana berdiri rakyat dan bangunan-bangunan paling makmur, menara-menara paling megah, dan istana-istana paling mewah. Namun kini semua itu hanya tinggal sejarah.     

"Jenderal," prajurit tua itu mengangkat kepalanya, dan menggosok-gosok tangannya dengan gelisah, terlihat tidak tenang, "mengapa para bangsawan dan aristokrat itu tidak mengirimkan bala bantuan? Tuan Zhuge dan Tuan Wei semua pergi ke tanah mereka sendiri. Apakah kekaisaran akan terpecah? Apakah kita akan berperang? Kapan Pangeran Yan itu akan menyerang lagi?"     

"Tidak akan ada hari itu!" sebuah suara yang tenang keluar dari pria muda itu, perlahan namun tegas. Walaupun diucapkan dengan lembut, kata-kata itu dipenuhi dengan kepercayaan diri. Pria muda itu tampak yakin, dan nadanya terdengar teguh. Kata demi kata, dia menegaskan, "Kekaisaran tidak akan tumbang. Pasukan Yan Bei tidak akan maju kemari. Suatu hari, orang-orang yang pergi akan pulang kembali. Kota Zhen Huang akan kembali jaya seperti dahulu!"     

Pria tua itu tertegun dan melihat pria muda ini. Semua selentingan yang dia dengar beberapa hari terakhir langsung sirna dari pikirannya. Di saat itu juga, dia sepenuh hati memercayai ucapan jenderal muda ini. Cahaya kembali bersinar di matanya, dan dia bertanya dengan bahagia, "Betulkah? Mereka akan kembali? Kalau begitu bolehkah saya terus menjaga gerbang kota ini?"     

"Tentu boleh," pria muda itu menjawab. Sambil berbalik badan, dia tersenyum, memperlihatkan gigi yang putih berkilau. "Aku akan secara khusus mengizinkanmu untuk terus menjaga gerbang ini. Bahkan jika kamu hidup sampai umur seratus dan tidak bisa berjalan lagi, aku akan mengirimkan orang untuk membawamu kemari dengan tandu. Kalau kamu masih memiliki keturunan yang hidup, aku akan memberikan izin khusus ini kepada mereka untuk menjaga gerbang ini juga! Selama aku masih hidup, kekaisaran tidak akan runtuh!"     

Sambil berkata demikian, jenderal muda itu mencari-cari di bajunya dan mengeluarkan sebuah token perak. Di atasnya, ada ukiran halus berbentuk bunga bungur—bunga kebangsaan Kekaisaran Xia. Saat ini, benda itu terlihat begitu agung, namun begitu kesepian.     

"Benda ini akan menjadi bukti janji itu."     

Prajurit tua itu kegirangan, namun dia langsung merasa curiga dengan pemuda ini. Dengan cerdik, dia bertanya kepada pria muda itu dengan halus, "Jenderal, dari divisi manakah anda? Bolehkah saya tahu nama anda?"     

"Aku dari Kamp Kavaleri. Namaku Zhao Che."     

Prajurit tua itu sangat terkejut, dan bola matanya hampir copot dari lubangnya. Setelah beberapa detik, dia jatuh berlutut, dan memberi hormat berulang-ulang. "Saya sungguh buta. Yang Mulia, maafkan ketidaksopanan saya!"     

Tidak ada jawaban. Pria tua itu mengangkat kepalanya, dan melihat sosok di anak tangga menara pengawas itu. Sosok itu memegang pedang di satu tangan, dan langkah demi langkah, menghilang dari pandangan. Dari sudut matanya, dia melihat kilatan cahaya yang menyilaukan. Setelah memperhatikan, dia melihat bahwa cahaya itu dipantulkan dari token perak tadi. Ukiran bunga bungur yang mekar terasa hangat bagai matahari musim panas!     

Berabad-abad kemudian, arsip Kekaisaran Tang meninggalkan catatan sebagai berikut: Setelah pembalasan dendam oleh Serikat Da Tong, keluarga kekaisaran Zhao berusaha mengumpulkan semua keluarga bangsawan, namun tidak ada keluarga yang menjawab panggilannya. Tak berdaya, mereka hanya bisa meninggalkan ibu kota yang sudah hancur. Pangeran Zhao Che terus berjaga di ibu kota, sementara Pangeran Zhao Yang mengajukan diri untuk mengejar pasukan Yan Bei. Kekaisaran Xia menunjukkan tanda-tanda keruntuhan, karena mereka tidak bisa mempertahankan kendalinya atas tanah yang luas dan para aristokrat. Di bawah kepemimpinan dari Pangeran kita yang pintar dan bijaksana, Kekaisaran Tang menjadi kekaisaran terhebat di dunia, dan pusat perdagangan mulai bergeser ke kita. Pedagang dari Kekaisaran Xia kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah mereka, dan mulai pindah ke Kekaisaran Tang. Pangeran yang pintar dan bijaksana memperlihatkan kebijakan dan kepandaian yang tak tertandingi, dan juga keberanian dan kegagahan yang mengagumkan. Dia hanya bisa digambarkan sebagai seorang jenius yang diberkahi para dewa, dan rakyat merasa mereka sangatlah beruntung ….     

Banyak sejarawan yang tidak mempercayai catatan ini sepenuhnya, karena pemberontakan Yan Xun sama sekali tidak ada hubungannya dengan Pangeran Tang. Banyak yang lebih lanjut mengatakan bahwa bagian akhir dari catatan itu ditambahkan sendiri oleh Pangeran Li Ce, karena tulisan tangannya sangat berbeda. Kalau bagian awal bisa digambarkan sebagai tulisan tangan seorang ahli kaligrafi, maka bagian akhir catatan itu adalah sesuatu yang memalukan bahkan bagi orang yang belum berpengalaman dalam kaligrafi. Walaupun begitu, hal ini tidak menyangkal kebenaran dari bagian awal. Setelah pembalasan dari Serikat Da Tong, Kekaisaran Xia yang besar itu memang mulai menurun.     

Saat Kota Zhen Huang menghadapi bencananya, pasukan terakhir dari Yan Bei masih berkeliaran di sekitar Gunung Qiu Ping. Di padang yang luas itu, sekelompok prajurit yang berpakaian lusuh sedang menunggu dalam penyergapan. Walaupun perlengkapan mereka lusuh, mata mereka dipenuhi tekad, dan mereka bagai kawanan serigala, menunggu mangsa mereka dengan sabar.     

Walaupun para keluarga besar tidak membantu keluarga kekaisaran, mereka tetap memusatkan perhatian ke pasukan pemberontak Yan Bei. Saat ini, Chu Qiao baru merasa sedikit lega dengan keputusan Yan Xun untuk meninggalkan pasukan Garnisun Utusan Barat Daya. Keluarga Yan telah dibantai sepenuhnya oleh keluarga kekaisaran, jadi kebencian antara Yan Xun dengan keluarga kekaisaran adalah hal yang diketahui semua orang. Sedangkan Serikat Da Tong, merupakan organisasi yang dikenal seluruh benua sebagai pemimpin pemberontakan. Karena itu, satu-satunya kelompok yang dianggap sebagai pengkhianat negara adalah anggota pasukan Garnisun Utusan Barat Daya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.