Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 57



Bab 57

0Yan Xun membeku. Dia tidak bisa melihat wajah gadis itu, hanya mendengar kata-katanya. Dia melepaskan tangan gadis itu perlahan. Antara gadis ini tidak mengerti atau ia belum mempertimbangkan masalah ini.     
0

Yan Xun mengangguk diam, "Baiklah. Kamu tetap berhati-hatilah."     

Chu Qiao mengangguk dan menjawab. "Jangan khawatir. Sedangkan untuk pesta nanti, aku tidak akan menemanimu ke sana. Kamu sendirian, ingatlah untuk tetap waspada."     

Saat dia berbalik untuk keluar, suara Yan Xun menggema dari belakang, "AhChu."     

Gadis muda itu tertegun dan berhenti melangkah.     

"Siapapun bisa mengkhianatiku ataupun meninggalkanku, asalkan bukan kamu."     

Chu Qiao tidak menjawab. Dia berdiri diam di tempat. Lalu, dia menarik pintu terbuka dan keluar dari ruangan.     

Yan Xun perlahan menutup matanya dan bersandar di kursi. Dia bergumam pada dirinya sendiri, "Kalau kamu pergi, aku tidak punya siapa-siapa lagi."     

Di halaman sedang turun sedikit salju. Gadis itu memakai gaun hijau muda dan mantel putih yang diberikan Yan Xun padanya. Angin mengangkat rambutnya yang panjang, membuatnya terbang di udara. Dia berbalik badan, dan melihat ke bayangan di jendela. Bayangan itu diam di sana untuk waktu yang lama, tidak menghilang.     

Suasana di luar Lapangan Ying Ge sangat berbeda dengan di dalam. Di luar, banyak anggota klan kekaisaran yang hadir dan suasananya sangat meriah. Patung giok berwarna-warni ditempatkan di depan Lapangan Ying Ge, membentuk barisan sepanjang jalan menuju ke Paviliun Duan Mu yang dimiliki oleh Putri Kedelapan Zhao Chun Er. Karpet digelar di atas tanah bersalju. Pelayan istana dari kedua pihak memakai pakaian yang semarak, dan paviliun itu terang benderang.     

Pagi hari, semua orang berkumpul di Paviliun Duan Mu. Sang Kaisar sendiri hadir di acara itu, dan para tamu semua dalam suasana bahagia. Suara yang ramai dari pemusik sizhu mengalun keluar dari Paviliun Duan Mu. Di Jalan Chang Hua, yang dingin dan sepi, seekor kuda perang berdiri diam di samping. Seorang gadis muda, berseragam militer dan mantel hijau. Dia menoleh ke belakang dan melihat ke cahaya terang di kejauhan. Wajahnya tenang dan datar.     

Langit sudah gelap gulita dan angin saat itu sangat dingin. Seluruh dunia terasa begitu kesepian. Angin dingin meniup beberapa helai rambut di keningnya, membuat wajahnya terlihat lebih lemah.     

Aku memilih jalan ini untuk diriku. Sejak awal, ini adalah jalan satu arah. Hanya bisa terus maju. Hidup tidak pernah memberiku kekuatan untuk menyesal. Aku tidak akan membiarkan perasaanku menghalangi kemajuanmu. Sebelum dendam dibalaskan, kestabilan kekaisaran tidak terjamin. Bagaimana bisa ada pemikiran mengenai generasi selanjutnya di saat seperti sekarang?     

Yan Xun, aku tidak akan meninggalkanmu. Aku akan selalu di sisimu selama kau membutuhkanku, menunggu hari di mana kamu menguasai kekaisaran ini. Hanya pengecut yang merasa sedih dan hanya orang tidak mampu yang mengeluh. Aku tidak akan. Aku tidak sedih dan sejak awal memang tidak pernah.     

Suara keras dari jam berdentang. Kembang api ditembakkan ke angkasa. Suara dari sizhu menemani gema dari jam. Suara obrolan ceria dari Paviliun Duan Mu melayang ke arah Chu Qiao dari kejauhan, merayakan acara yang berbahagia ini.     

"Hiyah!" Dalam angin yang dingin, gadis muda yang rapuh itu memecutkan cambuknya. Dia menajamkan bibirnya dan menunggang menuju kejauhan.     

Malam itu dingin, Di dalam istana yang hiruk pikuk, Yan Xun berdiri dan menatap ke langit yang gelap gulita di luar, diam untuk waktu yang cukup lama.     

Di dalam Lapangan Ying Ge yang dingin dan sepi, sebuah mantel putih salju menggeletak di atas meja di dalam ruangan. Terlihat baru tanpa ada bekas debu.     

"Kita sudah saling mengenal selama delapan tahun. Kita sudah melalui hidup dan mati bersama. Segalanya akan segera berakhir. Jika semua urusan di sini sudah selesai, kita akan kembali ke Yan Bei dan mari…"     

Mari …. Mari menikah. Mari hidup bersama dan tidak pernah meninggalkan satu sama lain ….     

Kata-kata dan pikiran itu tidak pernah diucapkan, tidak pernah diungkapkan. Mereka terkubur jauh di dalam pikirannya, tidak pernah diingat kembali. Takdir bagaikan api besar. Sering kali, hanya ada satu kali kesempatan. Begitu terlewatkan, tidak akan pernah muncul lagi.     

Di dalam Istana Sheng Jin dipenuhi keramaian. Tiba-tiba, di luar istana, gema teriakan kesakitan yang menggemparkan terdengar dari arah barat laut! Zhao Che terkejut. Dia bergegas keluar dari tenda sebelum mengenakan sepatu botnya, melihat ke langit di arah barat laut. Sungguh kacau sekali. Terlihat api yang berkobar dan juga pembantaian. Para prajurit, yang ditugaskan untuk memperbaiki jalan, dengan sigap mengepung Pasukan Kavaleri Pemberani.     

Sesuatu yang besar telah terjadi!     

Zhao Che menaikkan alisnya. Dia memerintahkan prajurit yang berdiri di sampingnya, "Ambil senjata!"     

"Tunggu," sebuah suara dingin tiba-tiba berseru. Zhuge Yue berjalan keluar dari tenda, dan berkata, "Kamu tidak boleh pergi."     

Zhao Che menatap dingin ke orang yang tak diundang itu. Dia menjawab, "Sedang apa kamu di sini?"     

"Lihat ke sana. Kediaman siapakah itu?"     

Zhao Che menatap ke kejauhan. Dia takut untuk memikirkan nama klan yang muncul di pikirannya.     

Klan Muhe!     

Seekor burung putih hinggap di lengan Zhuge Yue. Mulutnya tajam dan matanya berwarna merah, sangat mirip dengan burung yang pernah dicekik mati oleh Yan Xun. Burung itu berdiri lembut di atas tangan Zhuge Yue, mematuk-matuk jarinya. Dia bermain dengan burung itu sambil menjawab, "Klan Muhe terlibat dalam kasus korupsi. Muhe Yunye bersujud di depan Istana Sheng Jin sepanjang sore, meminta untuk bertemu sang Kaisar, tetapi tidak digubris. Mengapa demikian? Semua ini terjadi mendadak. Dari sejak diberi tahu, sampai pemeriksaan, sampai tuntutan dikeluarkan, semua ini hanya makan waktu setengah hari. Kalau dibilang ini tidak direncanakan, siapa yang akan percaya? Putri Kedelapan, Zhao Chun Er, hari ini bertunangan. Sang Kaisar tidak memanggilmu ke istana untuk acara sepenting ini. Walaupun kamu tidak dekat dengan Permaisuri, tetapi Zhao Chun Er adalah saudari kandungmu. Mengapa begitu? Klan Muhe, yang berkaitan denganmu, diserang …. Kamu yang bertanggung jawab atas pasukan, seharusnya memegang kendali penuh atas keadaan ini. Mengapa pasukan di luar tidak sebanding dengan pasukanmu? Mereka tidak ada apa-apanya dibandingkan kamu. Apa yang sedang mereka tunggu? Apakah kamu tidak mengerti?"     

Zhao Che menyadari apa yang sedang terjadi. "Maksudmu, Ayahlah yang …."     

"Belum tentu," Zhuge Yue menjawab sambil tertawa. "Sang Kaisar mengutusmu ke Pasukan Kavaleri Pemberani mungkin untuk mengujimu. Dia ingin melihat apakah margamu Zhao atau Muhe. Sedangkan orang-orang di luar, mereka mungkin bukan dikirim oleh sang Kaisar. Namun, aku tahu mereka yang di luar adalah orang yang menantikan kejatuhanmu.     

Zhao Che pandai namun amarah memengaruhi penilaiannya, membuat dia kehilangan akal sehat untuk sesaat. Dipikir kembali, semuanya masuk akal. Dia mulai berkeringat dingin.     

"Orang itu ingin kamu lengah. Dia sengaja mengirimkan pasukan kecil untuk mengepung pasukan. Namun, begitu kamu melangkah keluar dari sini, kamu akan dianggap pengkhianat. Orang-orang yang akan mengejarmu nantinya, bukan hanya kelompok kecil ini."     

Zhao Che merengut. Dia berpikir lama sebelum akhirnya berkata, "Mengapa kamu menolongku?"     

"Karena kamu adalah putra Muhe Nayun. Setelah klan Muhe jatuh, pengaruh Zhao Qi akan semakin meningkat. Ibunya adalah bagian dari klan Wei. Kebetulan, aku tidak berhubungan dengan keluarga Wei." Zhuge Yue tertawa, sambil menatapnya. "Kamu lihat, dalam sekejap mata, kita memiliki musuh yang sama."     

Zhao Che mengejek dan membalas, "Bahkan jika klan Muhe dimusnahkan, apa yang membuatmu begitu yakin kalau aku akan bekerja sama dengan keluarga Zhuge?"     

Zhuge Yue melihat ke langit, tangannya direntangkan. Burung tadi terbang keluar dari genggamannya. Dia tidak menoleh ke belakang, berjalan keluar sambil berkata, "Kalau kamu bahkan tidak bisa melihat apa yang dipertaruhkan, aku tidak akan muncul malam ini."     

Zhao Che menundukkan kepalanya dan berpikir lama. Dia menyusul dalam beberapa langkah dan berkomentar secara mendalam, "Biasanya kamu mengabaikan hal seperti ini. Mengapa kali ini kamu melibatkan diri?"     

Saat ini, Zhuge Yue sudah berjalan jauh. Dia berkata pelan, "Aku hanya tidak suka orang itu, Zhao Qi."     

Sepanjang malam sudah berlalu namun kekacauan belum mereda. Warga sipil di Kota Zhen Huang tetap di dalam rumah mereka, terlalu takut untuk melihat apa yang sedang terjadi di luar sana. Teriakan terus berlanjut dari petang hingga subuh tanpa henti. Kebakaran, asap tebal dan teriakan putus asa sangat tragis.     

Pemusnahan klan Muhe sudah diduga sejak lama. Walaupun mereka tidak menyangka seberapa parah—bahwa seluruh klan mereka akan dibunuh, bahwa sang Kaisar akan melakukan genosida massal—keluarga Wei dan Zhao pun tetap akan memaksa mereka sampai keadaan sekarang ini.     

Klan Muhe tidak siap. Walaupun klan mereka sudah mulai didirikan sejak ratusan tahun lalu, mereka dihabisi oleh pasukan kekaisaran dan tidak diberi kesempatan untuk membalas.     

Saat pagi tiba, pertempuran sudah mendekati akhir. Trio Muhe Xiweng, Muhe Xili, dan Muhe Yunxiao dibunuh di tempat. Lebih dari 2000 pasukan klan Muhe tewas. Muhe Yunye dan setiap anggota keluarga klan Muhe, mulai dari ibunya yang sudah lanjut usia sampai ke putranya yang baru lahir, ditangkap hidup-hidup. Penjara ibu kota langsung penuh sesak.     

Di waktu yang bersamaan, gerbang kota disegel rapat. Pergerakan warga dibatasi. Dipimpin oleh Zhao Song, Pangeran Ketiga Belas, pasukan dikirimkan dengan membawa tanda keluarga Muhe dan pernyataan resmi yang dipalsukan untuk mengunjungi pasukan ke-23 dan ke-26 di Dong Chui, Pasukan Lapangan Tenggara, dan pasukan ke-16 dari Angkatan Laut Tenggara. Tujuan mereka untuk menyebarkan berita bahwa Muhe Yunye, kepala klan Muhe, telah wafat karena penyakit. Ini dilakukan agar mereka bisa memanggil Muhe Xichi, Muhe Xisheng, Muhe Xiyu, dan cucu terkecil Muhe Yunye, Muhe Jingran, kembali ke ibu kota untuk membahas siapa yang akan menggantikannya sebagai pemimpin klan.     

Begitu komandan dari keempat pasukan melangkah masuk Kota Zhen Huang, mereka ditangkap oleh pasukan kekaisaran. Harapan terakhir klan Muhe dilenyapkan dan mereka dikalahkan sepenuhnya.     

Tetapi, di malam yang sama, Song Duan, cucu Muhe Yunye, melarikan diri dari penjara ibu kota yang dijaga ketat. Dia berhasil menerobos gerbang kota dan melarikan diri ke arah timur dengan menunggang kudanya.     

Keluarga Muhe berbahagia. Muhe Yunye tercengang. Setelah sejenak, perlahan dia menutup matanya yang keruh dan berlinang air mata, sambil mengatakan bahwa dia telah mengecewakan leluhurnya.     

Tiga hari kemudian, cucu Jenderal Meng Tian dan putri angkatnya, Meng Zhan dan Meng Feng, membawa pasukan Meng ke arah timur untuk mengejar klan Song, yang sudah memberontak bersama klan Muhe. Klan Song, mendengar berita itu, menjadi panik. Pemimpin klan Song dengan tegas menawarkan Song Duan dan putri Muhe Yunye, Muhe Minglan kepada pasukan Meng. Pasukan Meng menolak tawaran tersebut. Setelah hujan panah, pasukan itu melanjutkan pembantaian mereka. Dalam kurang dari lima hari, klan Song, klan nomor satu di Huai Dong, telah dimusnahkan.     

Dalam sekejap, dua klan besar yang saling beraliansi sudah dibantai. Pada hari ke-28 di bulan ketiga, di depan Panggung Jiu You, lebih dari 4000 orang dari klan Muhe dan Song dieksekusi. Lima generasi dari klan Muhe, kecuali sang Permaisuri, Muhe Nayun, dilenyapkan sepenuhnya. Bahkan Selir Ting, Muhe Nari dan Selir Xiang, Muhe Lanxiang, disajikan arak beracun dan dibunuh.     

Pada hari pembantaian di Panggung Jiu You, penduduk Kota Zhen Huang berebutan untuk menonton pertunjukan ini. Dalam sekejap, Kota Zhen Huang menjadi ramai sekali, yang tidak pernah terlihat pada tahun-tahun sebelumnya.     

Seluruh klan, beserta pencapaian dan kemuliaan mereka di masa lalu, dikubur jauh di dalam tanah, menghilang dalam waktu yang bergejolak. Mereka menjadi korban dalam pergeseran kekuasan ibu kota kekaisaran. Orang-orang berpengaruh dan terhormat di dalam klan, yang sebelumnya menikmati hidup mewah, juga menemui ajal saat kepala mereka bergulir ke tanah di tangan ibu kota kekaisaran. Semua pembahasan mengenai utopia yang makmur dan damai sirna menjadi debu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.