Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 31



Bab 31

0

Malam itu begitu memukau. Awan tebal telah hilang dan sinar bulan terlihat begitu terang. Zhuge Yue meletakkan panahnya perlahan-lahan, berdiri di sana untuk waktu yang lama melihat kereta dari Istana Sheng Jin bergerak semakin jauh.

0

Malam yang panjang ini akhirnya akan berakhir.

Matahari telah terbit. Sinar matahari memasuki ruangan dari jendela yang terletak tinggi, menunjukkan bintik-bintik debu yang beterbangan di udara. Suara berdecit lembut bisa terdengar di latar belakang. Orang yang tidak memperhatikan akan berpikir bahwa suara itu berasal dari tikus yang berkeliaran di rerumputan.

Chu Qiao bersandar di dinding dan menutup matanya, jatuh tertidur. Namun, di belakang punggungnya, tangannya bergerak sedikit, menggunakan batu kecil untuk menggores dinding.

Matahari terbit dan terbenam dengan cepat. Suara di luar perlahan mereda. Kota yang makmur itu diselimuti kegelapan. Para sipir penjara berpatroli dua kali dan pergi tidur, sambal menguap. Saat itu sudah larut malam dan bulan telah bersinar tinggi di atas langit. Dengan bunyi gedebuk, sebuah batu besar mendarat di rumput.

"Yan Xun …." Suara lemah terdengar perlahan, namun cukup nyaring di dalam sel penjara yang sunyi.

Chu Qiao berbalik dan melihat sel di dekatnya, melihat seorang pria muda berpakaian putih, bersandar di dinding seberang. Kakinya terulur dan dia duduk di atas rumput kering yang kotor, matanya tertutup dan terlihat tidur lelap.

"Yan Xun," Chu Qiao berbisik dengan perlahan.

Bulu mata pemuda itu bergerak sedikit. Dia membuka matanya dan mengamati sekitarnya. Dia melihat mata jernih anak itu di depannya. Dipenuhi kegembiraan, dia merangkak ke lubang, berkomentar, "Gadis, kamu sangat pintar."

"Idiot!" Chu Qiao mendesis, "Jaga suaramu jangan sampai ada yang mendengarmu."

"Oh," Yan Xun menirunya dan mengamati sekelilingnya. Dia berbalik dan tertawa dengan cara konyol, mengungkapkan giginya yang putih berkilauan. "Gadis, jangan takut. Ayahku akan mengirim orang untuk menyelamatkan kita. Orang-orang ini tidak akan berani melakukan apa pun pada kita."

"Mmm." Chu Qiao mengangguk dengan suram, tidak menjawabnya.

Yan Xun mengerutkan kening. "Hei, kamu tidak percaya padaku?"

"Aku tidak akan berani." Chu Qiao menjulurkan lidahnya, cemberut. "Ayahmu akan menyelamatkanmu. Sedangkan aku tidak memiliki kerabat yang sehebat itu."

Yan Xun tertawa. Matanya berkilauan seperti bintang di langit. "Jangan khawatir. Aku tidak akan meninggalkanmu. Kau bisa mengikutiku di masa depan, aku akan melindungimu."

Perasaan hangat menyelimuti seluruh tubuhnya. Anak berusia delapan tahun itu tertawa dan tersenyum cerah, mengangguk. "Kau harus mentraktir aku makanan yang enak ketika kita keluar. Aku kelaparan."

"Tidak masalah," janji Yan Xun. "Kamu bisa makan apa pun yang kamu inginkan. Aku akan mengabulkan permintaan apa pun yang kamu buat."

Tanpa disadari, salju lebat mulai turun di luar. Serpihan salju melayang ke dalam sel dari jendela di atas, bersama dengan embusan angin dingin. Saat Chu Qiao hendak membuka mulutnya, dia gemetar dan merasakan tubuhnya mulai menggigil. Yan Xun, melihat ini, menempelkan wajahnya ke lubang. Dia merasa gelisah ketika melihat bahwa anak itu hanya mengenakan pakaian tipis, wajahnya pucat dan bibirnya mulai berubah keunguan karena kedinginan.

"Apakah kamu kedinginan?"

"Aku baik-baik saja."

"Pakaianmu sangat sedikit. Kamu pasti mati kedinginan." Yan Xun tiba-tiba berdiri dan melepas jubah yang dia kenakan. Dia berjongkok dan berusaha mendorongnya melalui lubang. Namun, jubah itu terlalu tebal; bahkan lengannya tidak bisa melewati lubang itu. Chu Qiao mendorong jubah itu balik ke arahnya, berkata, "Hentikan. Akan sangat buruk jika mereka mengetahuinya."

"Memangnya kenapa kalau mereka tahu?" Yan Xun menyeringai. Dia melanjutkan, "Tunggu sampai aku keluar. Aku tidak akan membiarkan mereka lolos."

"Simpan kata-kata itu sampai kita bisa keluar hidup-hidup," jawab Chu Qiao sinis, memandang dengan kesal.

Yan Xun mengejek jengkel. "Tunggu dan lihat saja nanti."

Sel penjara menjadi lebih dingin dari menit ke menit. Yan Xun bersandar di lubang itu. Dia tiba-tiba berkata, "Gadis, kemarikan tanganmu."

"Oh?" Chu Qiao tercengang. "Apa?"

"Tanganmu," kata Yan Xun, sambil menunjuk. "Kemarikan tanganmu."

Chu Qiao mengerutkan kening. "Apa yang ingin kamu lakukan?"

"Jangan tanya lagi," kata Yan Xun tidak sabar. "Lakukan saja apa yang aku minta."

Chu Qiao bergumam lembut pada dirinya sendiri dan mengulurkan tangan kurusnya, yang pucat karena kedinginan. Dia menempatkannya di lubang kecil, mencengkeram udara tipis. Dengan lembut, dia bertanya, "Apa yang ingin kamu lakukan?" Dia merasakan orang lain meraih tangannya yang sedingin es. Tangan pria muda itu sedikit lebih besar. Yan Xun memegang tangannya sambil mengembuskan udara hangat ke telapak tangannya. Matanya bersinar. Lalu dia bertanya sambil mengembuskan napas, "Apakah kamu merasa lebih baik? Apakah kamu merasa lebih hangat?"

Malam itu memesona; sinar bulan pucat dingin, seperti salju. Hujan salju di luar turun semakin lebat; serpihan salju melayang masuk ke dalam sel melalui jendela, mengotori lantai. Anak yang sedang bersandar di dinding sesaat tertegun; air matanya mulai menggenang. Dia mengangguk dengan kuat, tetapi menyadari bahwa lawan bicara itu tidak akan bisa melihat apa yang dia lakukan. Dia menjawab dengan nada yang sengau, "Mmm."

"Haha," Yan Xun tertawa. Dia bertanya, "Gadis, siapa namamu? Aku dengar Tuan Muda Keempat keluarga Zhuge memanggilmu sebagai Xing Er. Apakah itu nama aslimu?"

"Tidak," jawab anak itu dengan suara rendah. Perasaan hangat menyapu tangannya, membuat darahnya beredar lebih baik. Dia bersandar di dinding, dengan lembut menambahkan, "Namaku Chu Qiao."

"Chu?" Yan Xun bingung. Dia tanpa sadar menghentikan apa yang dia lakukan. "Bukankah kamu anak dari Pejabat Jing Yidian? Kenapa nama belakangmu Chu?"

"Jangan tanya," Suara anak itu rendah, tetapi terdengar serius. "Yan Xun, tidak ada yang tahu namaku. Sampai saat ini aku hanya memberitahumu seorang. Ingat, tetapi jangan beri tahu orang lain."

Yan Xun terdiam, tetapi tiba-tiba dia sadar bahwa ini bisa terjadi karena adanya beberapa rahasia tersembunyi yang tidak diinginkan dalam keluarganya. Dia tiba-tiba merasakan perasaan bahagia dan puas. Dengan menceritakan rahasia-rahasia tergelapnya, bukankah itu berarti gadis itu sudah menganggapnya sebagai orang kepercayaan? Dia menepuk dadanya dan berjanji, "Mmm, jangan khawatir. Aku tidak akan mengungkapkannya bahkan jika aku mati."

"Bagaimana aku memanggilmu?" Pemuda itu mengerutkan kening. "Bisakah aku memanggilmu Xiaoqiao?"

"Tidak," Chu Qiao, tiba-tiba teringat akan wanita yang terkenal kecantikannya dari Kerajaan Wu Timur pada periode Tiga Kerajaan, yang juga bernama Xiaoqiao. Dia keberatan, "Jangan panggil aku begitu."

"Mengapa?" Yan Xun bertanya dengan curiga, "Bisakah aku memanggilmu AhChu?"

"Um …" Chu Qiao berpikir sejenak dan mengangguk, "Tentu. Kau bisa memanggilku begitu."

Yan Xun berseru gembira, "AhChu!"

"Mmm."

"AhChu!"

"Saya mendengarmu."

"AhChu! AhChu!"

"Apakah kamu sudah selesai?"

"AhChu, AhChu, AhChu!"

"AhChu, tanganmu yang satu lagi."

Chu Qiao menurut, menarik tangannya yang sudah hangat. Lalu mengulurkan tangannya yang lain. Yan Xun memegang lengannya dan mengembuskan udara hangat dan menyadari bahwa tangannya sendiri telah menjadi dingin. Dia membuka kancing bagian atas pakaiannya, memperlihatkan dadanya, kemudian meletakkan tangan Chu Qiao di dalam jubahnya.

"Aiya!" Seru Chu Qiao, mencoba menarik tangannya.

"Haha," Yan Xun tertawa, tidak melepaskan cengkeramannya. "Kamu beruntung. Aku yakin kamu tersenyum di dalam."

"Mesum!" Chu Qiao menyeringai. Tangan kecilnya menempel di dada pemuda itu. Di malam yang sunyi, dia bisa merasakan jantung Yan Xun yang berdetak dengan kencang. Pemuda itu kurus, tetapi tubuhnya berotot karena sering naik kuda dan berlatih seni bela diri. Otot dadanya terasa tegas.

Yan Xun memegang tangan Chu Qiao erat-erat, bersandar ke dinding dan duduk. Dia melanjutkan dengan nada lembut, "AhChu, setelah masalah ini diselesaikan, kembalilah ke Yan Bei denganku. Aku akan mencari seseorang untuk menyelesaikan masalah apa pun yang masih ada di pikiranmu. Dunia ini sedang begitu kacau. Ke mana kamu bisa pergi sebagai anak kecil? Kamu mungkin ditindas oleh orang jahat. Meskipun kamu mungkin terlihat galak, kamu belum bertemu dengan penjahat yang sebenarnya. Jika kamu bertemu penjahat itu, tanpa aku di sisimu, kamu pasti akan kalah."

Chu Qiao bersandar di dinding. Rumput kering yang layu ada di bawah kakinya. Salju melayang di depannya. Dia melihat jauh ke kejauhan, tetapi tatapannya hanya bisa terpaku pada apa yang ada di depannya. Ke mana dia berpikir untuk pergi? Mungkin, bahkan dia sendiri tidak tahu jawabannya.

Yan Xun lanjut mengoceh, tidak mendengar jawaban Chu Qiao. "Aku tidak tahu kenapa, tetapi aku punya dorongan untuk membantumu. Ketika aku pertama kali melihatmu di arena berburu, aku berpikir anak ini sangat menarik; begitu mungil tetapi terlihat galak. Aku tidak sanggup membunuhmu. Aku sudah berada di ibu kota selama bertahun-tahun dan ini adalah pertama kalinya aku kalah dari Zhao Che. Hanya memikirkannya saja sudah membuatku jengkel."

Suara genderang yang dipukul terdengar ke dalam penjara, menandakan bahwa waktu saat itu satu jam sebelum tengah malam. Suara pemuda itu terdengar suram dan jauh. "AhChu, Yan Bei adalah tempat yang indah. Konflik disana sangat jarang. Di musim panas, ada rumput hijau di mana-mana. Ayahku, kakak laki-laki pertamaku, kakak laki-laki ketigaku dan aku sendiri biasa berburu kuda liar di Dataran Huo Lei. Waktu itu aku masih muda, sekitar tujuh atau delapan tahun, aku tidak bisa menunggang kuda besar, jadi kakak pertamaku akan membiarkanku menunggangi anak-anak dari kuda yang diburu, aku sering marah kepadanya karena aku merasa dia meremehkanku. Namun, aku mulai mengerti bahwa dia hanya takut aku akan terluka. Kakak ketigaku memiliki temperamen terburuk dan selalu berkelahi denganku. Ketika dia marah, dia akan mengangkatku tinggi-tinggi di udara dan mengancam akan menghantam saya ke tanah sampai mati, Kakak perempuan keduaku akan maju dengan cepat dan menggunakan cambuk untuk memukulnya. Lalu mereka akan berkelahi. Meskipun kakak ketiga saya kuat, dia tidak bisa mengalahkan kakak perempuan keduaku. Aku memandang rendah kakak ketigaku saat itu. Tetapi kalau aku memikirkannya sekarang, mungkin dia hanya tidak mau bertarung dengan kakak perempuan keduaku.

"Ketika musim dingin tiba, Yan Bei akan mengalami satu bulan hujan salju lebat. Kami akan pergi ke Dataran Tinggi Shuo Bei. Ada pegunungan yang luas dan curam di sana, dan juga banyak mata air panas. Ibu saya berasal dari Kerajaan Tang. Dia tidak tahan dengan cuaca dingin di utara. Ditambah dengan kesehatannya yang buruk, maka dia akan menghabiskan setengah tahun di istana yang terletak di samping mata air panas. Kami sering menyelinap keluar dari aula sekolah tanpa diketahui ayah kami untuk mengunjunginya. Siapa yang sangka setelah kami sampai di istana, ayah kami sudah menunggu kami di sana?"

Di bawah sinar bulan yang jelas, di wajah pemuda itu terlihat kelembutan yang tidak pernah dilihat Chu Qiao sebelumnya.

"AhChu, Yan Bei tidak seperti ibu kota di mana keluarga saling melawan satu sama lain; sangat licik dan selalu merencanakan hal buruk demi kepentingan pribadi mereka. Di ibukota, kamu bisa melihat begitu banyak warga sipil yang kelaparan dan dihina. Di Yan Bei, hampir tidak ada kekacauan dan tidak ada pengungsi. Setiap orang memiliki cukup makanan untuk dimakan dan para budak bisa memutuskan nasib mereka sendiri. AhChu, ikutlah aku kembali ke Yan Bei! Kamu dapat menjalani kehidupan yang lebih baik di sana. Dengan aku di sisimu, tidak ada yang akan menindasmu lagi. Tidak ada yang akan mengarahkan panah padamu lagi. Aku akan membawamu ke Dataran Huo Lei untuk berburu kuda liar, ke pegunungan untuk mengunjungi ibuku. Dia orang yang sangat lembut. Kamu pasti akan menyukainya."

Udara begitu hening, hanya dipenuhi suara sang pemuda yang berbicara. Anak yang berpakaian tipis itu tiba-tiba merasa hangat di dalam. Dia melihat ke atas dan tampaknya bisa melihat Yan Bei yang dijelaskan oleh Yan Xun dengan sangat jelas. Dia melihat padang rumput yang hijau, hamparan pegunungan yang putih ditutup salju, kawanan kuda liar yang berderap, dan tawa riang dan hangat dari para pemuda.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.