Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 113



Bab 113

0Duduk di samping Zhuge Yue, tuan muda Mu memakai jubah merah mawar. Hanya sedikit pria yang bisa tampil bagus dengan warna feminin seperti ini. Warna itu serasi dengan wajahnya yang feminin dan menonjolkan kecantikannya yang tidak biasa. Tersenyum lebar, dia berkata, "Sangat langka bisa melihat tuan keempat membawa wanita bersamanya. Tampaknya tuan keempat benar-benar menyukai nona ini."     
0

Seseorang menambahkan, "Bisa membuat tuan keempat begitu menyukainya, pastilah seorang wanita yang sangat cantik!"     

Zhao Yang, merasa penasaran, meminta, "Karena dia begitu cantik, bukankah sangat sia-sia kalau memakai kerudung setebal itu? Zhuge, mengapa tidak menyuruhnya melepaskan kerudungnya dan tunjukkan kecantikannya pada kami?" Sejak pertarungannya dengan Chu Qiao, status pangeran ini sudah meningkat drastis, dan dia bukan lagi hanya seorang pangeran tanpa kekuasaan ataupun pengaruh. Di saat dia membuat permintaan itu, orang-orang langsung bersorak setuju, meminta Chu Qiao untuk melepas kerudungnya.     

Zhuge Yue menjawab dengan tenang, "Sebenarnya dia sangat jelek. Kalau dia melepaskan kerudungnya, saya takut anda semua akan ketakutan."     

Mu Yun tentu saja tidak memercayainya, namun Zhuge Yue tersenyum saja. Melihat dia tetap menolak, orang lain tentu mengerti kalau dia tidak mau, dan tidak memaksa lagi.     

Malam sudah semakin larut, saat Zhao Zhong Yen dan beberapa orang lain sudah mabuk. Walikota mengatur orang untuk membawa mereka ke kamar masing-masing. Saat Chu Qiao berdiri, adik dari walikota menjerit dan terjatuh ke arahnya. Dengan keahliannya, Chu Qiao menangkapnya dengan gesit dan membantunya berdiri kembali. Adik walikota itu tersipu malu, sambil menepuk dadanya dengan lega dia berterima kasih kepada Chu Qiao, "Terima kasih banyak."     

Chu Qiao menggeleng. Dia melihat ke bawah, dan melihat rok gadis itu diinjak oleh Zhao Yang. Menyadari kalau Chu Qiao melihat itu, Zhao Yang menunduk dengan sopan padanya dan mengangkat kakinya, lalu keluar dari aula.     

Chu Qiao mengangkat alisnya, namun pemikirannya dipotong oleh Zhuge Yue, "Apa kamu masih belum mau pergi?"     

Chu Qiao menundukkan kepalanya dan segera mengikuti pria itu.     

Angin malam terasa lebih dingin dari biasanya, saat kuda berlari kecil di malam itu. Keluarga Zhuge memiliki tanah di Kota An Bai, jadi mereka tidak perlu tinggal di kamar yang disiapkan. Setelah mendorong jendela kereta sampai terbuka, Chu Qiao menatap ke sekeliling yang hitam peka. Zhuge Yue, yang sedang beristirahat, tiba-tiba bertanya, "Apa kamu mau pergi sekarang?"     

Chu Qiao memperingatkan dengan tegas, "Kalau kamu mau menghentikan aku, aku akan memastikan kita berdua tewas."     

Zhuge Yue bahkan tidak membuka matanya, dan dia menjawab, "Kalau kamu mau pergi, pergi saja. Tutup kembali jendelanya. Jangan ganggu istirahat saya."     

Walau terkejut, Chu Qiao melompat keluar. Yue Qi dan penjaga lainnya tampaknya tidak menyadari dia sama sekali, membiarkannya berjalan menjauh dengan bebas. Setelah berjalan menjauh lebih dari dua gang, akhirnya Chu Qiao percaya musuh bebuyutannya benar-benar melepaskan dirinya semudah itu!     

Ada yang salah! Chu Qiao merengut. Walaupun begitu banyak ancaman dan cekcok, pria itu tidak mau melepaskannya selama ini. Mengapa kali ini dia begitu mudah melepaskan dirinya? Tetapi sekarang bukan waktu yang tepat untuk berhenti dan berpikir. Dengan cepat ia memusatkan perhatiannya kembali, dan berlari menuju gerbang kota. Tetapi beberapa menit kemudian, dia tiba-tiba mendengar suara ramai orang-orang yang bertarung dari belakangnya.     

Chu Qiao langsung berhenti dan berbalik badan. Musuh-musuh mereka menyerang begitu tiba-tiba dan mereka sudah memenuhi seluruh jalan. Yue Qi mengawal di depan kereta Zhuge Yue, dan dia berteriak, "Siapa kalian? Apa kalian tidak tahu siapa pemilik kereta ini?"     

Orang-orang itu tidak menjawab, mereka hanya berkata dengan muram, "Serahkan orang itu."     

Zhuge Yue membuka pintu keretanya, dan dia berkata dengan tenang, "Hajar saja."     

Dengan serangkaian bunyi mendesing, hujan panah menuju ke kelompok Zhuge Yue. Para penyergap ini membawa busur silang kecil yang sebelumnya mereka sembunyikan. Di saat Yue Qi dan para pengawal mencapai lawan mereka, mereka sudah terluka. Pekikan perang telah memecah kesunyian di sepanjang jalan. Salah satu penyerang berusaha mendobrak ke dalam kereta, namun dia hanya melihat sekilas cahaya putih, yang menjadi hal terakhir yang dia lihat karena setengah dari kepalanya telah melayang di udara. Para pembunuh lainnya melihat dengan ngeri. Mereka mengerumuni kereta itu dengan cepat. Dengan suara keras, atap kereta itu hancur saat Zhuge Yue melompat ke atas sambil menghunus pedangnya bagaikan kembang api yang indah. Saat mendarat, lengan bajunya yang panjang berkibar di udara, dan dua tetes darah segar di dahinya menonjolkan betapa mematikannya dia.     

"Tuan Keempat Zhuge, kami tidak berniat menyinggung anda. Asalkan anda menyerahkan orang itu. Kami akan segera pergi."     

Zhuge Yue tampak seakan-akan dia tuli, saat dia menusukkan pedangnya ke telapak tangan pria yang sedang berbicara itu. Sama sekali tidak menyangka serangan mendadak itu, pria itu memegangi telapaknya yang terluka dan menjerit kesakitan. Wajah pemimpin penyergap itu menjadi serius dan dia berkata, "Kalau begitu, saya minta maaf sebelumnya."     

Jalanan itu tiba-tiba menjadi terang karena para penyerang itu menyalakan obor mereka. Di bawah cahaya obor itu, bisa terlihat ada banyak penyerang yang memenuhi atap-atap bangunan di kedua sisi jalan. Masing-masing memegang busur panjang yang diarahkan langsung kepada Zhuge Yue. Tampaknya hanya dengan isyarat sederhana, mereka semua akan melepaskan tembakan. Terkejut, hati Yue Qi dan para pengawal lainnya menciut. Mereka bisa melihat kalau busur-busur sekelas militer itu mampu menembakkan anak panah dengan kecepatan dan kekuatan yang mematikan. Hal itu, ditambah lagi dengan kenyataan kalau para penembak ini memiliki keunggulan dari tempat tinggi, membuat keadaan menjadi sangat suram bagi para pengawal ini.     

Namun di saat itu, bisa terdengar beberapa suara halus di udara. Para penyerang yang memegang obor tiba-tiba terjatuh, dan jalanan menjadi gelap kembali. Zhuge Yue melompat ke atas dan dengan satu serangan cepat, dia mengakhiri nyawa si pemimpin. Namun kini, wajahnya tidak terlihat lega dan dia terlihat lebih serius dari sebelumnya. Dia menggeram, "Siapa yang memintamu untuk kembali?"     

Tubuh Chu Qiao kaku, seakan-akan kawanan semut sedang menggerogoti kulitnya. Saat dia berusaha mengambil tempat dengan sediam mungkin, dia tidak sempat membunuh salah satu penyerang dan sempat tertusuk satu kali. Sayangnya, pedang itu dilumuri dengan racun yang sangat cepat. Hanya dalam beberapa kali napas, pergerakannya sudah menjadi tumpul sampai-sampai dia tidak bisa bereaksi terhadap musuh-musuh yang mendekatinya. Untuk pertama kalinya, mata Chu Qiao dipenuhi oleh rasa panik. Dia bisa melihat dengan jelas gerakan para penyerangnya, namun sudah tidak bisa bereaksi apa-apa.     

Pedang itu hampir menyentuhnya ketika sebuah pedang tiba-tiba menancap di dada penyerang itu, mengirimnya terjungkal ke belakang. Zhuge Yue melangkah maju dan menangkap tubuh Chu Qiao yang jatuh, dan bertanya, "Kamu keracunan?"     

Saat itu, tiba-tiba Chu Qiao memuntahkan darah.     

Melihat situasi yang begitu parah, Zhuge Yue dengan cepat memutuskan untuk mundur, dan dia memerintahkan, "Yue Qi! Lindungi aku!"     

Ayunan pedang Yue Qi menahan beberapa orang penyerang, saat dia dan anak buahnya sedang terkunci dalam pertarungan dengan para penyerang. Tanpa menghentikan ayunan pedangnya, Yue Qi menyahut, "Baik! Tuan, silakan pergi dahulu!"     

Sambil membopong Chu Qiao, Zhuge Yue melompat ke atas kuda, dan dengan berteriak keras, dia memacu keluar dari pengepungan.     

"Jangan biarkan dia kabur! Cepat kejar!" Serombongan pria berbaju hitam mengejar dari belakang.     

Mengendalikan kudanya hanya dengan kedua kaki, Zhuge Yue memegang Chu Qiao dengan satu tangan, dan pedangnya di tangan yang lain. Di saat itu, petir menyambar dengan keras beberapa kali, diikuti hujan yang sangat deras. Hujan itu begitu lebat sampai sulit untuk melihat bayangan mereka. Tidak mungkin bisa memanah dengan tepat di cuaca seperti ini, maka para penyerang di atas atap meninggalkan posisi mereka, dan melompat turun di hadapan kuda yang sedang kabur itu. Zhuge Yue mengencangkan Chu Qiao di atas kuda, lalu dia sendiri melompat turun. Bagaikan menari di tengah hujan, dengan cepat Zhuge Yue membukakan jalan yang penuh darah. Kuda yang membawa Chu Qiao itu melesat di jalan itu, dan tak lama kemudian sudah menghilang.     

"Cepat kejar! Dia ke arah—Ah!" Salah satu penyerang berteriak, berusaha mengabari rekannya. Namun sebelum dia menyelesaikan kalimatnya, pedang yang bersimbah darah menembus belakang lehernya, dan tubuhnya terkulai tak bernyawa. Hujan terus turun dengan deras sementara pembantaian terus berlangsung.     

Zhuge Yue menendang pintu sebuah kuil sampai terbuka dan melihat ada beberapa orang pengemis sedang duduk di salah satu sudut. Ia mencengkeram salah satu dari mereka, dan bertanya dengan muram, "Apakah kamu melihat seorang wanita bergaun hijau masuk ke dalam sini?"     

Zhuge Yue kini terlihat sangat menyedihkan, dia sudah basah kuyup oleh campuran hujan dan darah. Pengemis itu ketakutan melihatnya, dan hanya bisa menggelengkan kepalanya secepat mungkin. Zhuge Yue menoleh ke arah pengemis lainnya, dan melihat kalau mereka semua telah melarikan diri. Melihat ke depan kuil, angin yang berkecamuk mengangkat daun-daun kering, membawanya terbang bagaikan uang sembahyang saat Festival Hantu.     

Zhuge Yue mengerutkan alisnya, dan pelipisnya mulai berdenyut sakit. Setelah bertarung begitu lama, dia sudah menghabiskan semua tenaganya, dan dia mulai merasa pening. Mencari Chu Qiao ke sana kemari, pada akhirnya tidak ada hasilnya. Pada saat ini, sekelompok penyerang telah menerobos blokade Yue Qi dan mengejarnya. Menggertakkan giginya, Zhuge Yue mengayunkan pedangnya lagi. Walaupun dia sudah kelelahan, pedangnya masih cepat bagaikan angin, memercikkan cairan merah tiap kali diayunkan. Zhuge Yue melompat, dan dengan cepat menusuk bahu salah satu penyerangnya, lalu dia melontarkan dirinya ke atas atap. Dengan beberapa kali lompatan lagi, dia menghilang ke arah timur.     

Hujan tidak mereda, justru semakin lama semakin deras. Jalan utama yang lebar yang mengarah keluar dari kota kini penuh dengan lumut. Zhuge Yue berlari di jalanan berlumpur, pakaiannya sekarang sudah berubah warna karena semua lumpur dan darah yang menempel. Wajahnya pucat, bibirnya biru; kedua tetes darah yang tadi menempel di dahinya sudah mengering, menambahkan sedikit aura iblis di wajahnya yang tampan.     

Setelah berlari hampir dua jam, dia masih tidak menemukan sedikit pun petunjuk keberadaan Chu Qiao. Sebuah pikiran buruk muncul di benaknya saat dia melampiaskan rasa frustrasinya pada sebuah papan petunjuk milik sebuah kedai teh di pinggir jalan yang sudah ditinggalkan. Papan itu jatuh ke air berlumpur dengan suara keras dan memercikkan lumpur ke mana-mana. Saat menyerbu masuk ke dalam kedai teh itu, dia disambut oleh kegelapan yang hitam pekat, dengan sarang laba-laba yang berlapis-lapis. Terlihat jelas, tempat ini sudah ditinggalkan lama, dan angin yang timbul saat dia menyerbu masuk tadi mengangkat selapis debu tebal.     

"Apakah kamu di sini?" Zhuge Yue berteriak, namun hanya guntur yang bergemuruh bersama angin yang menderu yang menjawabnya. Berlari ke belakang, dia masih tidak bisa menemukan siapapun, karena itu, dia berbalik badan dan bersiap untuk menuju ke timur. Namun tiba-tiba, dia mendengar suara kuda meringkik. Saat berbalik badan, dia melihat kuda merah berdiri di rumput tinggi yang tumbuh di sawah di belakang kedai teh yang ditinggalkan itu. Di atas kuda itu, terlihat jelas banyak noda darah.     

Matanya membelalak terkejut, dan dia berlari maju. Hujan benar-benar deras; sawah itu sudah terendam air hampir satu meter dalamnya. Berjuang untuk maju, dia harus menggunakan segenap tenaganya untuk setiap langkah. Menyeka air hujan dari wajahnya berulang kali, dia berusaha sebisanya untuk mencari Chu Qiao.     

Tidak di sini, tidak di sini, dia tidak menemukan gadis itu di mana pun!     

Tepat ketika dia hampir mencapai kuda itu. Tiba-tiba dia tersandung sesuatu yang lunak di dalam air, dan dia hampir terjatuh. Terkejut, dia masuk ke dalam air dan meraba-raba dengan tangannya. Tak lama kemudian, dia muncul dengan orang lain. Tentu saja, itu adalah Chu Qiao. Mata Chu Qiao terpejam rapat, dan wajahnya sudah keunguan. Mulut dan hidungnya tersumbat lumpur, dan tangannya dingin membeku, seakan-akan dia sudah mati.     

Sambil mengangkatnya di atas air, Zhuge Yue terhuyung-huyung keluar dari sawah dan meletakkan gadis itu di jalan utama yang berlumpur. Dengan cekatan, dia menyeka lumpur yang menutupi hidung dan mulut gadis itu, lalu menepuk perut dan dadanya dengan kencang.     

"Bangun!" Dengan menggertakkan giginya, Zhuge Yue berteriak, dan terus menekan perut gadis itu yang menggembung, "Aku tidak mengizinkanmu untuk mati! Bangun!"     

Wajah Chu Qiao masih keunguan, dan tubuhnya dingin seperti es. Tubuhnya bergetar tiap kali pria itu memompa dadanya.     

Sambil merengut, Zhuge Yue menjepit hidung gadis itu, dan menekankan mulutnya ke mulut gadis itu, memberinya pernapasan buatan. Bahkan setelah itu pun, Chu Qiao masih tidak bangun. Jantung Zhuge Yue berdetak kencang, dan sama seperti cuaca yang mendung ini, dia kebingungan dan menyedihkan, tak bisa menemukan secercah harapan pun. Sebuah kemarahan yang misterius timbul di hatinya. Melihat gadis yang berulang kali menentangnya, dia berteriak dengan keras, "Kamu tidak boleh mati! Apa kamu mendengarku? Aku menyuruhmu untuk bangun!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.