Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 45



Bab 45

0

Chu Qiao tidak dapat menahan rasa tercengangnya dan berkata, "Ji Wenting pasti menghabiskan cukup banyak kali ini."

0

Yan Xun berbalik dan berjalan ke arah mejanya tanpa menjawab.

"Baiklah, kalau begitu saya keluar dahulu."

"Tunggu sebentar." Seakan dia baru teringat sesuatu, Yan Xun memberikan sebuah paket pada Chu Qiao dan berkata, "Aku hampir lupa, Zhao Song mengirimkan orangnya untuk membawakan paket ini kemari."

Chu Qiao mengambil paket itu dan menimangnya di tangan, langsung menyadari apa isinya. Saat dia mau pergi, Yan Xun bertanya, "Apakah kamu tidak mau membukanya untuk melihat apa isinya?"

"Ini adalah mantel bulu dari orang-orang Si Se Ee. Dia bilang padaku bahwa dia akan memberikan ini padaku kemarin. Aku tidak menyangka akan dikirim kemari."

"Oh." Yan Xun mengangguk dan berkata, "Ayahku memiliki memiliki hubungan yang erat dan baik dengan orang-orang Si Se Ee di masa lalu. Namun, pada saat ada beberapa daerah yang mengalami pergejolakan, kita berada dalam situasi yang khusus. Walaupun itu hanya sebuah mantel, tetapi bisa menimbulkan kecurigaan."

"Aku mengerti." Chu Qiao mengangguk dan berkata, "Aku sudah memikirkannya sejak lama. Aku tidak ingin menolak Yang Mulia Ketiga Belas. Kamu tahu bahwa dia orang yang berhati baik."

"Kamu selalu bertindak dengan hati-hati. Aku tidak pernah perlu mengkhawatirkanmu. Sudah larut, istirahatlah dengan baik."

"Baik, kamu juga segeralah istirahat." Chu Qiao menjawab dan berjalan keluar.

Setelah beberapa saat, AhJing bergegas masuk ke dalam ruangan dengan gelisah dan bertanya kepada Yan Xun, "Yang Mulia, mengapa Nona membawa pakaian itu? Tuan Wu membawakan pakaian langka itu jauh-jauh dari Bei Ming Yuan. Bukankah Pangeran berencana untuk memberikannya kepada Nyonya Shang dari Dong Yue sebagai hadiah ulang tahun?"

Yan Xun terus terpaku pada bukunya dan dia menjawab ringan, "Cari saja satu lagi. Kalau kamu tidak bisa, berarti tidak ada hadiah untuknya." AhJing terkejut. Sebelum dia bisa bereaksi, Yan Xun sudah meninggalkan meja, menuju tenda sisi dalam untuk tidur.

Salju bertiup di luar tenda. Malam itu, selain kemah Yan Xun, tidak seorang pun yang bisa tidur nyenyak. Walaupun pilar utama dari kekuatan klan Muhe sudah tumbang, acara perburuan yang diadakan oleh keluarga Kekaisaran Xia tetap lanjut sesuai rencana.

Lokasi Zhen Huang terletak di dalam Dataran Hong Chuan, dan Sungai Chi Chui mengalir melaluinya. Wilayahnya sangat luas dan tanpa batas, memanjang sejauh mata memandang. Dataran ini memang tempat yang bagus untuk berburu maupun berkuda. Di bawah langit malam yang penuh bintang, berbagai api unggun terlihat di seluruh dataran bersalju yang luas, menerangi lokasi perkemahan yang menjangkau beberapa mil. Cuaca malam itu bagus, karena tidak berangin atau pun salju. Suhu sedang meningkat karena puluhan ribu pasukan elit Kekaisaran tersebar di area perburuan, memanggang daging dan berkuda, bertanding memanah dan adu pedang, minum dan menari. Suasana sangat ramai. Yang terdengar hanya suara-suara puisi dan kecapi rumput. Udara dipenuhi aroma daging perburuan yang dimasak.

Chu Qiao memakai mantel bulu seputih salju dan sepatu bot putih saat menunggangi kudanya, rambutnya diikat sederhana ke belakang dengan sebuah topi musang, hanya menampilkan wajahnya yang mungil dan halus. Matanya yang memesona bersinar bagai bintang di langit malam.

Yan Xun berputar untuk menghadapnya dan memperhatikannya dari atas ke bawah. Dia tertawa dan berkata, "AhChu juga sudah dewasa."

Gadis remaja itu menaikkan alisnya saat dia menatap Yan Xun. "Memang kamu lebih tua berapa tahun? Berhentilah bersikap seperti kamu adalah orang tua di hadapanku."

Yan Xun tertawa. Saat dia mau mengatakan sesuatu, dia mendengar suara kaki kuda berpacu cepat ke arahnya. Zhao Song, dengan mantel hijau pinusnya, berteriak sambil menunggang ke arah mereka, "AhChu, AhChu!"

Yan Xun cemberut. Dengan nada tak senang, dia berkata, "Mengapa dia memanggilmu begitu?"

Chu Qiao mendengus pelan, "Dia belajar dari kamu."

Bersama 20 anak buahnya, Zhao Song memacu mendekat seperti angin, tersenyum sambil menyapa mereka, "Kalian juga sedang di sini."

"Semua orang sedang di pesta api unggun ini." Suara Yan Xun masih hangat dan lembut, tetapi nadanya terasa seperti sedang mengadang mereka dari ribuan kilometer jauhnya.

Chu Qiao berputar menghadapnya, memberinya pandangan bingung sambil sedikit cemberut. Untungnya, Zhao Song tidak menyadari sikap permusuhan dalam suara Yan Xun, dan dia melihat Chu Qiao dari kepala sampai kaki. Dia berkata, "AhChu, kenapa kamu tidak memakai mantel bulu yang aku berikan? Apakah tidak cukup hangat?"

Chu Qiao mengangguk dan tersenyum hangat. "Mantel itu memang hangat. Namun, malam ini tidak terlalu dingin, itulah mengapa aku tidak memakainya."

"Oh," Zhao Song mendadak menyadarinya dan mengangguk. Dia memuji Chu Qiao, "Tapi kamu tetap terlihat bagus dengan mantel ini."

"Saya dengar dari AhJing, pertandingan menunggang kuda dan menembak sedang berlangsung. Yang Mulia Ketiga Belas, apakah anda tidak mau menonton?" Yan Xun tiba-tiba berkata dari samping mereka.

Zhao Song tertegun dan pipinya mulai merona. Bagaimana mungkin dia bilang bahwa dia menyerah di pertandingannya dan lari sampai ke atas sini hanya karena dia melihat Chu Qiao? Dia mulai bergumam, "Itu tidak terlalu menyenangkan. Lagi pula, aku sudah mulai bosan. Lebih baik mengagumi pemandangan yang beku sejauh berkilometer dari atas sini. Ini tempat yang lebih cocok untuk beristirahat."

"Benarkah?" Yan Xun mendadak tersenyum dan berkata, "Kebetulan sekali. Kami ingin turun untuk menonton. Karena Yang Mulia Ketiga Belas ada di sini, tadinya kami ingin mengajakmu bergabung dengan kami. Tetapi sayangnya kami tidak memiliki kesempatan itu."

"Ah?" mata Zhao Song membelalak karena dia membeku karena terkejut. Lidahnya kaku dan dia terbata-bata mengatakan, "Kalian sedang mau turun?"

Chu Qiao merasa canggung, dan dia diam-diam menarik lengan baju Yan Xun. Siapa yang menyangka pria itu memanfaatkan kesempatan ini untuk menggenggam tangannya erat? Dengan tangan sebelahnya lagi, dia menarik tali kekang dan berkata, "Kami tidak akan mengganggu istirahat anda, Yang Mulia." Setelah itu, dia memacu kudanya pergi bersama Chu Qiao.

"Hei! Hei!" Teriak Zhao Song. Tetapi dia hanya bisa melihat mereka menghilang dengan meninggalkan jejak debu.

"Apa yang kamu lakukan?"

Yan Xun tetap diam, melihat ke Chu Qiao dengan tetap mengunci bibirnya. Dia tampak senang. Ketika Chu Qiao melihatnya, perasaan kasihan terhadap Zhao Song mulai menghilang.

Sudahlah, sudah lama sejak Yan Xun bersikap kekanak-kanakan dan bahagia seperti ini.Sambil menghela napas, dia tidak punya pilihan lain selain mengikuti Yan Xun dari belakang.

Pada saat itu, suara renyah dari kaki kuda terdengar sekali lagi. Baik Chu Qiao maupun Yan Xun membeku. Ketika mereka menoleh ke belakang, yang mereka lihat adalah Zhao Song, memimpin serombongan orang, memacu mengejar mereka. Dia berpura-pura terkejut dan berkata, "Oh, kalian juga di sini?Anginnya terlalu kencang di atas sana, aku ingin turun untuk menyalakan api. Karena kalian di sini, mari kita jalan bersama."

Bahkan dengan sikap sopannya, Yan Xun tidak bisa menyembunyikan wajahnya yang menggelap. Chu Qiao diam sejenak lalu tertawa lepas. Zhao Song sadar bahwa alasan dia terlalu dipaksakan. Dia tertawa dan berlari ke depan, seakan-akan dia pemandu jalan untuk Yan Xun dan Chu Qiao.

Perkemahan yang besar itu dipenuhi suara tawa. Api unggun ada di mana-mana, dan aroma daging yang dimasak memenuhi udara. Mereka bertiga berjalan ke dalam keramaian dengan iring-iringan di belakang mereka, namun itu tidak terlihat terlalu mencolok.

Tenda kerajaan menduduki area yang luas dan ditutupi dengan bulu rusa barat laut. Bubuk emas yang diambil dari laut hitam, dilukiskan di atasnya dengan mutiara hiu sebagai hiasan. Seekor naga disulamkan ke atas tenda, dengan mutiara sebagai matanya. Naga itu berwarna merah cerah dengan cakar yang tajam. Dua buah tong besar berisi minyak ditempatkan tepat di depan tenda. Api yang menyala di dalamnya sangat terang dan menyilaukan. Di atasnya, bendera yang tinggi berkibar dengan bangga. Penjaga Kekaisaran mengelilingi tenda itu dan memakai baju baja yang berkilau. Dari kejauhan, tenda berwarna kuning terang itu bagaikan naga timur yang bersiap menyergap dari dalam kegelapan, memancarkan aura yang kuat. Keagungannya tak tertandingi. Energi Kekaisaran menggelora darinya, mengadang kegembiraan tak terkekang yang terjadi di sekelilingnya.

Tiba-tiba, ada kegaduhan di kejauhan. Berjalan mendekat, ada lebih dari 20 pria kekar yang telanjang dada, sedang bergulat di salju. Sambil bergulat, mereka meraung. Seorang gadis di atas kuda, memakai pakaian berkuda berwarna merah menyala dengan sebuah mantel merah di bahunya. Dia tampil anggun dan elegan, menembakkan tiga buah anak panah bersamaan, semuanya tepat mengenai sasaran yang berjarak 100 meter darinya.

Kerumunan langsung bersorak. Gadis muda itu menurunkan busurnya dan melihat ke arah penonton dengan bangga. Mendadak, dia melompat dari kudanya ke atas bahu seorang pria kekar. Menjulurkan cambuknya, dia mencambuk pria-pria lain sambil tertawa. "Aku bersamanya, kalian semua, serang!"

"Zhama?" Chu Qiao mengerutkan alisnya dan menoleh ke arah Yan Xun. Mereka berdua sudah sangat mengerti satu sama lain. Yan Xun segera sadar apa yang Chu Qiao khawatirkan. Dengan satu anggukan, mereka berdua berbalik dan berusaha pergi.

"Berhenti di sana!" sebuah teriakan menggelegar! Cambuk merah memecut di depan mereka dalam sekejap. Chu Qiao bereaksi dengan cepat, menangkap cambuk itu dengan tangannya, lalu memutarnya di pergelangan beberapa kali. Ketika mereka berdua menarik cambuk itu, cambuk yang tipis itu menjadi tegang!

"Baru sampai sudah mau pergi? Pangeran Yan, apa kamu itu seekor kura-kura?" Gadis itu melompat ke tanah. Penonton menyebar, membuka jalan. Para saudara dari klan lain diam-diam senang atas kemalangan mereka, tertawa riang sambil terus menonton.

Keluarga Batuha di wilayah barat laut selalu menjadi musuh dari klan Yan di Yan Bei. Gadis ini adalah putri yang paling dimanja oleh Batu Tua. Kedudukan dia di wilayah barat laut lebih tinggi dari Pangeran Zhalu. Sejak dahulu dia selalu sombong. Sekarang dia berhadapan dengan Putra Mahkota dari Yan Bei, yang keluarganya telah dimusnahkan, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Tuan Putri Zhama." Yan Xun berbalik dengan wajah pucat. Dia berkata, "Sudah lama sekali."

"Betul," Zhama tertawa riang dan berkata, "Sejak garis keturunan Yan Bei dibantai, aku belum pernah melihatmu lagi. Kudengar kamu menjadi seekor kura-kura di dalam Istana Sheng Jin di ibu kota. Kukira aku sudah tidak ada kesempatan untuk melihat Putra Mahkota Yan lagi. Para Dewa sedang bermurah hati dan memberiku kesempatan untuk bertemu lagi dengan keturunan klan Yan, yang pernah menguasai daerah utara."

"Zhama! Jaga ucapanmu!" Zhao Song melangkah maju dan berkata dengan nada dalam, "Kita sedang di tempat umum. Kenapa seorang gadis berbicara begitu kasar? Apa Batu Tua tidak mengajarimu?"

"Kamu tidak pantas mengajariku tentang bagaimana ayahku harus mendidikku! Jangan kira kau bisa meninggikan suaramu padaku, hanya karena Wei Fa mendukungmu!"

"Adik, apakah ada yang mengganggumu?" Sebuah suara yang kokoh terdengar dari belakang mereka saat Zhalu melangkah maju. Tubuhnya sangat besar; sulit dipercaya kalau mereka berdua dilahirkan oleh ibu yang sama.

"Tidak." Zhama berkata dengan lantang, "Mereka tidak mampu menggangguku."

"Kamu …."

"Yang Mulia Ketiga Belas, pesta akan segera dimulai, mari pergi." Yan Xun merangkul Zhao Song, yang sedang terbakar emosi. Pandangannya diam dan wajahnya tenang saat dia mengajak mereka pergi.

"Kamu sudah mau pergi?" Zhama tertawa dingin dan membentak, "Kamu harus permisi dahulu dengan anak panahku!" Zhama menarik sebuah panah dari pinggangnya dan menarik busurnya, panah itu ditujukan tepat ke punggung Yan Xun.

Pada saat itu, gadis di sisi Yan Xun berbalik menghadap Zhama bagaikan angin puyuh, mantel putihnya yang besar mengepul di belakangnya. Dia mengulurkan tangannya secepat bayangan, dan jarinya bagaikan jaring, menangkap ekor panah. Dengan satu kibasan, dia melempar panah itu. Gerakannya ganas namun anggun. Dengan suara retakan yang garing, panah tajam itu menancap di busur Zhama. Busur panjang yang terbuat dari kayu dan besi itu pecah menjadi dua bagian, jatuh berdebum ke tanah. Semua orang membeku karena terkejut. Tak seorang pun berbicara. Benar-benar sunyi.

Chu Qiao sedang memakai mantel bulu panjang, dan kulitnya putih. Tatapannya yang tenang tertuju pada Putri Zhama yang pucat saat dia berkata ringan, "Pedang dan belati tidak punya mata. Tuan Putri, anda harus berhati-hati." Setelah berkata demikian, dia berjalan ke arah Yan Xun.

  1. Ejekan untuk pengecut yang selalu bersembunyi seperti kura-kura di dalam tempurungnya

Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.