Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 91



Bab 91

Chu Qiao bukan hanya meremehkan kebencian yang dirasakan Zhao Chun Er padanya. Dia juga meremehkan kebijaksanaan Zhao Che, dan juga posisi dirinya sendiri di dalam Kekaisaran Xia. Setelah Kota Zhen Huang mengeluarkan poster pencarian orang, Kekaisaran Xia, yang sebelumnya terpecah belah, tiba-tiba memiliki alasan untuk bersatu kembali. Berbagai tuan tanah menjawab panggilan ibu kota, mempersiapkan diri untuk pertempuran dengan melakukan pelatihan bela diri, menceritakan kisah perang dengan bersemangat, mengumpulkan pasukan, dan melakukan pawai yang mengagumkan. Semua ini seakan-akan mereka sedang siap-siap untuk berperang melawan pasukan raksasa, bukan sekadar melawan seorang wanita. Pasukan mereka, yang sebelumnya kehilangan semangat karena kalah dari pasukan Yan Bei, kembali menjadi bersemangat lagi. Menyanyikan lagu perang mereka, dan mendengarkan genderang perang, mereka berjalan keluar dari gerbang kota mereka dengan sorakan yang riuh, didampingi komandan mereka. Mereka bergerak menuju dataran yang luas itu untuk memulai perburuan yang sulit. Warga sipil yang tidak tahu, mengira pasukan Yan Bei telah menyerang, dan berlari meninggalkan rumah mereka dengan membawa barang-barang berharga mereka.     

Chu Qiao tahu bahwa ini bukan karena dia sangat terkenal. Sebenarnya, ini karena rasa takut pasukan Xia. Alasannya sederhana. Ketika ibu kota meminta bala bantuan pada pertempuran sebelumnya, tidak ada yang mengulurkan tangan dan mengirim bantuan. Saat ini, pasukan Yan Bei tidak berencana untuk kembali ke timur. Keluarga Zhao sudah menetap di Kota Yun, dan memulihkan posisi mereka. Berbagai pasukan yang ditempatkan di berbagai wilayah di dalam Kekaisaran Xia juga sudah kembali di bawah kendali Zhao Che. Masa kacau yang disebabkan oleh pemberontakan Yan Xun sudah mereda. Para keluarga bangsawan ingin mencari jalan aman bagi mereka sendiri. Dalam beberapa hari terakhir, para keluarga bangsawan seperti keluarga Mu dari Ling Nan, keluarga Zhuge dari Hua Xi, dan keluarga Wei dari Yin Chuan telah mengirimkan utusan untuk membawa sejumlah besar ransum menuju Kota Yun dan Kota Zhen Huang. Dalam keadaan ini, hanya orang bodoh yang tidak mempersiapkan jalan mundur bagi keluarga mereka.     

Maka, semua tuan tanah itu, yang tidak berani menyerang Yan Bei, mengarahkan sasaran mereka ke gadis muda ini, yang dengan lancang melarikan diri dari Pangeran Ketujuh dan Tuan Putri Kedelapan. Mereka percaya asalkan gadis ini tewas, pasukan Yan Bei akan terpecah. Bahkan para tuan tanah yang ditempatkan di berbagai provinsi, yang tidak dikabari oleh ibu kota, menunjukkan kesetiaan mereka dengan mengirimkan pasukan besar untuk ikut mencari, mereka semua berusaha keras menangkap gadis muda ini.     

Ini dilakukan oleh para tuan tanah untuk sang Kaisar. Namun, hal ini membawa masalah bagi Chu Qiao. Di saat ini, dia berada di perbatasan tenggara yang memisahkan Kekaisaran Xia dengan Kekaisaran Tang. Kudanya, kelelahan, mulutnya sudah mulai berbuih. Chu Qiao, tak berdaya, hanya bisa beristirahat untuk membiarkan kudanya istirahat dan memulihkan diri. Dia tidak nafsu makan, namun untuk mengisi tenaganya sendiri, dia memaksa diri untuk memakan sepotong ransum kering dan meminum air dingin, membuat perutnya merasa sangat tidak nyaman.     

Hari ini adalah hari keenam perjalanannya. Dalam dua hari lagi, dia akan memasuki wilayah Kekaisaran Tang. Namun, sebelum itu, dia masih harus melewati dua tempat yang dibawah pemerintahan gubernur, dilanjutkan dengan wilayah tak bertuan, yang penuh kekacauan. Setelah itu, dia akan mencapai jalur pertama di sisi utara Kekaisaran Tang—Jalur Bai Zhi.     

Selama ribuan tahun, Jalur Bai Zhi telah berfungsi sebagai kunci bagi kekuatan daratan timur untuk menahan serangan dari suku minoritas di utara. Banyak pertempuran yang terjadi di sana, dan tempat itu dijaga dengan ketat, bahkan lebih ketat daripada Jalur Yan Bei. Chu Qiao masih belum merampungkan rencana untuk melewatinya.     

Saat pikirannya melamun, suara kaki kuda bergema dari kejauhan. Chu Qiao terkejut dan melihat ke kejauhan. Wajahnya berubah.     

Lebih dari seratus ekor kuda mendekat dari kejauhan. Ini tidak seperti di wilayah barat laut, di mana pasukan musuh menunggunya untuk menyerah. Hutan ini rimbun, dengan tebing-tebing tinggi. Tanpa semua itu, persembunyiannya tentu sudah ketahuan. Chu Qiao menggertakkan giginya dan melompat ke atas kudanya, menunggang ke kejauhan.     

Dia mengikuti sungai selama lebih dari satu setengah kilometer. Saat dia baru bernapas lega, terdengar suara derap kaki kuda lagi. Chu Qiao cemberut, lalu ia segera mengambil 2 buah batu besar, dan mengikatkannya di punggung kudanya. Dia menepuk bokong kuda itu, menyuruhnya untuk pergi.     

Kuda ini telah mengikutinya selama bertahun-tahun. Mereka telah melalui banyak hal bersama, dan sudah memiliki ikatan yang kuat. Kuda itu berlari beberapa langkah, lalu berhenti dan menoleh ke belakang, melihat Chu Qiao, sambil menggoyangkan ekornya terus.     

Chu Qiao mengambil tasnya dan berjalan menuju ke hutan. Saat dia mulai berjalan, kuda itu mengikutinya dari belakang. Gadis muda itu merengut, lalu menebas leher kuda itu dengan pisau. Kuda perang itu terkejut, meringkik panjang dan kemudian berbalik dan melarikan diri! Saat suara kaki kuda mulai menghilang, Chu Qiao menarik napas dalam-dalam, lalu ia mengambil tasnya dan mulai berjalan ke dalam hutan yang rimbun itu.     

"Penguasa enam lautan, memengaruhi Ande Bang. Jalan Suci dari kekaisaran, dilambangkan oleh kebajikan, kejayaan dan kejatuhannya …."     

Saat itu pagi hari di musim semi. Udaranya segar. Suara seseorang yang sedang membaca menggema di sepanjang jalur pegunungan yang kehijauan. Dari kejauhan, seorang pelajar sedang duduk di atas keledai, memegang buku yang agak berjamur, dan membaca sambil menggoyangkan kepalanya. Cuaca sedang bagus. Hujan baru saja berhenti, meninggalkan aroma segar yang masih tercium di udara. Liang Shao Qing menutup bukunya dan perlahan melihat ke atas, sedikit menyipitkan matanya. Kebaikan terpancar dari wajahnya yang muda dan tampan. Dia mengulurkan tangannya, membuka telapaknya, dan memperlihatkan butiran-butiran beras di tangannya. Seekor burung kuning mendarat di telapaknya dan mematuk butiran beras itu sambil sesekali mengintip wajah Liang Shao Qing yang tidak berbahaya.     

"Langit sedang baik hati. Pergilah, dan jangan sampai tertangkap oleh pemburu burung lagi."     

Burung itu memutarinya, namun tidak pergi. Sinar matahari yang terang menyinari wajah pemuda itu, menghiasi penampilannya yang lembut.     

Di saat itu, suara pertarungan terdengar dari kejauhan. Pelajar itu terpaku, ia menajamkan telinganya untuk mendengarkan. Dia merengut, berkata pada dirinya sendiri, "Keselamatan yang paling utama. Jangan ikut campur urusan orang lain."     

Saat menyelesaikan kalimatnya, dia mengangguk dengan yakin, seakan-akan berusaha meyakinkan dirinya bahwa dia benar. Dia berbalik badan untuk kembali ke jalurnya semula, untuk menghindari terlibat dalam masalah yang tidak perlu ini. Namun, setelah berjalan dua langkah, dia berhenti lagi. Bagaimana jika ada orang lemah yang sedang ditindas? Dia seorang pria terhormat, ini melawan prinsipnya jika ia duduk diam dan tidak berbuat apa-apa. Saat dia sedang mempertimbangkan tindakan selanjutnya, pelajar itu duduk di atas punggung keledai dan berpikir mendalam.     

Suara pertarungan terus berlanjut; begitu juga pertarungan di dalam hati Liang Shao Qing. Dia takut masalah, namun dia merasa tidak benar untuk mengabaikan hal ini. Setelah cukup lama, pelajar muda itu menggertakkan giginya. Dia berpikir pada dirinya sendiri, mungkin ini dua orang petani yang sedang bertarung. Jika dia pergi melerai, mereka akan berdamai satu sama lain. Bahkan jika keadaan memburuk, dia bisa melaporkannya pada pihak berwenang tanpa perlu terlibat dalam masalah. Maka, dengan rencana untuk mengintip apa yang sedang terjadi, pria itu menepuk keledainya dan berkata, "Xiao Qing, mari kita lihat sejenak."     

Namun langit tidak memberkahi orang baik. Di saat ini, burung kecil tadi, yang terbang berputar-putar dan menunggu diberi beras lagi, menjadi tidak sabar. Dalam kegilaan sesaat, burung itu mematuk kelopak mata si keledai. Xiao Qing terkejut, dan menjerit lalu berlari ke depan!     

"Ah! Xiao Qing! Xiao Qing! Apa yang kamu lakukan? Ini jalan yang salah! Perlahan sedikit!"     

Angin bertiup melewati telinganya. Liang Shao Qing menggenggam erat leher keledai itu, merasa pusing. Pepohonan berkelebat di matanya. Liang Shao Qing tidak tahu kalau keledainya sanggup berlari secepat ini. Saat dia menghela napas tak berdaya, keledainya mengeluarkan jeritan tajam dan berhenti tiba-tiba.     

Sunyi! Sunyi senyap!     

Aroma logam tercium di udara, bersama dengan aroma penjagalan babi. Liang Shao Qing perlahan melepaskan tangannya. Dia mendongak dan membuka matanya. Dengan sedikit waspada dan rasa takut, dia mengamati sekelilingnya.     

Semua orang menghentikan yang sedang mereka lakukan. Prajurit-prajurit yang berlumuran darah berbalik badan dan menatap aneh tamu tak diundang ini, termasuk juga gadis yang mereka kepung di tengah. Setelah dua hari pengejaran, dan lebih dari sepuluh pertempuran, orang-orang ini sangat kelelahan. Di saat ini, gerakan sekecil apapun bisa memancing naluri dasar mereka. Hadiah besar sudah di depan mata. Masalahnya adalah siapa yang sanggup bertahan hingga akhir. Maka, tanda-tanda bala bantuan musuh menjadi sangat penting.     

"Saya … hanya menumpang lewat." Liang Shao Qing menyengir, melihat ke pedang berdarah di tangan semua orang. Bergidik, dia menjelaskan, "Aku …. Keledaiku terkejut dan dia menyasar sampai kemari. Maaf mengganggu kalian. Saya akan pergi sekarang, sekarang juga. Silakan lanjutkan."     

Liang Shao Qing duduk tegak, bersiap meninggalkan tempat mengerikan ini. Saat dia berbalik, dia melihat gadis yang dikepung pasukan itu. Kelopak matanya berkedut dan tubuhnya menggigil. Pada saat itu, dia tidak ada waktu untuk memperhatikan penampilan gadis muda itu. Dia hanya melihat sepasang mata, sepasang mata yang jernih. Gadis itu melihat dia pergi, memberinya tatapan dingin yang membuat sekujur tubuhnya merinding.     

"Gadis bodoh, menyerahlah. Kalau kamu terus begini, bahkan jika kamu tidak mati di tangan kami, kamu akan mati karena pendarahan," pimpinan pasukan itu berkata dengan dingin. Chu Qiao mengambil beberapa langkah berat. Musuhnya sangat ahli melacak. Chu Qiao sedikit ceroboh, dan itu sudah cukup untuk membuat dia kesusahan dengan musuh ini. Selama dua hari ini, walaupun dia membunuh lebih dari 30 musuh, namun dia kelelahan karena tidak makan. Dia sudah tidak punya tenaga untuk bertarung. Saat ini, dia hanya didorong oleh keberaniannya saja. Tangannya perlahan meraba pisaunya. Dia menarik napas dalam, bersiap untuk pertempuran terakhir dengan pasukan lawan.     

"Tampaknya kamu tidak mau memilih jalan yang mudah!" pria itu berkata dingin. "Saudaraku! Ayo! Kita akan segera menikmati hidup enak! Mari kita bunuh dia di sini!"     

Dengan suara pedang beradu, pertarungan pun dimulai lagi! Di saat ini, terdengar suara teriakan. Pria itu, dengan suara nyaring, berteriak, "Berhenti!"     

Dalam sekejap, semua orang terperangah. Mereka menoleh ke arah sumber suara teriakan, namun menjadi terdiam.     

Pelajar muda tadi sudah kembali di atas keledainya. Walaupun dia pucat dan ketakutan, dia mengumpulkan sedikit keberanian dan berkata, "Kalian semua, menindas seorang gadis. Ini sangat konyol!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.