Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 197



Bab 197

0Sebenarnya Chu Qiao sudah bangun sejak awal. Gadis itu hanya tidak ingin membuka matanya. Dia tahu ada orang-orang yang bergerak di sekitarnya; beberapa orang sedang memanggil gadis itu, sambil menangis tersedu-sedu. Beberapa orang menyuapinya obat sementara yang lainnya menatap dirinya dengan diam, tidak mendekatinya.     
0

Gadis itu menyadari hal-hal yang terjadi di sekelilingnya, tetapi dia tidak mau bangun. Dia tertidur dan terbangun berulang-ulang; hatinya terasa dingin dan kosong dari segala gizi. Dia terus mengalami mimpi buruk berulang-ulang; di dalam mimpinya, terasa sangat dingin. Dia mengambang tanpa tujuan di dalam danau es yang gelap gulita itu sementara kepingan es yang pecah menggores kulitnya. Zhuge Yue menghadap ke arahnya saat pria itu tenggelam ke dasar danau itu perlahan-lahan. Secercah cahaya bersinar dari belakang pria tersebut, memperlihatkan betapa pucatnya wajah pria itu. Mata Zhuge Yue berkilau dengan cukup cerah, bagaikan bintang di langit. Ekspresi pria itu tidak terlihat senang ataupun marah, melainkan tenang. Pria itu menatap Chu Qiao dengan diam sambil perlahan tenggelam ….     

Itu pertama kali dalam hidupnya Chu Qiao merasa begitu rentan. Dia merasa begitu lelah dan ingin tidur untuk selamanya. Hidupnya sudah tidak memiliki makna lagi. Semua impian dan kepercayaan, yang dipegang teguh oleh gadis itu, telah dihancurkan tanpa belas kasihan. Dia tidak ingin memikirkan semua hal itu, dan juga tidak memiliki tenaga untuk melakukannya. Gadis itu sudah tidak lagi memiliki keberanian untuk membuka matanya dan menghadapi kenyataan di hadapannya. Dia ingin melarikan diri; dia telah menjadi begitu lemah sampai-sampai dia sempat berpikir, dengan menutup matanya dia bisa berpura-pura tidak pernah terjadi apa pun. Pada saat ini, dia akhirnya menyadari kalau dia seorang wanita. Dia bisa merasakan sakit, sedih, duka, dan putus asa. Gadis itu menolak untuk makan dan minum, dan menepis semua usaha orang-orang untuk menyuapkan obat untuknya.     

Hal ini terus berlanjut hingga suatu hari, di mana terdengar keributan di luar pintu kamarnya. Seseorang sedang mencaci maki gadis itu dengan lantang; berbagai kata-kata kasar terlontar dari mulut orang itu, menusuk hati gadis itu kata demi kata. Suara itu tidak asing, dan membuat Chu Qiao membuka matanya lebar-lebar. Dia merangkak keluar dari kasurnya dan melihat tubuh Zhu Cheng yang telah ditembus oleh panah.     

Pelayan muda itu, yang tidak terlatih dalam bela diri, sudah terluka parah. Pakaiannya sobek, compang-camping dan bernoda darah. Dia terlihat seperti orang gila. Meskipun sebelah tangannya sudah dipotong, pria itu masih berusaha berlari ke dalam kamar Chu Qiao dalam kegilaan. Darah segar terciprat di sepanjang tangga batu halaman itu. Mata pria itu merah saat dia terus mengutuk tanpa henti, sambil menggunakan tangannya yang sisa sebelah untuk menyerang para pelayan di sampingnya. Para pelayan itu tidak menyerangnya dan hanya mencegah pria itu mendekati rumah tersebut. Mereka menjatuhkannya ke tanah dan hanya mengamati dengan dingin saat pria itu berusaha bangkit berulang kali.     

"Dasar kamu wanita kejam, tidak tahu terima kasih!" teriak Zhu Cheng. Tubuhnya sudah terluka parah dan mengalami radang dingin, dan nanah mulai terkumpul di banyak bagian tubuhnya. Terlihat jelas kalau kulitnya sudah terkena salju dingin untuk waktu yang lama, dan mengakibatkan luka-lukanya.     

Lu Liu memegangi Chu Qiao, dan berusaha menutupi mata Chu Qiao dengan tangan yang gemetaran. Tetapi, Chu Qiao berdiri tegak dan kokoh, bagaikan tombak yang tajam. Gadis itu tidak bergerak saat dia melihat Zhu Cheng dipukul jatuh dan berusaha berdiri berulang kali, berlari ke arah Chu Qiao.     

"Berhenti," Chu Qiao berkata dengan suara rendah. "Berhenti!" Chu Qiao tiba-tiba berteriak lagi, mendorong Lu Liu ke samping dan berlari keluar. Angin di luar terasa dingin. Gadis itu berlari ke arah Zhu Cheng dengan menggila, mendorong para pelayan yang berusaha menghentikannya ke samping, dan berteriak, "Berhenti, kalian semua!"     

"Aku akan membunuhmu!" Zhu Cheng berteriak dan terhuyung-huyung ke arah Chu Qiao dengan kikuk sambil membawa pedangnya. Chu Qiao berdiri diam di tempat. Pada saat itu, gadis ini sudah bukan lagi agen zaman modern yang lincah. Dia tidak menghindar saat dia melihat pedang itu melayang ke arah kepalanya.     

Namun, saat pedang itu menebas baju gadis itu, sebuah panah tajam melesat di udara dan menembus jantung Zhu Cheng dengan tepat. Darah menyembur keluar dari mulut pelayan muda itu, ke wajah Chu Qiao. Tubuh pria itu tersentak dan pupil matanya melebar. Lutut pria itu menekuk dan dia roboh ke tanah. Chu Qiao memegangi pria itu dan melihat tatapan penuh kebencian di mata pria itu. Dengan napas terakhirnya, Zhu Cheng meludahkan dahak penuh darah ke wajah Chu Qiao dan memakinya, "Pelac*r!"     

Duk! Zhu Cheng roboh ke tanah, membuat debu beterbangan di udara. Seperti serangga bersayap kecil, debu-debu itu menempel di wajah Chu Qiao. Gadis itu mendongak perlahan, dan melihat wajah dingin Yan Xun di hadapannya. Yan Xun menurunkan busur dan panahnya, lalu berjalan ke arah gadis itu dengan serius. Sambil menatap ke bawah ke arah gadis itu, Yan Xun berkata dengan suara rendah, "Aku sudah mengabari seluruh dunia bahwa kamu memasang perangkap ini untuk Zhuge Yue dan membunuhnya. Pria ini menemani Zhuge Yue ke Yan Bei, maka dia tiba di sini dengan cepat. Aku perkirakan dalam waktu beberapa hari, para pembunuh dari keluarga Zhuge akan mengerumuni tempat ini. Tetapi, aku sudah menugaskan banyak orang untuk melindungi kamu. Kamu tidak perlu khawatir."     

Chu Qiao melihat ke Yan Xun. Pada saat ini, gadis itu merasa seakan dia tidak mengenal pria itu. Dia berusaha mengingat, dan membuka matanya lebar-lebar untuk melihat pria itu. Namun, gadis itu merasa sakit kepala yang membutakan. Cahaya matahari menyinari tubuh pria itu; kilauannya membuat gadis itu tidak bisa membuka matanya.     

Para pelayan menyeret mayat Zhu Cheng pergi, meninggalkan jejak darah di belakangnya. Tatapan penuh kebencian di mata pria itu masih ada, karena mata pria itu masih terbuka lebar; seolah-olah pria itu ingin menelan Chu Qiao.     

Yan Xun segera pergi bersama anak buahnya. Halaman itu kembali menjadi sunyi. Para pelayan mengambil ember air dan menyiramkannya ke lantai, lalu berusaha untuk menggosok noda darah di lantai. Chu Qiao berdiri diam di tempat. Tidak ada yang berani mengganggunya. Lu Liu mendekatinya dengan berhati-hati dan menarik-narik lengan bajunya, sambil memanggil, "Nona? Nona?" Angin meniup tubuh gadis itu dan dia merasakan betapa dinginnya angin tersebut. Lu Liu menggoyangkan lengan gadis itu perlahan dan suaranya seperti tersedak karena menangis.     

Tiba-tiba, suara seorang pemuda yang marah terdengar dari luar pintu. AhJing memaki para pelayan yang berusaha menghentikannya sambil berjalan masuk dengan langkah lebar. Saat dia melihat Chu Qiao, hidung AhJing terasa kecut. Mengabaikan segala hal di sekitarnya, AhJing menggendong Chu Qiao dan berjalan ke dalam rumah tersebut. Di luar sangat dingin, sedangkan Chu Qiao hanya memakai satu lapis pakaian. Para pelayan bergegas ke sisi gadis itu dengan panik sambil berusaha menghangatkannya, sementara Chu Qiao membiarkan mereka melakukan apa saja terhadap dirinya, seakan-akan dirinya sudah mati.     

"Nona, jangan begini," AhJing berkata pada gadis itu dengan mata yang merah. "Ini bukan salah Yang Mulia. Ini semua karena Cheng Yuan, orang jahat itu, yang berusaha menebar perselisihan. Nona, anda harus tegar."     

Suara AhJing terdengar jauh. Chu Qiao menoleh dan menatap pria itu dengan curiga. Setelah cukup lama, gadis itu perlahan berkata, "Bagaimana dengan He Xiao?"     

Suara gadis itu serak, seperti kotak angin yang pecah. AhJing tertegun karena dia tidak mengerti apa yang dimaksud oleh gadis itu. Pria itu menjawab dengan konyol, "Ah? Apa?"     

"Bagaimana dengan He Xiao? Para prajurit dari Pasukan Xiuli? Bagaimana mereka? Apakah terjadi sesuatu pada mereka?"     

"Tidak terjadi apa-apa," AhJing menjawab dengan terburu-buru. "Tidak terjadi apa-apa kepada mereka. Mereka berada di aula bela diri saat ini. Mereka ingin menjenguk anda, tetapi Yang Mulia melarang semua pengunjung karena anda masih memulihkan diri."     

"Oh," Chu Qiao mengangguk diam. Dengan tenang, dia bertanya lagi, "Apakah semua anak buah Zhuge Yue sudah meninggal?"     

"Mereka semua tewas. Sebagian besar mayat mereka sudah dikeluarkan dari air. Beberapa tenggelam terlalu dalam, sehingga kami tidak bisa mengeluarkan mereka. Kalau dipikir-pikir, saya rasa mereka juga tidak selamat."     

"Bagaimana dengan Zhuge Yue? Apakah tubuhnya sudah dikeluarkan?"     

AhJing menjilat bibirnya saat dia melihat ekspresi Chu Qiao yang tenang. Dengan suara rendah, dia menjawab, "Iya. Jenderal Yue telah ditugaskan untuk mengembalikan tubuh Zhuge Yue ke Xia. Zhao Che yang akan menjemputnya secara langsung. Ditambah lagi, keluarga Zhuge telah memberi kita satu juta tael emas untuk menjaga keutuhan jasadnya."     

Ekspresi Chu Qiao tetap tidak berubah saat dia mengangguk berulang-ulang. AhJing melanjutkan dengan gugup, "Nona, jangan khawatir. Tidak ada orang yang merusak jasadnya. Jasadnya masih dalam keadaan bagus saat kita mengawalnya pulang. Yang Mulia juga mempersiapkan peti mati berkualitas tinggi …."     

"Dia sudah mati. Apa gunanya peti mati?" Chu Qiao menjawab datar sambil berdiri. Gadis itu belum makan apa pun selama enam hingga tujuh hari terakhir, selain sedikit obat pada awalnya. Chu Qiao merasa pusing saat dia berjalan, hampir jatuh ke samping. Lu Liu berjalan mendekat untuk menyokongnya, tetapi Chu Qiao menepisnya. Kemudian Chu Qiao terhuyung-huyung ke meja belajar dan mengambil sebuah kuas sambil bersiap menuliskan sesuatu.     

"Saya akan menyiapkan tinta untuk anda," Lu Liu berlari ke sisinya dan berseru.     

Pintu ruangan itu masih sedikit terbuka. Saat angin bertiup ke dalam, kertas-kertas di atas meja menjadi berantakan. Lu Liu memerintahkan pelayan di samping dengan terburu-buru, "Tutup pintunya!"     

Ketika Lu Liu menunduk lagi, Chu Qiao sudah selesai menuliskan suratnya. Dia menaruhnya ke dalam amplop dan menyerahkannya kepada AhJing sambil berkata dengan tenang, "Tolong sampaikan surat ini kepada He Xiao dan suruh dia ikuti petunjuk yang tertulis di dalamnya. Beri tahu dia untuk mencegah para pembunuh dari keluarga Zhuge memasuki Yan Bei."     

AhJing terperangah saat dia menerima surat dari gadis itu. Chu Qiao segera menulis surat lain dan menyerahkannya kepada pria itu sambil berkata, "Tolong sampaikan surat ini kepada Tuan Wu dan katakan padanya hanya ini yang bisa saya lakukan, tetapi ada banyak cara untuk mencapai yang dia yakini. Saya sudah menaruh beberapa pion di Shang Shen. Saya akan menyerahkan tempat itu kepadanya sekarang."     

Setelah itu, Chu Qiao mulai menulis surat ketiga. "Sampaikan ini kepada Huan Huan dan beri tahu dia bahwa saya mengandalkannya."     

Sebuah firasat tidak enak muncul di hati AhJing. Pria itu bertanya dengan terus terang, "Nona, apakah anda akan bunuh diri?"     

Chu Qiao melihat pria itu. Tatapan di mata gadis itu masih cerah seperti biasa, tetapi AhJing merasa bahwa tatapan itu tidak lagi sama.     

Betul, tatapan itu tidak lagi sama. Dulu, Nona sangat tenang dan terkendali, tetapi ketika dia menatap kamu, kamu bisa merasakan perasaannya yang tulus. Sekarang, bahkan ketika dia sedang menatap kamu, kamu tidak berada dalam pandangannya. Meskipun dia menatap kamu, tatapan itu seolah-olah menembus kamu, menembus tubuhmu, menembus rumah, menembus tembok di halaman, hingga ke awan dan langit yang jauh ….     

"Tidak," Chu Qiao menjawab dengan tenang. Dia berbalik badan dan memberi isyarat kepada Lu Liu, "Saya lapar, bawakan makanan untuk saya."     

Lu Liu tertegun. Setelah cukup lama, dia menyahut dengan riang dan berlari keluar dari kamar itu.     

Hidangan sudah disiapkan sebelumnya dan masih hangat. Lu Liu beserta para pelayan lainnya menyajikan semua makan itu di meja besar di samping Chu Qiao sambil berseru dengan semangat, "Yang Mulia memerintahkan seseorang untuk menyiapkan hidangan ini. Nona, anda masih dalam masa pemulihan, makanan ini sangat membantu. Ini adalah obat yang disiapkan oleh Tabib Yu, baik untuk pencernaan. Nona, anda belum makan selama beberapa hari, anda tidak bisa makan terlalu banyak daging. Ini adalah sup ayam yang saya masak sendiri. Saya memasaknya selama 22 jam. Minumlah sedikit …." Suara Lu Liu perlahan memudar. Gadis itu hanya bisa melihat tak berdaya saat Chu Qiao mengangkat mangkuknya dan mulai makan dengan kaku. Chu Qiao memakan nasi dengan rakus, dia mengunyah dan menelan suapan-suapan besar. Dalam waktu singkat, dia sudah menghabiskan semangkuk penuh nasi. Gadis itu berdiri dan mengisi mangkuknya lagi, lalu duduk, dan terus makan.     

Pemandangan saat gadis itu makan sangat menakutkan. Dia bersikap seperti pengemis yang telah kekurangan makanan untuk waktu yang lama. Gadis itu menjejalkan makanan ke dalam mulutnya tanpa henti, hal ini membuat Lu Liu ketakutan. Dia ingin menahan Chu Qiao, tetapi Chu Qiao mengabaikannya. Lu Liu menggigit bibirnya dan air mata mengalir turun di wajahnya. Gadis itu menarik lengan Chu Qiao dan menangis, "Nona, kalau anda sedih, menangis saja. Jangan menahan perasaan anda, tidak baik untuk kesehatan anda. Kalau anda sedih, menangis saja!"     

Chu Qiao tetap diam dan terus makan dengan gerakan kaku. Seakan-akan dia ingin menelan rasa sakitnya bersama nasi itu.     

Rumah itu menjadi sunyi, selain isakan tangis Lu Liu. AhJing memegang tiga surat di tangannya dan merasakan ujung jarinya menjadi dingin. Dia ingin mengatakan sesuatu saat pandangannya bertemu dengan pandangan Chu Qiao yang dingin. Gadis muda itu menengadah dan berkata, "Silakan pergi."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.